Kekacauan kosmik di mana-mana. Ibarat topi yang mestinya
menjadi penutup kepala, malah digunakan menutup kaki. Bali yang lama disebut
surga terakhir oleh dunia, belakangan mengalami sejumlah hal menakutkan.
Pemimpin yang dulunya menjadi sumber tuntunan, belakangan menjadi tontonan yang
ditertawakan. 0rang tua dulu dihormati, belakangan dicaci maki.
Ada banyak kemungkinan sebab yang tersembunyi di balik hal
ini, salah satu kemungkinan penting, masyarakat sedang bergerak tanpa bimbingan
guru. Keadaanya mirip anak ayam yang kehilangan induk. Semuanya teriak-teriak
tidak karuan penuh ketakutan dan ketidakpastian. Dalam kegalauan seperti ini,
pertama mungkin gurunya belum lahir, atau gurunya sudah lahir namun manusia
belum punya kemampuan untuk melihatnya, menemuinya apa lagi memujanya.
Syarat berjumpa guru
Andaikan guru-guru besar dari masa lalu seperti Sang Rama,
Shri Krishna, Sang Buddha datang ke Bali, respon masyarakat akan tergantung
pada kesiapan seseorang menjumpai
guru. Bagi mereka yang kekotoran batinnya (kemarahan, keserakahan, kedengkian)
sudah bersih sempurna, lapar untuk selalu berbakti, akan menggigil menangis di
depan tiga guru ini. Tidak ada kebutuhan yang lebih mendesak dari segera sujud
mencium kaki guru. Bisa mencium kaki guru adalah berkah spiritual yang amat berlimpah.
Jutaan kali pun terlahir jadi manusia, belum tentu ada berkah spiritual seperti
ini.
Namun bagi mereka yang baru saja menjadi manusia (setelah
lama berputar-putar di alam binatang), ditandai oleh hawa nafsu menggelora,
amarah yang membara, dendam ke segala arah, iri yang belum pernah diobati,
mencaci mereka yang penuh bakti, dengan entengnya akan bergumam: “turis India
sing ngaba pipis” (turis India tidak bawa uang).
Dengan kata lain, memerlukan kebersihan batin sekaligus
tabungan karma baik yang berlimpah untuk bisa melihat apa lagi sujud kepada
guru.
Esensi versi Guru
Bagi pejalan kaki ke dalam diri yang sudah jauh, ada empat
jenis guru yang berfungsi saling melengkapi. Dari guru hidup, guru buku suci,
guru simbolik dan guru rahasia di dalam diri. Kebanyakan yogi tingkat tinggi
berjumpa keempat guru ini secara berurutan seperti ini. Namun ada juga yang
berjumpa guru dengan urutan yang berbeda.
Diantara banyak tugas guru, yang terpenting adalah
mengintisarikan ajaran agar murid punya
pedoman bertindak. Bagi orang biasa,
bagus kalau belajar
bertindak dalam keseharian
dengan inti ajaran berupa Tatvamasi (semua mau bahagia, tidak ada yang mau
menderita, untuk itu banyak menyayangi jangan menyakiti). Bagi Yogi di Bali,
mungkin baik mengisi seluruh kehidupan dengan Bhakti Yoga. Dari bertani, menari
sampai menjadi pegawai negeri, lakukanlah seserius mebakti di Pura.
Memodifikasi pendapat Mahatma Gandhi yang menyebut “hidupku adalah pesanku yang
sesungguhnya”, di jalan Bhakti Yoga berlaku rumus “hidupku adalah baktiku yang
sesungguhnya”. Guru besar Atisha
Dipankara mengintisarikan ajaran ke dalam satu kata: Bodhichitta. Niat
altruistik untuk mempersembahkan seluruh hidup demi keselamatan, kebahagiaan
dan kebebasan semua mahluk.
Sebagaimana kisah Karna dalam cerita Maha Bharata yang
melakukan guru yoga terhadap guru simbolik berupa patung Drona sehingga bisa
menyamai Arjuna dalam memanah, di Tibet ada cerita serupa. Seorang Ibu dengan
berkah spiritual mengagumkan, meminta puteranya yang sering ke India berdagang
untuk membelikan relik (benda suci). Berapa kali pun putera ini pulang selalu
lupa. Bosan dengan alasan lupa, Ibu ini pun mengancam bunuh diri kalau lupa
lagi. Kali ini pun lupa. Namun begitu dekat rumahnya, tiba-tiba ingat dengan ancaman
Ibunya. Takut dengan ancaman tadi, pedagang ini kemudian mencabut salah satu
gigi bangkai anjing di pinggir jalan. Setelah dibungkus kain kuning, baru
diberikan pada Ibunya.
Dasar seorang Ibu yang lahir dengan berkah spiritual yang
berlimpah, tanpa ragu diletakkannya bungkusan kuning tadi di altar. Setiap hari
(pagi, siang, sore, malam) ia bersujud tanpa henti di bawah guru simbolik yang
diyakini sebagai relik. Untuk membuat ceritanya ringkas, Ibu ini tatkala
meninggal merealisasikan tubuh pelangi. Dari tubuhnya keluar cahaya warna-warni
sebagai tanda realisasi spiritual tingkat tinggi.
Kadang ada yang bertanya, kenapa sudah berjumpa guru hidup
ternyata tidak berubah? Kemungkinan pertama, hubungan karma antara guru dan
muridnya lemah, atau malah mungkin tidak ada sama sekali. Untuk itu, disarankan
mencari guru lain dengan hubungan karma yang kuat.
Kemungkinan kedua, bila pencerahan diibaratkan sebagai
mekarnya bunga Padma, tugas guru hanya memancarkan sinar matahari. Tugas murid
lebih banyak. Dari membeli pot, mencari lumpur, menanam bibit, memupuk sampai
memelihara pohonnya. Dengan kata lain, berjumpa guru bila tidak disertai kerja
keras di sisi murid (tapa brata misalnya), ia serupa menunggu bunga Padma jatuh
dari sinar matahari.
Guru sebagai barometer
Guru adalah barometer perjalanan bagi murid. Bila murid
masih melihat guru sebagai manusia biasa, apa lagi muridnya masih tidak percaya
bahkan menghina, artinya perjalanan spiritual masih jauh. Jika guru sudah
terlihat wajah aslinya sebagai mahluk suci (Shiva, Buddha dll) berarti
perjalanan sudah dekat. Dari segi guru, judul murid tidak memberikan pengaruh
apa-apa. Mau disebut Tuhan atau setan, Buddha atau mara, tidak ada bedanya.
Namun bagi murid, guru ibarat cermin dirinya. Bila guru terlihat suci, berarti
batin murid sudah suci.
Oleh karena itulah, penekun-penekun guru yoga akan hati-hati
sekali dalam memandang dan memperlakukan guru. Bila ada seberkas ketidakyakinan
(apa lagi penghinaan) terhadap guru, ia akan buru-buru sujud dan minta maaf.
Tidak sedikit manusia yang hidupnya berbahaya, hanya karena melakukan kesalahan
dalam hal ini. Di jalan guru yoga, guru senantiasa diletakkan di atas kepala.
Apa pun yang muncul dalam kehidupan,
diyakini sebagai kemunculan guru. Yang menyenangkan adalah tanda guru
sedang memberi hadiah agar murid penuh semangat dalam berlatih. Yang
menjengkelkan, tanda guru sedang
membimbing agar murid tidak terseret oleh arus duniawi yang berbahaya. Dan
tugas terpenting murid di jalan Guru Yoga adalah menyenangkan Guru dengan
melaksanakan inti sari ajarannya. Banyak murid yang mengalami realisasi
spiritual tingkat tinggi dengan melaksanakan tugas terakhir.
No comments:
Post a Comment