Suasana hari Jumat di sebuah kantor, tampak sebagian karyawan kurang
bersemangat. Hal ini disebabkan karena sudah dekat waktunya para pegawai libur
akhir pekan.
Hari itu, office boy kantor tersebut, tiba-tiba tidak masuk kerja.
Padahal, ada kebutuhan mendesak untuk mengirim sejumlah dokumen penting ke
relasi di luar kota, yang biasanya dikerjakan oleh si office boy tersebut. Demi
menghemat waktu, maka kantor itu memutuskan menggunakan jasa kurir untuk
mengirim dokumen penting tersebut.
Tak lama menunggu, nampak seseorang dari perusahaan jasa kurir yang
ditugaskan datang untuk mengambil dokumen itu. Namun, sungguh pemandangan yang
mengagetkan. Kurir yang datang adalah seorang yang cacat. Ia tidak mempunyai
kaki. Kedua penyangga tubuhnya buntung hingga sebatas lutut. Untuk berjalan, ia
menggunakan bantuan papan yang diberi roda kecil untuk menopang tubuhnya.
Dengan papan itu, ia bisa berjalan sambil mengayunkan tangan. Papan itu juga
berfungsi untuk menaruh barang yang akan dikirimkan oleh pelanggan jasa kurir
tempatnya bekerja.
Melihat kondisi sang kurir, orang-orang di kantor itu spontan keheranan.
Ada yang merasa kasihan, namun ada pula yang mengungkapkan kejengkelannya.
Jengkel pada perusahaan kurir, mengapa orang cacat yang dikirim untuk tugas
seperti itu. Namun, mereka juga merasa kasihan melihat perjuangan si cacat karena
harus bersusah payah demi hidupnya.
Tapi, rasa kasihan itu segera berubah menjadi rasa kagum sekaligus
hormat. Rasa itu muncul ketika salah satu pegawai menawarkan bantuan untuk
mengambilkan dokumen yang akan dikirim yang kebetulan masih berada di lantai
dua.
"Mas, tunggu di sini saja, biar saya yang ke atas menggambilkan
dokumennya untuk Mas.. Kasihan kan, mas harus mengambil ke lantai dua,"
sebut pegawai itu.
"Jangan ..jangan, Pak. Biar saya sendiri yang mengambil ke atas.
Sudah biasa kok. Tak perlu merepotkan Bapak. Tapi, terima kasih atas
kebaikannya," jawab kurir itu.
"Nggak kok.tidak apa-apa. Tidak merepotkan. Mas tunggu di sini
saja, sebentar lagi saya ambilkan ke atas...," sergah si pegawai.
"Maaf, Pak. Bukan saya tidak mau dibantu. Tapi ini sudah tugas
saya, dan saya juga sudah biasa kok. Lagi pula, kalau setiap orang membantu
saya, malah saya nanti jadi pemalas dan tidak bisa berbuat apa-apa karena
terbiasa menggantungkan diri pada bantuan orang lain," sebutnya lugu,
tanpa bermaksud mengada-ada.
Tak lama kemudian, ia pun segera memulai aksinya mengayunkan tangan
dengan lincah, mendorong tubuhnya menaiki tangga satu per satu.
Pegawai yang menyaksikan kejadian itu pun terdiam dalam kekaguman. Orang
cacat itu telah memberi sebuah pelajaran yang sangat berharga. Meskipun cacat,
dia tidak ingin dikasihani. Meski punya kekurangan, dia memiliki semangat juang
yang luar biasa untuk bekerja dan mandiri.
Kejadian itu, sungguh membuat sebagian pegawai yang tadinya
bermalas-malasan merasa malu. Sebab, mereka yang bertubuh normal merasa kalah
semangatnya dengan orang yang bertubuh cacat. Maka, semua pekerja di kantor itu
pun segera bergegas untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya, kali ini dengan
semangat yang menggebu-gebu.
Pembaca yang berbahagia,
Pada kondisi dan hal-hal tertentu, mungkin kita membutuhkan bantuan
orang lain. Bahkan, kita tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain. Sebab,
kehidupan di antara manusia merupakan hidup saling ketergantungan satu sama
lain.
Namun, kita akan menjadi lemah kalau kita hidup hanya dengan menunggu,
apalagi menggantungkan belas kasihan orang lain. Ingat!
"Ren de Ben Zhi"
Jati diri manusia ditandai dengan keberanian bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri.
Maka, bagaimanapun dan apa pun kondisi kita saat ini, kita harus mampu
belajar dan membangun sikap mental kemandirian. Dengan begitu, keberadaan kita
di dunia ini akan mempunyai nilai tersendiri.
Salam Sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso
No comments:
Post a Comment