Tak terasa
waktu begitu cepat berlalu. Enam belas tahun yang lalu, ada seorang ibu guru
bernama Theresia berdiri di depan murid-murid kelas lima, sambil mengucapkan
suatu kebohongan kepada murid-muridnya, dia mengatakan bahwa dia akan mencintai
setiap anak didiknya tanpa pilih kasih!
Tetapi hal
tersebut hanyalah ucapan belaka, karena di baris yang paling depan duduk
seorang siswa bernama Teddy Sidharta. Seorang siswa yang dekil dan tidak rapi
serta tidak perhatian di saat pelajaran.
Sesungguhnya
ibu guru Theresia sangat senang jika bisa menggunakan pena merah besarnya untuk
membubuhkan coretan silang besar di atas kertas ujian Teddy. Kemudian di
sebelah atas dari kertas ujian itu ia tulis dengan kalimat ‘TIDAK LULUS’.
Suatu hari,
ketika ibu guru Theresia sedang membaca dan memeriksa buku catatan dan
saran-saran setiap murid. Dia merasa sangat takjub terhadap komentar-komentar
yang telah diberikan oleh para wali kelas Teddy sebelumnya.
Komentar dari
guru wali kelas satu: “Teddy adalah anak yang pandai, raut wajahnya selalu
membawa senyuman, pekerjaan rumahnya sangat rapi, sangat berbudi bahasa, dia
membuat orang-orang yang berada di sekitarnya menjadi senang!”
Komentar yang
ditulis oleh guru wali kelas dua berbunyi: “Teddy adalah siswa yang terbaik.
Teman-teman sekelasnya sangat menyukai dirinya. Tetapi ibu Teddy terjangkit
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Kehidupan yang harus dia jalani di rumah
dapat dipastikan sangatlah sulit.”
Guru wali kelas
tiga berkomentar: “Kematian ibunya telah memberikan pukulan yang sangat berat
bagi Teddy. Dia berupaya keras menunjukkannya, akan tetapi ayahnya tidak
terlalu memperhatikannya. Jika tidak mengambil suatu tindakan, maka kehidupan
dalam keluarga akan segera mempengaruhinya.”
Guru wali kelas
empat menulis: “Teddy mulai mengalami kemunduran. Dia tidak berminat sekolah.
Dia tidak memiliki teman lagi. Sering kali tidur di dalam kelas.”
Sampai di sini,
ibu guru Theresia, wali kelas Teddy, baru mengerti duduk permasalahannya. Dia
merasa sangat malu sekali. Yang lebih membuat ibu guru Theresia merasa sedih
adalah, pada saat perayaan hari Natal, dia telah menerima bingkisan hadiah
natal dari para muridnya yang dibungkus dan diikat dengan pita yang sangat
indah, kecuali bingkisan hadiah natal dari Teddy yang terbungkus kertas coklat
biasa yang dibeli dari toko kelontong dan diikat dengan tali rafia.
Ibu guru
Theresia menahan kesedihan dalam hatinya, membuka hadiah bingkisan Teddy di
depan teman-teman seluruh kelas. Bungkusan itu ternyata berisi seutas gelang
tangan dengan hiasan berlian palsu, dan di atas gelang tangan itu masih terdapat
beberapa batu berlian yang tanggal. Selain itu masih ada sebotol minyak wangi
yang hanya tinggal seperempat botol saja.
Ada sebagian
murid mulai mengejek bingkisan hadiah dari Teddy. Tetapi ibu guru Theresia
tidak hanya memuji keindahan gelang tangan itu, dia juga mengenakan gelang
tersebut di tangannya, serta menyemprotkan sedikit minyak wangi di atas
pergelangan tangannya.
Hari itu
setelah usai sekolah, Teddy tidak segera pulang, dia tinggal paling akhir dan
berkata kepada ibu guru Theresia, “Ibu guru, hari ini Anda harum persis seperti
ibu saya!”
Menunggu
setelah Teddy pergi, ibu guru Theresia menangis hampir satu jam lamanya. Sejak
saat itu, ibu guru Theresia tidak lagi ‘mengajar’. Dia tidak mengajar pelajaran
membaca, tidak mengajar pelajaran menulis, juga tidak mengajar pelajaran
berhitung, akan tetapi dia mulai mengajarkan pelajaran cara-cara mendidik anak.
Ibu guru
Theresia mulai memperhatikan Teddy secara khusus. Sepertinya Teddy telah
bangkit kembali dari keterpurukan. Ibu guru Theresia semakin menyemangati
Teddy, reaksinya semakin cepat. Sampai pada akhir tahun ajaran, Teddy sudah
menjadi salah satu anak yang paling pandai di dalam kelas. Walaupun ibu guru
Theresia berkata dia akan menyayangi setiap anak asuh dengan sama rata, namun
Teddy adalah murid yang paling dia sayangi.
Satu tahun
kemudian, ibu guru Theresia menemukan secarik kertas di pinggir pintu, tulisan
dari Teddy. Kertas itu mengatakan, ibu guru Theresia adalah ibu guru terbaik
yang pernah dia temui selama hidupnya!
Enam tahun
kemudian, ibu guru Theresia menerima lagi secarik kertas tulisan dari Teddy.
Dia mengatakan bahwa dia sudah lulus SMA, nilai rapornya rangking tiga dari
seluruh kelas. Dan ibu guru Theresia masih tetap adalah ibu guru terbaik yang
pernah dia jumpai selama hidupnya!
Setelah lewat
empat tahun, ibu guru Theresia menerima lagi surat dari Teddy, dia mengatakan
bahwa kehidupan di dalam kampus sangat sulit, tetapi dia masih tetap
mempertahankan. Dan tidak lama lagi dia akan lulus dengan mendapatkan gelar
sarjana terbaik dari universitasnya, dan ibu guru Theresia masih tetap guru
yang terbaik yang pernah dia jumpai selama hidupnya, juga merupakan ibu guru
yang paling dia sayangi.
Lewat empat
tahun kemudian, datang sepucuk surat lagi. Kali ini Teddy memberitahukan bahwa
setelah lulus dari universitas, ia akan melanjutkan sekolah untuk mengambil
gelar yang lebih tinggi. Dalam suratnya tak lupa dia menuliskan ibu guru
Theresia masih tetap adalah ibu guru yang terbaik dan paling dia sayangi selama
hidupnya. Pada bubuhan tanda tangan pada akhir surat ini terdapat tulisan yang
lebih panjang yaitu : Doktor dokter Teddy Sidharta.
Sampai di sini
kisahnya masih belum habis. Coba Anda lihat, pada musim semi tahun ini, datang
lagi sepucuk surat. Teddy mengatakan dia telah menjumpai wanita pendamping
hidupnya, dia akan menikah. Dia menjelaskan bahwa ayahnya telah meninggal
beberapa tahun yang lalu, oleh karena itu dia berharap ibu guru Theresia mau
menghadiri upacara pernikahannya, serta bersedia duduk di tempat yang disediakan
bagi ibu dari mempelai pria.
Ibu guru
Theresia mengabulkan harapan Teddy. Akan tetapi tahukah Anda? Di dalam upacara
pernikahan itu, di luar dugaan Teddy, sang ibu guru Theresia mengenakan gelang
tangan yang berhiaskan berlian palsu dan menyemprotkan minyak wangi yang
diberikan Teddy pada saat perayaan Natal enam belas tahun yang lalu. Dalam
ingatan Teddy, minyak wangi tersebut adalah yang dipakai ibunya pada saat
perayaan Natal terakhir bersamanya.
Di saat mereka
saling berpelukan, Doktor dokter Teddy Sidharta membisikan dengan lirih di
pinggir telinga ibu guru Theresia, ”Ibu Theresia, terima kasih Anda telah
mempercayai saya. Terima kasih Anda telah membuat saya merasakan pentingnya
diri sendiri, membuat saya yakin memiliki kemampuan untuk berubah!”
Dengan berlinangan air mata
ibu guru Theresia juga berkata lirih, “Teddy, dirimu keliru! Adalah dirimu
sendiri yang telah membimbing ibu, membuat ibu yakin memiliki kemampuan untuk
berubah. Karena pada saat ibu menjumpai dirimu, ibu baru mengerti bagaimana harus
mengajar!”
No comments:
Post a Comment