Dulu, ketika Robin Williams membintangi film Dead Poet
Society yang inspiratif itu, dan juga Tom Hanks membintangi film Forrest Gump
yang menarik itu, saya fikir tidak akan ada lagi film inspirasi kehidupan yang
seinspiratif ini. Akan tetapi, begitu menyaksikan film dengan judul Life Is Beautiful,
lagi-lagi fikiran saya disentak oleh pilosopi kehidupan yang lain dari
biasanya.
Bagaimana tidak tersentak, hidup yang senantiasa ditandai
oleh siklus naik turun, diikuti oleh mood, emosi dan rasa syukur yang juga naik
turun, tiba-tiba saja ada orang yang menikmati baik siklus naik maupun turun
kehidupan. Itulah kira-kira pesan dasar film Life Is Beautiful. Lebih menyentuh
lagi, pesan tadi disampaikan
lewat tokoh seorang ayah yang mengajak anaknya untuk selalu
melihat sisi menyenangkan dari kehidupan. Sebagai ayah yang teramat sibuk
meniti karir, tiba-tiba saja saya merasa berutang banyak kepada ketiga anak
saya. Sebab, film ini menghadirkan figur seorang ayah yang tidak hanya
mencintai anaknya, tetapi senantiasa menyediakan waktu dan tenaga untuk membuat
sang anak menikmati dan mensyukuri kehidupan. Hebat bukan ?
Saya memang masih jauh dari kualitas ayah yang sehebat itu,
namun amat dan teramat penting untuk senantiasa menikmati dan mensyukuri
kehidupan. Sebab dengan lebih banyak melihat sisi menyenangkan kehidupan, kita
tidak saja sedang memproduksi tubuh dan jiwa yang sehat, namun juga menarik
kehidupan untuk bergerak ke tempat indah tadi. Persis seperti film Life Is Beautiful,
di mana sang ayah selalu bertutur kalau di akhir permainan anaknya menang akan mendapat
hadiah tank, ternyata di luar dugaan sang anak betul-betul naik tank di akhir
cerita. Meminjam argumen David Weeks dan Jamie James dalam artikelnya yang
berjudul Secrets of the Super Young di majalah Reader’s Digest edisi Februari 2000,
orang-orang yang amat awet muda dalam hidupnya, umumnya datang dari mereka yang
selalu melihat kehidupan dalam
aspeknya yang menyenangkan.
Coba perhatikan penemuan Weeks dan James setelah melakukan
studi ilmiah yang amat intensif selama sepuluh tahun. Dibandingkan orang
kebanyakan, manusia-manusia awet muda memiliki ciri-ciri unik. Dari memiliki
hubungan yang lebih romantis dengan pasangan hidup, bersahabat dengan banyak
kalangan, tidur cukup, banyak melakukan perjalanan, sampai dengan memiliki tekanan
darah rendah hingga normal. Yang jelas, fikiran dan cara kita menyimpulkan
kehidupan memiliki peran yang tidak kecil dalam
hal ini. Sebut saja hubungan romantis dengan pasangan hidup
sebagai faktor pertamanya Weeks dan James. Ia tentu amat sangat dipengaruhi
oleh seberapa bersyukur kita pada rezeki Tuhan yang satu ini. Orang boleh saja
menyebutkan banyak ciri bagi pasangan hidup ideal. Dari harus mampu jadi teman,
kekasih, ibu/bapak, pelacur sampai dengan manajer rumah tangga, namun tanpa
kesediaan sengaja untuk menerima secara tulus pasangan hidup kita, kemanapun ia
dicari di bawah kaki langit ini, tidak akan kita menemukan kehidupan yang
romantis. Yang ada hanyalah pencaharian yang berulang-ulang, dan sering
ditandai oleh kekecewaan dan frustrasi. Lihat saja pengalaman banyak artis yang
sudah bergelimang uang ketika berumur muda. Atau
pengalaman orang yang sudah kaya sejak lahir. Atau juga
orang yang hidupnya hanya mencari kenikmatan. Dalam mencari pasangan hidup,
mereka menentukan standar setinggi-tingginga. Makanya, jangan heran kalau rasio
kegagalan pernikahan paling banyak datang dari segmen masyarakat ini. Demikian
juga frustrasi hidup. Kembali ke cerita awal tentang hidup ini yang indah, saya
amat terusik dengan pilosopi hidup seorang ayah dalam film Life Is Beautiful.
Yang mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk melihat aspek menyenangkan dari
hidup dan kehidupan. Pertanyaan yang muncul berulangulang
setelah menonton film ini, bisakah kita hidup stabil
menyenangkan dalam siklus hidup yang mengenal gelombang ? Saya pribadi memang
belum menjawab positif maupun negatif terhadap pertanyaan ini. Namun, bukankah
misi hidup adalah mendidik sang aku ? Bukankah ukurannya tidak apa yang kita
capai, melainkan seberapa banyak kita berhasil memperbaiki sang aku lewat
perjalanan waktu ? Kalau ini ukurannya, maka saya tidak menyandang iri yang
dalam ke film indah di atas. Demikian juga dengan Anda saya kira. Anda dan saya
sama-sama menyandang kelemahan dan kekurangan. Namun seberapa negatifpun
kekurangan kita, Tuhan masih memberikan kesempatan ke kita untuk mulai belajar
melihat aspek menyenangkan dari kehidupan. Coba perhatikan sekeliling Anda.
Sebenarnya ada banyak sekali sumber yang membuat hidup ini indah dan
menyenangkan. Ketika tulisan ini saya buat, burung gereja sedang ribut-ributnya
memakan nasi yang diletakkan di pinggir kali, gemercik air
kali berbunyi tidak henti-hentinya, anak saya yang terkecil yang baru berumur
tiga tahun tidak henti-hentinya meminta ikut menekan key board komputer, bunga
teratai sedang mengembang secara amat indahnya, demikian juga dengan bunga
kamboja. Anda boleh menyimpulkan lingkungan seperti ini dengan kesimpulan
apapun, namun belajar dari
film Life is Beautiful saya sedang mendidik diri untuk
melihat hidup ini secara menyenangkan. Terserah Anda !.
No comments:
Post a Comment