“Hei, minggir kau !” teriak seorang pria muda
di tengah padatnya arus kendaraan di sebuah jalan di Manhattan.
“Ini
jalan umum, apa Anda tidak lihat!” sahut seorang perempuan tengah baya ke arah
mobil yang menghalangi jalannya.
Skenario
ini mungkin kerap Anda jumpai ketika berkendara di tengah keramaian jalan,
namun perilaku semacam ini tidak hanya khusus terjadi di antara para pengendara
jalan raya, bahkan sering kali juga terjadi di antara sesama pemakai jalan dan
pejalan kaki.
Situasi
demikian dinamakan “Sidewalk rage”, diterjemahkan menjadi “emosi jalanan”,
yakni suatu kondisi yang dipicu oleh perilaku seseorang yang menyalahi etiket
pergaulan sehingga menimbulkan konflik dalam lingkungan sosial tertentu. Hal
ini nyata terjadi, ibarat virus yang menular. Pada suatu titik ekstrim, luapan
amarah seseorang bisa jadi “meledak-ledak” dan mengarah pada sejenis gangguan
mental.
Menurut
laporan Wall Street Journal, para peneliti telah mempelajari gejala ini dan
menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor penentu yang menjadi sebab dan akibat
terjadinya ”emosi jalanan”.
Pada
dasarnya semua tindakan berkenaan dengan “emosi jalanan” ini bisa terjadi di
tempat-tempat umum manapun, tidak hanya di tepi jalan, sementara pelaku
penyimpangan itu sendiri menunjukkan perilaku tak mendasar, bertindak
sewenang-wenang, tidak hormat dan cenderung meremehkani orang lain, misalnya
memberikan tatapan sinis kepada orang lain, berteriak, memaki atau menabrak
orang serta perilaku kasar lainnya.
Pelajar,
pejalan kaki, pembeli dan pelancong semuanya bisa saja menunjukkan perilaku
seperti ini.
Sebuah
contoh, bagi pecinta Facebook mungkin Anda bisa coba menelaah. Terdapat lebih dari 11.000 orang mengatakan
bahwa mereka suka pernyataan “Aku tidak suka orang yang berjalan lambat.” Lebih
dari 400.000 orang lainnya setuju “Tidak suka berada di belakang orang yang
berjalan lambat.”
Terbukti
bahwa “emosi jalanan” bisa berubah menjadi perdebatan sengit - lebih dari
19.000 pengguna Facebook bergabung dalam kelompok “I Secretly Want to Punch
Slow Walking People in the Back of the Head/ Diam-diam Saya Ingin Memukul dari
belakang Mereka yang berjalan lambat.”
Berdasarkan
laporan Wall Street Journal, “seseorang yang bersikap demikian menunjukkan
gejala gangguan mental yang dinamakan “intermittent explosive disorder[1]
(IED)”.
Sementara
National Institute of Mental Health pada tahun 2006 melaporkan bahwa
“mendorong, mendesak atau melontarkan seruan sangat mungkin merupakan gejala
dari kondisi tersebut, yang “ditandai dengan tahap-tahap kemarahan yang tidak
beralasan” dan sekitar 16 juta warga Amerika telah terinfeksi wabah ini.
IED
bisa sangat berbahaya. Penderita yang mengalami gangguan ini sangat mungkin
melakukan tindakan penyerangan fisik dan perampasan harta milik orang lain,
menyebabkan luka dan kerusakan materi.”
Sebagin
besar dari mereka memiliki risiko tinggi terserang depresi, mudah gelisah,
mengonsumsi obat-obat terlarang atau alkohol.
Beberapa
peneliti kasus “emosi jalanan” dan IED menemukan bahwa kunci untuk mendapatkan
pemahaman dan penyelesaian atas fenomena ini adalah mendefinisikan faktor
pemicu amarah dan menemukan cara bagaimana menyikapi kemarahan orang-orang ini.
No comments:
Post a Comment