Feb 15, 2011

TARIK TAMBANG

Studi bidang keprofesionalan, diadakan setiap tiga minggu sekali oleh tempat saya mengajar. Penyelenggara acara lumayan teliti, selalu tidak melupakan saat jam-jam mengantuk setelah makan siang. Mereka menyediakan minuman teh yang sedap agar ngantuk kita hilang, sambil menikmati minuman sambil berdiskusi, suasana menjadi semakin bergairah dan santai.

Karena khawatir dengan kapasitas makan saya yang tidak besar, maka setiap kali ada acara yang semacam ini akan saya tolak dengan halus. Pada awalnya para kolega masih menasihati saya dengan ramah dan penuh perhatian, mereka berkata jika tidak dimakan bisa dibawa pulang untuk diberikan kepada orang lain, saya hanya tersenyum sebagai sikap saya untuk memberi jawaban kepada mereka, lama kelamaan tidak ada orang yang mengungkit masalah itu lagi. 

Hal ini terjadi berulang-ulang, dalam hati saya sama sekali tidak merasa sayang, karena berharap ingin menjadi sosok orang yang tidak tamak juga tidak senang mengambil. 

Tidak disangka keesokan siang, rapat otokritik diadakan setelah kegiatan studi. Panitia telah menyediakan makan pagi berupa nasi kotak yang mewah dan telah diletakkan pada tempat duduk masing-masing, supaya lebih leluasa menikmatinya. 

Karena saya telah sarapan pagi, maka selesai rapat saya bermaksud untuk mengembalikan nasi kotak itu pada panitia. Namun para rekan saya dengan antusias menyarankan untuk membawanya pulang agar bisa diberikan kepada anak didik saya tentu mereka akan senang menerimanya. 

Setelah mendengar saran mereka, saya merasa hal itu masih perlu dipertimbangkan lagi, maka sikap saya menjadi ragu. Dalam hati timbul sedikit gejolak, namun menjaga agar tidak menyinggung perasaan orang, lagi pula tidak enak menolak maksud baik orang, akhirnya saya melakukannya sesuai saran mereka. 

Tetapi setelah kejadian itu, saya benar-benar telah menyadari bahwa diri sendiri telah mengalami kekalahan dalam perlombaan tarik tambang kali ini. 

Malam hari menjelang tidur, saya mengoreksi kembali tindakan saya, teringat sebuah kisah dalam buku Lun Yu: Gong Ye Zhang, tertulis sebuah cerita yang artinya kira-kira demikian: 

Kong Zi (Konghucu) menyalahkan, "Siapa yang bilang Wei Gao Sheng itu orangnya jujur dan lurus? Ada orang yang meminta cuka kepadanya, dia lalu pergi ke rumah tetangga meminta cuka, menganggap cuka tersebut sebagai kepunyaan dia lalu dipinjamkan kepada orang lain."

Di dalam pandangan Kong Zi, tidak peduli Anda itu keras dan lurus, bajik dan adil, bisa mendapatkan nama harum sudah pasti adalah suatu hal yang patut disyukuri, tetapi harus sesuai dengan kenyataan, jika tidak terdapat makna yang sebenarnya, masih lebih baik tidak mendapatkan ketenaran semacam itu. 

Bukankah diri saya ini persis seperti Wei Gao Sheng? Terbelenggu dalam perasaan (qing), mengakibatkan pelanggaran terhadap ketulusan dan kejujuran, juga tamak akan nama dan keuntungan. Singkat kata demi keakuan diri yang mengejar nama, keuntungan dan perasaan (qing) berdiri berlawanan dengan prinsip alam semesta yakni Sejati, Baik dan Sabar. Bagaikan diri sendiri berada di tengah seutas tali merah dalam perlombaan tarik tambang, dengan mudah sekali tertarik pada sisi keegoan dan keakuan manusia. 

Sebenarnya di dalam dunia fana yang penuh dengan kejahatan seperti ketamakan, kegilaan, kesombongan, kecurigaan dan kemarahan, perlombaan tarik tambang dalam hati seperti ini, hampir setiap saat terjadi di dalam hidup kita. Dengan kata lain kita sering kali berada dalam arena latihan pertandingan tarik tambang itu. Kadang mendapatkan hasil yang memuaskan, namun kadang pula menelan kekalahan. 

Latihan ini bagaikan sejenis batu penguji kecil yang ada dalam mitos, dipercaya bisa mengubah segala logam menjadi emas murni. Bentuknya tidak berbeda dengan batu berangkal biasa, bersembunyi diantaranya dan pasir. Batu berangkal biasa agak dingin jika diraba, sedangkan batu penguji tersebut hangat jika diraba. 

Di dunia ini benarkah ada batu penguji tersebut? Kita tidak tahu,  akan tetapi yang bisa kita pastikan adalah  sikap Anda terhadap kehidupan ini adalah batu penguji. Dia yang menentukan seberapa besar kekuatan Anda, dan mempengaruhi hasil perlombaan tarik tambang di dalam hati Anda.      

Apabila bisa menampakkan gaya yang teguh dan tenang dalam menghadapi latihan tersebut, adalah berkat pengasahan diri yang kokoh dan mantap dalam hidup sehari-hari. 

Alkitab Yakobus bab 1 bagian 2: Jesus mengatakan, "Saudara-saudaraku, Anda sekalian telah masuk ke dalam berbagai macam latihan percobaan, Anda sekalian harus melakukan dengan bergembira dan diutamakan."

Dalam  bagian 12 juga menyebutkan, "Manusia yang mengalami latihan percobaan dan bisa bertahan hingga akhir dia akan mendapatkan keberuntungan. Karena setelah melewati ujian, dia akan menerima mahkota raja yang Tuhan berikan kepada manusia yang mencintai serta jiwa-jiwa itu yang telah dijanjikan oleh Nya."

Jika latihan percobaan dari kehidupan tidak bisa dihindari, maka perlombaan tarik tambang di dalam hati pasti juga ada, kalau begitu mengapa kita tidak berusaha keras dan dengan serius mempersiapkan diri, kemudian dengan santai menghadapi saat-saat yang krusial.

Bisa dengan teguh mempertahankan satu niat pikiran, dalam perlombaan tarik tambang dalam kehidupan ini bisa berturut-turut memenuhi syarat dan lulus dari segala cobaan!

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search