Orang yang berhati baik selalu dapat melihat
kebaikan orang lain, yang terlihat orang berhati jahat hanyalah kesalahan orang
lain.
Ada seorang petani sedang memikul pulang kayu
bakar dengan susah payah. Karena beban yang melebihi kemampuan fisiknya, petani
itu sering berhenti. Kebetulan ada dua pejalan kaki yang melewatinya. Si A
melihat situasi ini lalu menghela napas berkata sambil menggeleng-gelengkan
kepala, “Ah! Kayu bakar sedikit itu saja sudah terlalu berat, sebentar-sebentar
berhenti, benar-benar lemah tak berguna!”
Si B yang juga melihat situasi ini timbul rasa
belas kasih dan berkata, “Meskipun kayu bakar itu tidak terlalu berat, tetapi telah
melebihi kemampuan petani itu. Saya mengagumi semangat yang tak kenal menyerah,
saya pikir dengan kegigihannya pasti akan berhasil memikul kayu bakar itu ke
rumah. Jika sejalan dengannya, saya akan membantu memikul sebentar, tentu dapat
mengurangi bebannya!”
Masih teringat dalam sastra China modern
terdapat sebuah kutipan dari kitab kuno sebagai perbuatan terpuji yang telah
tersiar luas. Konon suatu hari, seorang pujangga besar China kuno, Su Dongpo,
duduk minum teh dan mengobrol dengan seorang Guru Zen tua. Su Dongpo berkata
kepadanya, “Saya melihat Anda bagaikan setumpukan tinja!”
Sambil tersenyum guru Zen tersebut berkata
pada Su Dongpo, “Saya melihat Anda seperti Buddha yang mulia!” Menurut cerita,
sesampai di rumah Su Dongpo dengan bangga menceritakan peristiwa ini kepada
adik perempuannya. Mendengar ini, sang adik tertawa terpingkal-pingkal dan
berkata kepadanya, “Wah, nampaknya Guru Zen tua tersebut memiliki kualitas
moral yang melebihi Kakak!” Saat itu juga Su Dongpo tiba-tiba menyadari kekeliruannya!
Dari cerita petani yang memikul kayu bakar,
membuat saya berpikir, dua orang yang melihat sebuah peristiwa yang sama namun
tanggapannya sama sekali berbeda. Si A dengan arogan meremehkan petani kecil
yang lemah, sedangkan si B justru sangat berbelas kasih, bukan saja dia tidak
mentertawakan kelemahan petani tersebut, malah dengan penuh belas kasih dia
bersimpati terhadap penderitaan petani, bahkan bersedia membantunya. Di sini
terlihat perbedaan kelapangan hati dan toleransinya.
Dari dialog Su Dongpo dan Guru Zen tua juga
membuat orang berpikir. Su Dongpo melihat Guru Zen tua sebagai “setumpukan
tinja”; sedangkan Guru Zen tua melihat Su Dongpo sebagai “Buddha yang mulia”.
Sepintas, Su Dongpo tampaknya lebih sakral, sedangkan Guru Zen tua itu sangat
jelek, tapi jika dipikirkan lebih cermat, yang ditunjukkan adalah perbedaan
kelapangan hati dan toleransinya.
Dua cerita di atas meskipun keadaannya
berbeda, namun sebenarnya menggambarkan sebuah masalah yang sama: hati yang
baik akan melihat hal-hal yang baik, kata-kata yang diucapkannya juga baik;
orang yang berhati tidak baik, selalu melihat manusia pada sisi yang tidak
menyenangkan, juga mudah mengucapkan kata-kata kotor. Orang yang berhati baik
selalu dapat menemukan kebaikan orang lain; orang yang berhati jahat selalu
melihat kesalahan orang lain.
Dengan demikian dapat diketahui, baik buruknya
suatu peristiwa tidak sepenuhnya tergantung pada peristiwa itu sendiri,
melainkan juga tergantung pada bagaimana suasana hati orang yang menghadapinya,
hasilnya dapat menunjukkan dua keadaan ekstrim yang berbeda.
No comments:
Post a Comment