
Mendengar hal itu raja Yan merasa sangat gembira dan
memberinya aneka hadiah serta fasilitas inap, agar si tamu tersebut bisa
berkarya dengan tenang.
Setelah waktu berlalu sekian lama, raja Yan meminta
menunjukkan monyet hasil ukirannya. Tamu tersebut menjawab, “Apabila seseorang
hendak melihat monyet ukiran, selama jangka waktu setengah tahun diharuskan
berpuasa seks, alkohol dan daging. Setelah itu pilih saat setelah hujan reda
dan matahari keluar, cari tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung,
baru bisa melihat monyet ukiran tersebut.”
Ia mengira raja Yan tentu tidak akan tahan (dengan puasa
itu), tak dinyana, untuk dapat menikmati wujud ukiran berukuran mikro, ternyata
raja Yan mematuhi persyaratan tersebut. Namun, ketika raja Yan memegang dan
meneliti duri tersebut tidak terlihat apa-apa, apakah yang terjadi?
Waktu itu ada seorang pandai besi memberitahu sang raja,
“Mengukir benda apapun, pisau ukir yang dipergunakan harus lebih kecil daripada
benda yang akan diukir.”
“Saya seorang
pembuat pisau ukir, tetapi untuk membuat pisau ukir yang sedemikian kecilnya,
sesungguhnya ini adalah omong kosong. Bila tidak percaya silakan baginda raja
memanggil si tamu untuk mengeluarkan pisau ukirnya untuk dilihat dan diuji
apakah bisa mengukir sesuatu dari ujung duri runcing?”
Maka raja Yan lalu memanggil sang tamu dan ia bertanya,
“Kamu menggunakan alat apa untuk mengukir monyet?”
Si tamu menjawab, “Saya menggunakan pisau ukir.” Maka raja
Yan meminta tamu tersebut mengeluarkan pisau ukir yang dimaksud untuk ia
periksa, si tamu berkilah bahwa ia tidak membawa pisau tesebut, harus pulang
mengambilnya, yang terjadi selanjutnya tamu tersebut melarikan diri.
No comments:
Post a Comment