Feb 22, 2017

SAAT KEBENARAN ADA DIPIHAK KITA

Henny pergi ke supermarket membeli beberapa bahan makanan olahan. Di dalam lemari pendingin, dia melihat ada satu bungkus mi ikan sotong, lalu melihat plakat harga yang tertempel di atas bahan makanan itu. 5,49 euro, wah mahal sekali! Diteliti lagi, bahan makanan yang tertulis pada plakat itu, udang windu. Sebelah atasnya, juga ada sebuah plakat dengan harga yang sama, namun untuk udang kering.

Dua jenis bahan makanan ini kebetulan tidak di dalam lemari pendingin, yang ada hanya mi ikan sotong. Lantas berapa harga mi ikan sotong ini? Henny menelusuri satu demi satu pelakat harga, akhirnya ia menemukan harga mi tersebut di sebelah lemari pendingin pertama. Harganya 3,49 euro. Harga ini betul, sama seperti dulu. Dengan lega Henny mengambil satu bungkus mi ikan sotong.

Ketika membayar di kasir, mesin pemindai label harga tidak mengenali barang tersebut. Kasir terpaksa pergi memeriksa sendiri harga yang tertulis. Setelah memeriksa, kasir itu mengetik harga mi ikan sotong senilai 5,49 euro. Mengetahui hal itu, Henny segera berkata, “Harga ini tidak benar.”

Kasir itu menjawab, “Tapi saya sudah memeriksanya, memang harganya segitu!”

Henny bersikukuh, “Saya juga sudah memeriksa, harganya bukan sebesar itu!”

Kasir itu menjawab, “Jika Anda tidak percaya, saya bisa mengantar Anda melihatnya.”

“Baiklah! Kita bersama-sama melihat plakat harga itu!”

Dua orang ini, saling berkata dengan lantang karena menganggap dirinya benar. Mereka pergi melihat harga yang tertulis di plakat. Kasir menunjuk plakat harga yang ada di atas mi ikan sotong dan berkata, “Coba Anda lihat, bukankah harganya 5,49 euro?”

Henny bergegas menimpali, “Lantas tulisan ini apa? Yang tertulis di plakat itu udang windu!”

Kasir itu menunjuk lagi, “Kalau begitu tentu yang ini!”

Henny menjawab, “Yang tertulis itu untuk udang kering! Plakat harga mi ikan sotong itu ada di sini! Coba Anda lihat sendiri!”

Setelah memeriksanya, kasir itu terdiam. Dia mengatupkan telapak tangan dan berkata kepada Henny, “Saya mohon Anda mau berbicara perlahan. Mohon jangan terlalu keras.”

Dengan nada emosi Henny berkata, “Bukankah ini siasat kalian? Sengaja meletakkan barang pada tempat yang salah, membiarkan pelanggan salah melihat agar membayar lebih!”

Kasir itu berkata, “Saya mohon Anda berbicara pelan sedikit, saya akan mengembalikan 2 euro dan masalah selesai.”

Henny berkata ketus, “Kalian yang bersalah masih tidak mengizinkan orang untuk berkata?”

Setiba di rumah, saat merapikan barang-barang yang baru saja dibeli, dalam benak Henny muncul gambaran peristiwa yang baru saja terjadi. Tetapi entah mengapa, dia sama sekali tidak merasakan suatu kegembiraan dalam hati. Bayangan yang muncul di pelupuk matanya adalah mimik wajah kasir yang tegang, memohon dengan melas agar dia melirihkan suaranya.

Henny berpikir, “Ah! Mengapa saya tadi tidak bisa menggunakan suara lirih berkata kepada kasir itu? Bahkan berlagak seperti orang bisu, hanya menudingkan tangan ke tempat plakat harga yang benar, bukankah dengan cara ini hanya memuaskan perasaan ego sendiri?”

Hati Henny menjadi sangat sedih dan malu pada dirinya sendiri. Ketika marah, ia tidak bisa mempertahankan sikap ramah, dan ketika kebenaran berada di pihak kita, tidak bisa menguasai diri untuk mengalah dengan bijak.

Memperdebatkan kebenaran, mengejar dan memukul orang ketika kita berada di atas angin adalah kepuasan hati yang dikejar oleh manusia biasa, juga merupakan manifestasi dari orang biasa yang senang akan kemenangan.


Menahan diri untuk tidak berdebat walaupun kebenaran berada di pihak kita, mendapatkan kebenaran tapi masih bisa mengalah kepada orang lain. Meski hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan, tetapi bila Anda mampu melakukannya, akan mendapatkan sebuah perasaan manis tanpa penyesalan saat mengenang kembali peristiwa itu.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search