Hari ini secara tidak sengaja, saya telah membuka tulisan
dalam buku harian yang belum terselesaikan pada satu bulan yang lalu. Menemukan
suatu kejadian kecil saat itu yang masih sangat menarik, dan juga masalah
tersebut memiliki banyak perkembangan di kemudian hari, maka dari itu saya
lanjutkan untuk menyelesaikan tulisan itu:
Sore hari, ketika saya sedang menulis artikel, tiba-tiba
terdengar suara "Braak!" Saya memalingkan kepala, melihat anak bungsu
saya yang masih balita sedang duduk di atas permadani, sekujur tubuhnya penuh
dengan butiran nasi yang telah dia tumpahkan dari piring.
Tangannya sedang memegang buah pir. Saya segera mengerti,
ketika dia menginjak kursi meng-ambil buah pir yang terletak dipiring buah di
atas meja. Ketika akan menuruni kursi, tangan kecil diatas meja yang digunakan
untuk menopang tubuhnya turun dari kursi kurang sempurna sehingga menumpahkan
setengah piring nasi yang baru saja saya letakkan di atas meja.
Badannya juga terjatuh ke bawah, pantatnya membentur
lantai dan terduduk di sana. Reaksi pertama saya adalah harus tenang. Anak saya
nampaknya tidak apa-apa, hanya saja tampangnya seperti orang yang baru saja
mendapat musibah. Saya bergegas memegang tangan kecilnya dan memapahnya untuk
berdiri.
Kemudian butiran nasi berserakan diatas lantai, ketika
saya memungut nasi dan gumpalan nasi yang masih bersih saya taruh kembali ke
dalam piring, saya mendapatkan bahwa bukan hanya saya tidak marah, bahkan masih
bisa menyadari bahwa ini adalah kesalahan saya, karena setelah selesai makan,
saya tidak segera membereskan meja.
Dulu, jika anak menumpahkan sesuatu, secara naluri
menganggap sepertinya kesalahan itu pada anak. Selalu akan memarahi anak itu walau
satu atau dua patah kata. Kemudian hari saya merasakan bahwa cara ini sangat
tidak baik, lalu saya coba untuk merubahnya. Berangsur-angsur berubah lebih
baik, tapi perubahan itu selalu kurang sempurna.
Sekali ini, akhirnya saya bisa menahan perangai, dan
menemukan bahwa kesalahan itu berada pada diri sendiri. Kemudian saya berkata
pada anak saya, "Ini adalah kesalahan Mama."
Serasa anak saya menjadi agak lega, ia lalu bertanya,
"Oh! Mengapa?"
"Karena setelah makan, Mama tidak segera membereskan
piringnya! Lain kali adik juga harus lebih hati-hati ya," dengan tulus
saya berkata kepadanya. "Baiklah!" Anak saya menganggukkan kepala.
Saat itu, saya merasakan semacam suasana yang sangat
damai bertebaran di udara. Sekali lagi merasakan melewati kultivasi diri secara
terus-menerus, berangsur-angsur telah merubah konsep yang kurang baik, akhirnya
bisa melakukan kebaikan yang keluar dari dalam lubuk hati.
Bermurah hati terhadap orang lain adalah semacam perasaan
yang sangat baik, bersamaan dengan itu juga bisa merasakan sedikit penyesalan
terhadap hal-hal yang dulu pelaksanaannya kurang baik.
Sekali lagi bersyukur kepada diri sendiri telah
mendapatkan jodoh untuk mendapatkan prinsip yang asli, dan berkultivasi di
bawah belas kasih Guru yang tanpa batas. Berangsur-angsur menyadari akan
bagian-bagian diri yang kurang baik, setelah itu dikultivasikan. Bersamaan
dengan hilangnya bagian-bagian yang kurang baik itu, kita akan merasakan
perasaan bahagia, beruntung, mantap serta kedamaian di taraf setelah kita mencapai
peningkatan.
Kemudian pada suatu hari, ke-tika anak saya sedang makan,
telah menumpahkan setengah mangkok kuah, tanpa keraguan sedikit pun saya segera
berkata, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, apakah adik terkena kuahnya?"
Lalu saya ambilkan lap untuk membersihkan kuah yang
tertumpah, terakhir dengan penuh perhatian saya berkata, "Lain kali harus
lebih berhati-hati."
Saat itu saya merasakan seluruh keluarga sangat harmonis.
Sejak saat itu pula, anak saya jarang sekali menumpahkan sesuatu lagi, mungkin
dia terkadang juga kurang hati-hati menumpahkan sesuatu, tapi sudah tidak dapat
menyentuh hati saya, mungkin karena demikian sehingga saya tidak teringat.
Suatu hari suami saya akan menggunting kuku, dia menjadi
agak marah karena tidak menemukan gunting kuku itu, dan dia juga tahu adalah
saya yang meletakkannya di sembarang tempat, dia memberitahukan saya bahwa dia
akan mengajak anak pergi bermain, setelah pulang ke rumah nanti gunting kuku
itu harus sudah ditemukan.
Suasana rumah segera menjadi tegang. Saat itu anak saya
berkata kepada bapaknya, "Jika nanti kita pulang dari bermain, dan Mama
masih belum menemukan, Papa harus berkata tidak apa-apa."
Anak saya telah belajar bermurah hati! bermurah hati
adalah semacam tindakan yang sangat mulia, dia bisa melumerkan banyak sekali
perasaan hati yang sempit dan terbatas, dia bisa mempengaruhi orang, karenanya
semua akan tidak bermasalah!
Tak kuasa menahan keluhan dalam hati, hasil yang saya
peroleh bukankah hanya terletak pada kultivasi diri?! Bersamaan dengan itu
telah mempengaruhi dan merubah anak menjadi baik, tepat seperti apa yang
dikatakan oleh Guru bahwa "Cahaya Sang Sadar menerangi seluruh penjuru,
menegakkan kebe-naran memberi penerangan" dan "memperoleh tanpa
mengharapkan".
Setelah melewati masa pengenalan dan penempaan yang terus
menerus, setelah proses yang berulang-ulang, akhirnya saya juga bisa
berangsur-angsur merubah kebiasaan saya yang sering meletakkan barang di
sembarang tempat. Meskipun hanya memiliki dua anak saja, tetapi taraf
kebersihan dan kerapian dalam rumah yang saya pertahankan cukup membuat orang
lain merasakan bahwa saya adalah seorang ibu rumah tangga yang trampil.
Kesemuanya ini adalah hasil dari kultivasi.
Semuanya ini sangatlah bagus. Kehidupan yang bisa
mendapatkan jodoh untuk berkultivasi adalah sangat berbahagia.
No comments:
Post a Comment