Dec 29, 2010

DIA SAKIT APA?

Dokter mengirim dia ke tempat praktek saya disertai setumpuk catatan mengenainya. Saya masih sibuk belum mempelajarinya, tetapi pasien itu sudah datang.

 

"Bagian mana yang merasa tidak enak?" saya bertanya.

"Sangat baik, tidak ada yang sakit," jawabnya.

"Lalu mengapa Anda mencari saya?" saya agak heran.

 

"Dokter pribadi saya yang bersikeras mengatakan bahwa saya sakit. Ia menyuruh saya datang kemari, maka saya pun datang."

 

"Oh!" saya lalu mulai membaca setumpuk catatan mengenai penyakitnya dan analisanya. Pada bagian penutup disebutkan nama penyakitnya dalam 30 huruf Latin yang sekejab tidak saya mengerti apa maksudnya.

 

Akhirnya saya berkata jujur padanya, "Saya tidak jelas mengapa dokter mengirim Anda kemari, penyakit ini dalam kamus kedokteran tak dapat diterangkan artinya dengan jelas, kalau Anda ingin mencoba pengobatan China, maka silahkan Anda ceritakan perlahan-lahan keadaan Anda pada saya."

 

"Istriku telah lama ingin bercerai. Untuk menyelamatkan perkawinan, saya menyanggupi syarat apapun  yang dia ajukan. Salah satu syarat yaitu saya harus ke psikiater seminggu sekali. Sudah dua tahun lebih, mereka menyimpulkan saya ada cacat berat dalam jiwa saya. Saya menjalani tes dan pemeriksaan, diberi obat puluhan macam, tetapi akhirnya makin diobati makin kacau. Masalah ini belum beres, malah muncul lebih banyak masalah, tetapi mereka masih mengganggap keputusan mereka itu benar, hanya saja pengobatan dokter tidak bisa menyembuhkan penyakit ini, maka mereka menyuruh saya kemari," nadanya pasrah.

 

"Dokter menganalisa Anda sakit apa?" tanya saya

 

Dia berpikir sejenak, sulit mengutarakannya, dia melihat ke arah saya, lalu pandangannya beralih ke tempat lain, akhirnya dia katakan juga, "Masalah terbesar adalah  sejak lahir hingga hari ini, selama 50 tahun lebih ini, semua pekerjaan yang saya lakukan selalu  hanya ada kepala tetapi tidak ada ekornya," mendengar ini saya hampir tak sanggup menahan tawa.

 

Dengan sangat serius dia meneruskan perkataannya, "Seumur-umur saya belum pernah resmi bekerja, tiap kali mengisi formulir lamaran dengan senang hati, tetapi sampai di tengah jalan sudah tidak dapat saya teruskan lagi. Dalam memperbaiki apa saja, setelah membuka kotak perkakas, membeber perkakas yang diperlukan, kemudian saya merasa sudah tak ingin meneruskannya, maka sampai kapan pun pekerjaan itu tak akan selesai, istri saya sangat tidak puas akan hal ini. Buku apa saja, saya hanya akan membacanya 2-3 halaman dan tak ada lanjutannya, oleh karena hal itu juga rapor SD, SMP saya selalu di bawah nilai C."

 

"Lalu bagaimana Anda dapat lulus?" tanya saya.

 

"Masa kecil dan remaja saya sangat sengsara. Karena tak dapat konsentrasi belajar, orang tua kehabisan akal, maka mengikat saya di bangku. Tetapi saya masih dapat membawa bangku itu ke halaman dan bermain dengan kucing atau tupai. Karena saya tidak mau membuat PR, terakhir dokter memberi resep pada ayah untuk "mengobati" penyakit saya dengan cara setiap hari dipukul 5 menit sekali, ayah menuruti perintah dokter, maka saya baru dapat lulus."

 

Saya mempunyai pikiran dan pandangan baru yang tidak dimiliki orang lain, teman-teman menjalaninya, kalau bukan jadi kaya ya sukses di bidang dagang, tetapi saya karena tak dapat bekerja dengan sungguh-sungguh maka kehidupan saya biasa-biasa saja.

 

Dia makin cerita makin sedih.

 

"Di dunia ini banyak pekerjaan hanya perlu membuka mulut dan tak perlu dikerjakan sendiri, mengapa Anda tidak coba!" Ujar saya sambil bergurau, biar dia tak larut dalam kesedihan.

 

"Saya tahu biar orang cacat yang tak punya tangan dan kaki mereka juga tidak seperti saya, semua pekerjaan    hanya ada awalnya tanpa akhiran, hobi dan semangatku seperti api yang sebentar nyala sekejap sudah lenyap."

 

Setelah mendengar ceritanya, saya memeriksa nadinya, melihat lidahnya, mengambil jarum, berpikir dari mana akan memulai pengobatannya.

 

Suatu pagi, matanya belum terbuka sudah mendengar istrinya berkata: "Batas akhir pembayaran pajak tinggal 7 hari lagi, kamu sudah mempersiapkan selama 1 tahun, sekarang saatnya membereskan dan mengirimkannya. Kalau kali ini masih seperti tahun lalu tidak tepat waktu, saya akan pergi dari tempat ini."

 

"Ini ancaman?" tanya saya pada istri.

 

"Tidak, Cuma pemberitahuan," jawab istrinya singkat. Istri tahu ini sangat sulit baginya, melebihi penderitaan apapun, dia juga tahu suaminya tak dapat mengerjakannya, tapi dia sudah tak ada keyakinan untuk sabar lagi.

 

Lalu pria ini datang lagi ke tempat praktik saya dengan tampang bingung. Baru duduk, dia mengeluarkan dompet, membolak-balik seperti mencari sesuatu. Tiba-tiba selembar foto jatuh dari dompetnya, saya memungut dan mengembalikannya. Foto lama. Nampak wajah seorang anak kira-kira 5 tahun, tapi tak terlihat laki-laki atau perempuan, karena wajahnya penuh coretan. Tak tahu mengapa dia menyimpan foto itu.

 

Sebelum saya bertanya, dia menjelaskan: "Foto ini waktu saya berusia 5 tahun, waktu itu kakak perempuan saya suka mencorat-coret, terutama wajah orang. Pada suatu malam, tiba-tiba saya demam tinggi, keadaan sangat parah, sampai-sampai dalam keadaan koma, orang rumah membawa saya ke rumah sakit. Dokter terkejut melihat wajahku, tapi setelah dokter tahu ini kerjaan iseng kakakku, dia lalu memotret wajahku."

 

Tiba-tiba saya teringat kata-kata orang tua dahulu: "Waktu tidur tidak boleh menggambar di wajah seseorang, rohnya tak dapat kembali ke tubuh." Lalu saya bertanya padanya, "penyakitmu bermula saat itu?"

Dia berpikir sejenak dan berkata, "Sepertinya demikian."

Saya mulai mengerti, mungkin sejak malam itu, rohnya tak sepenuhnya kembali ke tubuh. Selama 50 tahun ini, dia selalu hidup dalam kekurangan sesuatu, sekujur tubuh seperti ada semut yang berjalan. Semuanya tak tepat, dikatakan sakit jiwa sepertinya bukan, dibilang normal otaknya seperti kurang sesuatu. Tubuh yang kurang sesuatu ini, waktu gembira sekejap pun tak dapat berhenti, menabrak sana sini, air mendidih, sewajan minyak yang panas pun tak tahu bagaimana menghindar. Waktu sedih, malas bangun dari tempat tidur, seakan badan itu tak tahu ada di mana.

 

Roh tak kembali ke tubuh, pikiran jadi tak fokus, samar-samar badan tak ada yang mengontrol, seolah tak berguna, orangnya jadi seperti perahu yang terombang-ambing di  lautan, tak tahu arah, sangat menyedihkan.

 

Dengan kesimpulan ini saya lalu menceritakan kepadanya tentang perlunya mengontrol badan, hati serta makna berkultivasi, dan meditasi.

 

Saya juga menjelaskan tentang pengobatan China, saya usulkan agar dirinya memulai dari menstabilkan hati, dan mencoba berkonsentrasi dalam mengerjakan sesuatu. Konsentrasi dapat dicapai dengan ketenangan, seperti air tenang, dari ketenangan dapat konsentrasi pikiran, dari pikiran membentuk rupa, setelah sempurna roh akan kembali ke tubuh.

 

Setelah mendengarkan penuturan saya, sepertinya ia tak begitu mengerti — ia lalu larut dalam lamunannya sendiri.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search