Sep 5, 2010

ARTI HIDUP

Suatu hari, seorang ibu dibawa ke rumah sakit setelah usaha bunuh dirinya berhasil digagalkan. Salah seorang anaknya baru saja meninggal pada usia 11 tahun. Dr. Kurt Kocourek mengundangnya ikut berpartisipasi dalam suatu kelompok terapi, dan secara kebetulan saya melangkah masuk ke dalam ruangan tempat terapi itu diadakan, ketika ibu tersebut sedang bercerita.

Setelah kematian anaknya, dia merasa sangat kesepian dan tinggal bersama anaknya yang satu lagi, yang lumpuh karena penyakit yang dideritanya ketika masih balita. Anak malang itu harus duduk di kursi roda setiap hari dan setelah kematian saudaranya, ia jarang diperhatikan oleh ibunya lagi. Akan tetapi sewaktu dia mencoba melakukan bunuh diri, anaknya yang lumpuh itulah yang mencegahnya. Anak itu mencintai kehidupan! Baginya, hidup sangat berarti. Kenapa ibunya tidak berpikir demikian juga? Saya jadi bertanya-tanya bagaimana caranya agar bisa membantu sang ibu untuk berpikiran sama.

Dengan berimprovisasi sedikit, saya berpartisipasi dalam diskusi itu dan menanyai seorang wanita lain dalam kelompok. Saya bertanya berapa umurnya. " Tiga puluh." Jawabnya. Saya dengan cepat menukas kembali, "Bukan, kamu bukan berusia tiga puluh, tapi sudah delapan puluh tahun dan sekarang sedang berbaring di ranjang menunggu kematian. Dan sekarang kamu melihat kembali seluruh kehidupanmu. Sebuah hidup tanpa anak tetapi kaya dan terkenal."
Kemudian saya mengajaknya untuk membayangkan situasi tersebut, "Apa yang akan kamu pikirkan? Apa yang akan kamu katakan pada dirimu?"

Biarlah saya mengutip jawabannya: "Oh, saya menikahi seorang milyuner. Saya mempunyai hidup yang menyenangkan dan makmur, dan saya benar-benar menikmatinya! Saya menggoda pria-pria tampan; saya mempermainkan mereka! Tetapi sekarang saya sudah delapan puluh tahun; saya tidak mempunyai seorang anak pun. Sebagai seorang wanita tua, saya tidak bisa melihat apa arti hidup saya selama ini. Sebenarnya saya harus mengakui, hidup saya adalah suatu kegagalan."
Kemudian saya mengundang ibu yang berusaha melakukan bunuh diri tadi untuk membayangkan hal yang sama. Mari kita dengarkan apa yang dikatakannya:

"Saya berharap memiliki anak dan harapan ini telah diberikan kepada saya. Salah satunya sudah meninggal dan yang satunya lagi yang lumpuh akan dikirim ke institusi jika saya tidak ingin merawatnya. Walau anak itu lumpuh dan memerlukan bantuan seumur hidupnya, dia tetap anakku. Jadi saya harus memberikan hidup yang berarti baginya. Saya akan membuatnya menjadi orang yang lebih baik."
Pada saat itu, air mata mengalir dari matanya. Dengan menangis, dia melanjutkan, "Saya bisa melihat kembali masa lalu saya yang damai karena hidup saya penuh dengan arti, dan saya telah berusaha keras untuk mencapainya. Saya telah melakukan yang terbaik. Saya telah melakukan yang terbaik untuk putraku. Hidup saya bukanlah suatu kegagalan!"

Dengan melihat hidupnya dari tempat tidur kematiannya, ibu itu telah menemukan tujuan hidupnya, tujuan hidup yang akan mengatasi segala
penderitaannya. (diadaptasi dari "Man's Search for Meaning", Victor E. Frankl)

Pojok Renungan:
Kita semua memiliki sebuah hidup. Satu-satunya tugas kita adalah menemukan makna hidup dan memenuhinya. Maka kita akan memiliki hidup penuh makna. Inilah yang disebut kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search