Para pakar ilmuwan seperti Newton, Einstein dan
yang lainnya setelah mencapai puncak ilmu pengetahuan, mereka masih tetap
berpikir dengan penuh rasa hormat dan segan terhadap Sang Pencipta dan alam
semesta, mereka semuanya bukan hanya memiliki sikap agung, bermurah hati dan
lapang dada dalam menerima kritikan dari orang lain, sikap mereka terhadap
orang lain juga semakin rendah hati.
Sebenarnya orang berpengetahuan tinggi di dunia
ini, mereka semua mengerti prinsip untuk bersikap rendah hati terhadap orang
lain. Hanya mereka yang buta pengetahuan barulah bisa bersikap congkak,
sombong; dengan memandang rendah keberadaan dewata yang juga merupakan semacam
manifestasi dari kecongkakan dan ketidaktahuan.
Dalam realita kehidupan, tidak sedikit contoh
seperti ini. Menurut cerita, pada abad-19, ada seorang pelukis ternama dari
Perancis bernama Elie Delaunay (1828-1891), suatu saat dia pergi berlibur ke
Swiss, setiap hari memikul rak gambarnya pergi ke semua tempat untuk melukis
dan membuat sketsa dari alam.
Suatu hari ketika dia sedang melukis dengan
serius di pinggir danau Jenewa, di sebelahnya datang mendekat tiga orang turis
dari Inggris, setelah melihat pada lukisannya, mereka lalu menuding-nuding pada
lukisan itu dan mengritik sana
sini.
Yang satu mengatakan bahwa di sebelah sini
kurang bagus, yang lain bilang di bagian yang sana kurang bagus, semua kritikan yang
dilontarkan ditampung oleh Delaunay dan satu per satu lukisan itu lalu
diperbaiki sesuai kritikan yang diterimanya, dan pada akhirnya masih
mengucapkan “Terima kasih” kepada mereka bertiga.
Keesokannya, Delaunay sedang ada urusan pergi
ke tempat lain, di stasiun kereta api, dia berjumpa lagi dengan ketiga orang
yang kemarin bertemu di pinggir danau itu, mereka sedang kasak-kusuk
mendiskusikan sesuatu.
Sejenak kemudian, ketiga orang turis dari
Inggris itu juga melihat dia, mereka lalu datang menghampiri Delaunay dan
bertanya, “Tuan, kami mendengar kabar bahwa pelukis besar Delaunay sedang
berlibur di sini, maka kami bermaksud mengunjunginya. Tolong tanya apakah Anda
tahu dia sekarang berada dimana?”.
Delaunay berdiri agak membongkok menghadap ke
mereka dan menjawab, ”Sungguh tidak patut saya menerima segala ini, saya adalah
Delaunay.” Setelah mendengar ucapan ini, ketiganya menjadi sangat terkejut,
teringat ketidak-sopanan mereka kemarin, wajah mereka menjadi merah dan satu
persatu pergi meninggalkan tempat itu.
Berbalikan dengan contoh di atas, di Jepang
saya juga pernah menjumpai seorang anak muda yang berparas menawan, tetapi
berwatak pongah dan congkak.
Walaupun dia lulus dari universitas ternama dan
bekerja di sebuah perusahaan yang ternama pula, tetapi beberapa kali, saat
diperkenalkan untuk dijodohkan selalu ditolak oleh pihak perempuan. Ibunya
sangat cemas, karena ingin mengetahui duduk permasalahannya ada dimana, ia lalu
mempercayakan saya untuk berdiskusi dengan anak laki-laki-nya itu.
Setelah melalui suatu perbincangan dengannya,
saya segera mengetahui dan memahami sebab dari penolakan para perempuan yang
diperkenalkan kepada dia. Yaitu dia selalu menganggap dirinya sendiri paling
hebat, perkataan yang dilontarkan penuh dengan kecongkakan dan rasa ingin
mengunggulkan diri. Dia tidak mengetahui bahwa kesombongan itu menandakan
ketidaktahuan, dengan bualan dan omongan kosong hanya ingin untuk mengambil
hati perempuan, akhirnya malahan mendatangkan antipati dari para perempuan itu.
Walaupun Anda seorang yang memiliki bakat yang
menonjol, jikalau Anda merasa sombong karena memiliki kemampuan, dan tiada
henti-hentinya menyombongkan diri, maka kemampuan yang Anda miliki itu hanya
bisa membawa kesedihan bagi Anda sendiri.
Seseorang yang hanya ingin membual untuk
menarik kepercayaan dari orang lain, tidak peduli dia memiliki kemampuan yang
sesungguhnya atau tidak, juga tidak peduli dia memiliki kedudukan yang seberapa
tinggi, pada akhirnya juga akan mengungkapkan kekurangan dirinya sendiri karena
over actingnya itu.
No comments:
Post a Comment