Aug 12, 2013

NELAYAN TUA



Setiap kali lewat daerah pesisir pantai yang kering, kerap ada yang bertanya dari mana orang-orang pinggir pantai memperoleh kehidupan? Tentu saja dari pekerjaan nelayan. Dan sejalan dengan perkembangan peradaban yang semakin mendewakan harta, nelayan juga menggunakan alat-alat menangkap ikan agar bisa mendapatkan ikan tangkapan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Bahkan ada yang menggunakan alat tangkap ikan yang sangat menghancurkan lingkungan. Seorang sahabat di Barat punya cerita menarik tentang seorang nelayan tua. Sama dengan nelayan lainnya, nelayan tua ini juga melempar jaringnya selebar-lebarnya. Bedanya, tatkala jaringnya diangkat ikan-ikan kecil dilepaskan balik ke samudra, yang diambil hanya segelintir ikan besar itu pun hanya dalam jumlah kecil yang cukup untuk makan hari itu saja. Cerita sederhana ini adalah cerita tentang pencarian diri. Sebagaimana kebanyakan nelayan, kebanyakan manusia mengambil apa saja yang lewat di depan tidak peduli besar atau kecil. Dalam bahasa banyak kawan: “peluang tidak datang dua kali”. Tapi segelintir jiwa yang sudah tua, mengembalikan ke alam apa saja yang masih memerlukan pertumbuhan, hanya mengambil sebagian kecil saja yang betul-betul dibutuhkan.

Saat sebuah biro perjalanan besar di Bali mengabarkan bahwa ada seorang pengusaha super kaya dari China yang datang menggunakan pesawat jet pribadi ke Bali, kemudian minta dibimbing melakukan meditasi, tercium aroma akan bertemu nelayan tua. Setelah dijumpai benar adanya. Bila kebanyakan orang datang ke sesi meditasi setelah hidupnya di pinggir jurang (lumpuh, stroke, kanker stadium lanjut, keluarga berantakan), anak muda super kaya ini yang menghabiskan banyak waktunya di awal karir di lembah Silicon Amerika Serikat, merasakan tarikan aroma spiritual tatkala badannya masih sehat walafiat, keluarga bahagia, perusahaan miliknya sedang besar menggurita dengan jumlah karyawan puluhan ribu di seluruh dunia. Makanya, tatkala dijumpai di salah satu resort termahal di Bali, Guru di dalam membuka pertemuan dengan ucapan lembut: “You are an old soul“.

Bila bukan roh tua, tidak mungkin ditarik magnet spiritualitas mendalam tatkala semuanya masih baik-baik saja. Indahnya roh tua, mulai bisa membedakan mana yang hanya ikan-ikan kecil yang sebaiknya dilepaskan balik ke samudra, mana ikan besar yang cukup untuk dimakan hari ini. Kekayaan, keterkenalan, kekaguman orang yang disebut ikan besar oleh kebanyakan orang ternyata hanya ikan kecil. Disebut kecil karena hanya membantu dalam perjalanan amat pendek (bahagianya sebentar, tidak kekal, cepat berlalu), itu pun dengan resiko diseret arus kehidupan berbahaya seperti kesombongan dan rasa sakit berkepanjangan. Kesederhanaan, keterhubungan, kerendahhatian sebagai modal pelayanan, itulah ikan-ikan besar yang bila dimakan akan menjadi teman perjalanan jangka panjang. Jauh lebih panjang dari umur tubuh biologi ini.

Dalam bahasa spiritualitas mendalam, ikan kecil disebut diri yang kecil, ikan besar disebut Diri yang agung. Bukan dalam pengertian orang kebanyakan, di mana karena merasa menemukan Diri yang agung kemudian menyepelekan dan menghakimi orang yang mencari diri yang kecil. Sekali lagi bukan! Keagungan Diri yang agung mencakup dan melingkupi semuanya. Ia melampaui kepicikan dualitas kecil-besar. Itu sebabnya, ciri utama Diri yang agung adalah lapar melayani makhluk lain. Jangankan melihat pengemis lapar atau tuna wisma yang kedinginan tatkala hujan di bawah jembatan, melihat tikus kecil saja memunculkan rasa mau memberinya makan, nyamuk hinggap di lengan dibiarkan saja minum setetes darah, melihat taman yang tidak terurus menimbulkan perasaan mau menyirami dan memupuk. Bukan mau disebut hebat, tapi karena sudah mengalami langsung dalam kesedihan makhluk lain ada kesedihan kita, dalam kebahagiaan makhluk lain ada kebahagiaan kita. Ujungnya cuman satu: “service is the only nourishment“. Pelayanan itulah nutrisi jiwa yang amat dibutuhkan oleh Diri yang agung.

Seorang sahabat yang sudah menyatu dengan Diri yang agung menyisakan sebuah pesan indah sekali: “When I forgot myself, I serve you. In serving, I remember myself. And finally realize that I am you“. Tatkala saya melupakan diri yang kecil saya lapar melayani. Dalam pelayanan saya menemukan kembali Diri yang agung. Dan pada akhirnya mengalami bahwa tidak ada bedanya antara saya dan Anda. Itu sebabnya pada nelayan tua dari China sebagaimana diceritakan di atas disarankan, sayangi keluarga, fasilitasi setiap orang yang dijumpai untuk bertumbuh, gunakan rasa syukur sebagai sarana untuk terhubung, kemudian lihat ada Diri yang agung yang akan terlahir. Sebagaimana pelayanan merindukan kata “Wow” sebagai ungkapan kagum karena pelayanannya mengagumkan, doa Diri yang agung juga “Wow: wishing others well“. Semoga semuanya baik dan bahagia. Makanya, bisa dimaklumi tatkala seorang murid bertanya bagaimana ia bisa berkontribusi pada kedamaian dunia, Bunda Teresa menjawab lembut: “go back home and love your family“. Doa terindah adalah sikap keseharian yang penuh kasih sayang. Dengan doa seperti ini, semua tempat menjadi tempat suci.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search