Di masa kanak-kanak dulu, salah satu kegiatan yang
menggembirakan sekaligus melelahkan adalah baris berbaris. Di tengah kelelahan,
bila kemudian pasukan baris berbaris berhenti, dan komandan memerintahkan
“istirahat di tempat gerak!”, badan rasanya langsung enak serta nyaman.
Dalam kadar berbeda, kehidupan kekinian juga serupa.
Berlari, berlari, berlari terus tanpa mengenal henti. Bangun pagi buru-buru
sarapan, buru-buru pergi ke kantor. Di kantor, terus diburu oleh target. Dalam
karir, terus diburu keinginan untuk naik pangkat. Di rumah, terus diburu oleh
standar kehidupan yang terus menaik.
Terlihat jelas rangkaian kehidupan kekinian yang
terburu-buru dan tanpa istirahat. Sebagian sahabat baru istirahat setelah
terkena stroke, dirawat dokter di rumah sakit, atau malah setelah tidak berdaya
di panti jompo. Badannya memang terpaksa istirahat, namun pikirannya masih
berkejaran. Andaikan badan ini masih sehat, andaikan tubuh ini masih
aktif, serba berandai-andai itulah
ciri pikiran yang
masih berkejaran.
Ada cerita tentang anak kecil bernama Peter. Karena anak
orang kaya, pintar, suatu hari Peter dilanda kebosanan. Datanglah Peter ke
penyihir di hutan, minta diberikan mesin waktu. 0leh penyihir, diberikan mesin
waktu, namun dengan sebuah syarat: mesin waktunya hanya bisa bergerak ke depan
tidak bisa dibalikkan ke masa lalu.
Pertama-tama diputar mesin waktunya ke umur sekolah menengah
atas. Betapa gembiranya ia menemukan dirinya menjadi remaja lengkap dengan
pacar bertangan putih dan ada bulunya. Namun, remaja ini hanya senang dua
minggu. Kali ini diputar lagi mesin waktunya ke masa tua. Lagi-lagi ia gembira
menemukan dirinya sebagai kepala rumah tangga beranak dua lengkap dengan isteri
cantik. Ini pun umur kegembiraannya hanya dua minggu. Lagi diputar mesin
waktunya ke depan, hingga ia terhentak menangis di panti jompo dengan keadaan
yang menyedihkan. Isteri sudah meninggal, anak-anak sudah berkeluarga entah ke
mana.
Tiba-tiba Peter sadar, betapa banyak momen segar kekinian
yang sudah berlalu, semata-mata karena serakah, buru-buru dan berkejaran dalam
kehidupan. Bila boleh jujur, cerita
Peter adalah cerita kita semua. Cerita tentang hidup yang kelelahan berkejaran
serta tidak pernah istirahat.
Pada suatu hari, konon para binatang iri dengan manusia
karena punya sekolah. Kemudian sepakat mendirikan sekolah binatang. Ada kuliah
terbang yang diajarkan burung, ada latihan berlari yang dipandu serigala, ada
ketrampilan berenang dengan instruktur ikan. Setelah bertahun-tahun semua
kelelahan. Ternyata, semua memiliki sifat alami masing-masing. Burung sifat
alaminya terbang, serigala berlari, ikan berenang.
Meminjam salah satu cerita zen, ketika hujan turun, ayam
berteduh di bawah pohon, bebek menyemplungkan dirinya di kolam. Keduanya
memilih jalan berbeda, namun keduanya bahagia apa adanya.
Inilah tempat istirahat yang sesungguhnya, kembali ke sifat
alami masing-masing. Ia yang menjadi ibu rumah tangga, istirahatlah dalam
kekinian sebagai ibu rumah tangga. Ia yang menjadi direktur, istirahatlah dalam
kekinian sebagai direktur. Pengertian istirahat amatlah sederhana. Lakoni
panggilan kehidupan sebaik-baiknya, lihat segi-segi menggembirakan, kemudian
olahlah kehidupan agar indah dengan rasa syukur yang mendalam.
Bagi para sahabat yang sudah punya cucu, bahkan tidur
bersama nenek cerewet pun bisa menjadi istirahat. Wanita menopause memang
ditandai salah satunya oleh emosi yang lebih labil. Namun, sebagaimana Socrates
yang menyebut istrinya yang cerewet sebagai guru kebijaksanaan yang terbaik,
suami yang sedang digoda nenek yang sedang menopause, sesungguhnya sedang
dididik untuk menjadi sabar dan bijaksana.
Makanya ada yang berpesan, masa lalu seperti cek yang sudah
dibatalkan, masa depan serupa giro yang belum jatuh tempo. Satu-satunya uang
tunai yang dimiliki bernama saat ini. Makanya dalam bahasa Inggris masa kini
berarti The Present, salah satu artinya adalah hadiah. Dan ia yang sudah
beristirahat dalam kekinian, sesungguhnya sudah mempersiapkan diri secara
terbaik dalam menyongsong masa depan.
No comments:
Post a Comment