Alkisah, ada seorang petani tersesat di sebuah
hutan. Ia sudah berusaha mencari jalan keluar dari hutan tersebut, tetapi
selalu gagal. Ketika energinya sudah benar-benar terkuras, tiba-tiba ia
dihadang seekor singa yang sedang lapar.
Dalam
keadaan yang sangat terjepit, tak ada tenaga dan tak tahu jalan keluar, petani
itu hanya dapat mengingat Tuhannya. Ia segera menengadahkan kedua tangan untuk
berdoa. Ia sangat berharap akan ada keajaiban yang membebaskan dirinya dari
celaka.
Pada
saat yang bersamaan, singa itu menengadahkan dua kaki depannya dan berdo’a.
Sang petani heran dan berbisik dalam hati,“Apakah singa ini berdo’a agar
dimaafkan kesalahannya?” Padahal sebenarnya singa itu sedang berdoa, “Ya
Tuhanku, terima kasih atas kemurahan hati-Mu. Hari ini Engkau telah menyediakan
santapan yang begitu lezat untukku!”
Pesan:
Pesan:
Jangan
terlalu cepat membuat asumsi karena mengandung resiko kesalahan yang besar, dan
itu sangat membahayakan diri kita. Petani itu terlalu cepat berasumsi bahwa
binatang singa tidak akan memakannya. Padahal sebaliknya, singa adalah binatang
buas yang sedang berterima kasih kepada Tuhannya dan bersiap menyantap sang
petani.
Keputusan
untuk mengikuti asumsi yang keliru tak ayal akan menyebabkan sang petani
celaka. Ia justru tetap berada di tempat, menunggu detik-detik celaka
benar-benar menyergapnya. Bagaimanapun juga seharusnya ia berlari kencang atau
mencari cara lain untuk melarikan diri. Tetapi kita tentu maklum dalam keadaan
yang bingung, takut, sekaligus pasrah seperti yang dialami oleh sang petani
sangat kecil kemungkinan ia dapat berasumsi dengan tepat.
Sama
seperti kehidupan kita sehar-hari, jangan pernah membuat kesimpulan dalam
keadaan diri kita sedang labil, misalnya bingung, putus asa, marah, kecewa,
cemburu ataupun sedang mengalami perasaan tidak nyaman lainnya. Dalam keadaan
diri kita sedang labil, sangat mungkin asumsi kita keliru dan mendorong suatu
tindakan yang membahayakan diri kita. Begitupun bila kita melihat tingkah laku
ataupun perkataan orang lain, jangan terburu-buru membuat kesimpulan bahwa
orang itu baik atau buruk.
Pada
dasarnya membaca isi hati atau pikiran seseorang tidaklah semudah membaca
cerita bergambar. Kesimpulan yang keliru akan menguras energi, yang seharusnya
bisa kita manfaatkan untuk berkreasi, berkarya atau menciptakan perubahan
positif lainnya. Lebih dari itu, tindakan yang keliru sangat mudah memicu
ketegangan, perselisihan, demo, pengrusakan dan bahkan peperangan.
Tetapi
bukan berarti kita harus takut untuk segera membuat keputusan berdasarkan
kesimpulan-kesimpulan yang telah kita dapatkan. Kita akan mendapatkan
keuntungan yang jauh lebih besar bila kita juga berkemauan untuk mempertanggung
jawabkan atau mengoreksi kembali segala kesimpulan yang telah kita ciptakan. “Incorrect
assumptions lie at the root of every failure. Have the courage to test your
assumption. – Asumsi atau kesimpulan yang keliru merupakan penyebab utama dari
setiap kegagalan. Oleh sebab itu jangan pernah takut untuk mengoreksi kembali
apakah kesimpulan yang telah kita ciptakan itu benar ataukah tidak,”
terang Brian Tracy.
Berhati-hatilah
dalam menciptakan suatu kesimpulan. Andaikan masih terdapat kesalahan, kita
harus dapat belajar dari kesalahan itu agar lebih berhati-hati dalam langkah
selanjutnya. “Success is the result of good judgement, good judgement is a result of
experience, experience is often the result of bad judgement. – Sukses berasal
dari kesimpulan yang tepat, kesimpulan yang tepat berasal dari pengalaman,
pengalaman seringkali berasal dari kesimpulan yang keliru,” jelas
Socrates.
Kita
bisa banyak belajar dari proses untuk mengendalikan sifat-sifat atau pemikiran
kita yang negatif. “I have learned throughout my life as a composer chiefly through my
mistakes and pursuits of false assumptions, not by my exposure to founts of
wisdom and knowledge. – Saya telah belajar dari kehidupan ini sebagai seorang
pencipta lagu, balajar lewat kesalahan dan kesimpulan keliru yang pernah saya
lakukan, tidak belajar dari pengalaman saya telah menciptakan suatu keputusan
yang mengandung kebijaksanaan ataupun pengetahuan,” terang Igor
Stravinsky.
Belajar dari kesalahan adalah satu langkah yang paling bijaksana
untuk dapat memaknai segala bentuk pesan dengan tepat, misalnya pesan yang
berasal dari ucapan, pergerakan mata, badan, intonasi suara, ekspresi dan emosi
lawan bicara ataupun dari setiap gejala yang ada.
No comments:
Post a Comment