Hari kedua, ia kembali mengajar di kelas tersebut, lagi-lagi didapatinya meja anak itu tetap kosong seperti biasa. Ia tidak marah, dengan tenang ia mengumumkan pelajaran dimulai.
Begitu hendak memulai pelajaran, baru disadarinya bahwa kacamatanya tertinggal. Dengan perasaan malu ia berkata, “Anak-anak, Ibu minta maaf, ibu lupa membawa kacamata. Mata ibu agak rabun, jadi tidak bisa melihat jika tidak memakai kacamata.”
Ibu Guru pun berjalan ke arah anak laki-laki yang sering lupa membawa bukunya itu, dan berkata, “Bersediakah kamu untuk pergi ke kantor dan mengambilkan kaca-mata Ibu?”
Si anak laki-laki itu pun merasa tersanjung dan bangga, dengan cepat ia segera menyelesaikan ‘tugas mulia’ itu.
Ibu guru menerima kacamatanya dengan penuh keikhlasan mengucapkan terima kasih pada anak laki – laki itu, dan kemudian berkata, “Jika seseorang sering teledor, lupa akan ini dan itu, pasti akan sangat menghambat suatu pekerjaan. Mulai hari ini saya ingin kita semua saling berjanji, mari kita bersama – sama memusnahkan keteledoran, bagaimana menurut kalian?”
Setelah itu, satu demi satu angkatan berhasil dihantarkan oleh ibu guru itu hingga lulus. Di saat ulang tahunnya yang ke-80, orang-orang yang menghormatinya membuatkan sebuah patung bagi dirinya yang terbuat dari batu pualam putih.
Pada upacara peresmian patung tersebut, anak laki – laki yang sering diejek teman-temannya sebagai anak yang pelupa itu menceritakan kisah di atas dengan penuh haru.
No comments:
Post a Comment