Aug 17, 2009

TINGKAT KEBAHAGIAAN

Jiwa adalah harta termahal. Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan diri, lahir dan batin. Itulah kekyaan sejati. Banyak orang kaya harta, tapi mukanya muram. Banyak orang yang miskin uang, tapi wajahnya berseri. Kebahagiaan memang bukan ditentukan oleh harta, tapi oleh jiwa yang ada dalam diri. Kebahagiaan yang datang dari luar kerapkali hampa, palsu. Orang yang mengalami kondisi itu kerap kali ragu, syak, cemburu, putus harapan. Sangat gembira jika dihujani rahmat, lupa bahwa hidup ini berputar putar. Sangat kecewa jika ditimpa bahaya. Lupa bahwa kesenangan terletak di antara dua kesusahan dan kesusahan terletak di antara dua kesenangan. Ia juga lupa dalam senang itu tersimpan kesusahan dan dalam kesusahan telah ada unsure kesenangan.

Bertambah banyak kesenangan dan kebahagiaan yang datang dari luar diri, bertambah miskinlah orang yang diperdayakannya. Ketika memperoleh pendapatan kecil, keperluan untuk menjaga yang kecil itu, juga kecil. Setelah besar, bernangsur besar juga keperluannya. Bertambah luas, bertambah luas pula penjagaan yang diperlukan. Karena itu, banyak orang kaya secara lahir, miskin pada hakikatnya, Di sini nyatalah arti kekayaan dan kemiskinan. Orang yang paling kaya, ialah yang paling sedikit keperluannya. Dan orang yang paling miskin ialah yang paling banyak keperluannya. Kalau bahagia adalah barang yang datang dari luar, tak satupun makhluk yang kaya. Semuanya miskin belaka. Yang kaya hanya Allah Tuhan Semesta alam. Apakah kita silau melihat seorang penguasa dan pengawalnya yang banyak, pendukungnya yang banyak, istananya yang megah, harta bendanya yang mewah, penjagaan yang dilakukan oleh para pendukung penguasa itu, mobil dan kendaraan yang bisa dipakai. Orang-orang kaya itu meskipun berpangkat dan kaya harta, boleh jadi menanggung kesengsaraan batin yang tiada terkira. Harta benda yang mahal harganya itu meski berharga, lama-lama dipandang sebagai pasir karena ia sudah sering menggunakannya dan membosankan. Itulah sebabnya banyak orang kaya yang mencari kebahagiaan hidup di pedesaan atau menyendiri. Bahkan ada juga yang ingin lekas mati untuk menemui nikmat yang abadi. Hidup kita hanyalah pertempuran dan perjuangan. 

Dinamakan manusia, adalah karena ia tidak akan sunyi dari kelemahan dan kesalahan. Jika sejak lahir sampai masuk kubur, kita suci, bebas dari salah dan alpa, tentu tidak layak kita jadi manusia. Sebab yang seperti itu adalah tabiat malaikat. Kita, manusia, pasti merasakan nikmatnya istirahat sesudah lelah bekerja. Kita juga pasti meraasakan kelezatan menghadap Tuhan kelak di akhirat sehabis bertempur dengan ranjau-ranjau hidup sepanjang usia kita. Orang yang takut menghadapi hidup, tidak akan berani menggosok dan mensucikan batinnya. Ia juga tidak akan merasakan arti kelezatan dan kebahagiaan hakiki. Tak ada kebahagiaan yang dicapai oleh seseorang yang tidak menempuh berbagai kesulitan. Jika ada seorang pemuda mendapat kekayaan karena warisan, ia tidak akan merasakan nikmatnya harta warisan itu sebagaimana nikmat yang dirasakan ayahnya tatkala ia hidup dengan usaha sendiri. Seorang pahlawan, mencapai titel pahlawan, dengan darah dan senjata. Seorang pejabat, pemimpin negara dan sebagainya, nampaknya mereka duduk di singgasana kemuliaan dengan senang. Padahal mereka mencapai posisi itu dengan susah payah. Begitulah. Kebahagiaan hakiki datang dari dalam diri, yakni kebahagiaan batin. Mencapai kebahagiaan batin harus melalui kesungguhan untuk mensucikan jiwa. Dan kesungguhan mensucikan jiwa itu sulit. Tapi hasil kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh, akan setara dengan sejauh mana tingkat kesungguhan dan kesulitan yang kita lalui untuk memperoleh kebahagiaan itu.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search