Keluarga yang berbahagia semua sangat mirip,
sedangkan keluarga yang tidak berbahagia masing-masing memiliki kemalangannya
sendiri.
Tolstoy, penulis kenamaan Rusia, dalam
pendahuluannya di sebuah buku berjudul
Anna Karenina menulis: “Keluarga
yang bahagia semua sangat mirip; sedangkan keluarga yang tidak bahagia memiliki
kemalangannya sendiri.”
Prinsip yang mudah untuk memahaminya adalah
terdapat seribu satu macam perbedaan antar kemalangan. Namun di manakah letak
kemiripan antar kebahagiaan? Sesungguhnya terdapat petunjuk yang dapat
diperoleh di antara tetangga, lorong serta gang-gang di perkampungan, pada
cuplikan kehidupan biasa, mungkin dapat memberitahu jawabannya pada kita.
Suatu pagi, gerimis telah mengganggu rutinitas
sehari-hari ayah ibu. Mereka berdua belum berangkat berolahraga, malah
berceloteh di luar rumah seperti sedang berdiskusi dengan suasana yang cukup
hangat. Ketika selesai berkemas dan siap berangkat ke kantor, tak terduga
menemukan mereka berdua duduk di depan tangga di bawah atap beranda sedang
membicarakan urusan rumah.
Mereka asyik membicarakan perancah yang baru
dibangun di kebun halaman dan kondisi pertumbuhan buah-buahan dan bunga.
Tampaknya terdapat perselisihan, namun nada bicaranya tidak kasar juga tidak
lembut, intonasinya juga tidak marah atau berapi-api. Sangat berbeda dengan
perselisihan sehari-hari, gambaran yang terlihat ini membuat orang tersenyum,
diam-diam merasa senang.
Mereka menikah sudah hampir setengah abad.
Dalam urusan dunia fana, mereka sudah mempunyai prosedur dan irama unik sendiri
dalam menanggung dan menghadapinya, tidak memerlukan campur tangan orang
ketiga. Peribahasa mengatakan, “Berselisih di kepala ranjang dan berbaikan di
ekornya.” Dapat hidup bersama sampai usia tua juga merupakan kebahagiaan.
Saat makan malam, terdengar dering telepon
yang tidak sabaran, seolah mengisyaratkan gelora perasaan penelepon. Ternyata
berita gembira dari bibi. Cucu perempuannya yang baru lulus kuliah, setelah
melalui ujian beruntun berhasil menyisihkan ratusan pesaing lain. Dia terpilih
mendapatkan posisi pramugari.
Ibu tersenyum penuh kegembiraan, berulang
menganggukkan kepala. Mungkin kakak beradik dalam usia tua ini memiliki empati
dan merasakan kebanggaan bersama. Suami bibi telah meninggal karena sakit pada
usia produktif. Bibi menjanda selama tiga puluh tahun, seorang diri membesarkan
tiga anaknya hingga dewasa, dapat dikatakan telah merasakan pahit getirnya
hidup.
Separuh hidupnya bekerja keras, memotivasi
diri dan hidup berhemat dalam menopang rumah tangganya. Dengan susah payah
membesarkan anak-anaknya, hingga akhirnya mereka bisa membina keluarga sendiri.
Sekarang pahit getir hidup sudah berlalu
datanglah kenikmatan hidup. Anak cucu yang penuh rasa bakti, hidup
mengitarinya, bersama menikmati kebahagiaan keluarga tersebut. Ini kebahagiaan
dunia yang tertinggi, sukacita yang datang pada usia senja, bernilai sempurna,
bersedia berkorban dan penuh dedikasi juga merupakan kebahagiaan.
Minggu pagi, kami mencuci mobil di halaman
rumput, berjumpa dengan pasangan tetangga yang baru pulang dari bepergian.
Setelah saling menyapa, mereka mengatakan setelah pergi mendaki gunung dan
berolahraga, aliran darah terasa lebih lancar, seluruh tubuh serasa lebih
nyaman, sehingga sangat menganjurkan untuk sering berolahraga saat ada
kesempatan.
Melihat wajah mereka yang berseri-seri dan
energik, pantas menjadi promotor
olahraga. Terkenang, mereka berdua sudah berusia 50 tahun lebih
merupakan pasangan yang dulunya sering bertengkar. Pada usia 18 tahun sang
pemuda sudah berpacaran dengan pasangannya yang lebih tua dan kemudian segera
menikah. Mereka telah mengalami banyak suka duka berumah tangga.
Sang suami selalu impulsif, mudah marah,
untungnya sang istri selalu bersikap lembut, toleran, dan sekarang karirnya
cukup sukses. Kini mereka telah menjadi kakek dan nenek, meskipun terkadang
masih terdengar kekasaran sang suami, tapi reaksi istrinya selama puluhan tahun
ini tetap sama, tanpa kebencian juga tidak ada penyesalan, bersedia mengalah
untuk kepentingan bersama, juga merupakan kebahagiaan.
Mengamati gambar kebahagiaan, mereka memiliki
pola beraneka ragam dan banyak perubahan, namun bila dicermati lebih lanjut
terdapat ciri yang sama, yaitu puas dengan apa yang telah dicapai dan menerima
dengan ikhlas nasibnya! Sukacita dan kebahagiaan suami maupun istri,
masing-masing sudah ditakdirkan, berbagai macam coraknya.
Dalam periode waktu yang panjang, mereka telah
mengembangkan sepasang mata yang tajam, mampu memahami dengan jelas pola
berkumpul dan bercerainya makhluk dunia. Juga telah memperoleh kejernihan dan
kebijakan untuk menanggapi serta memahami suka duka hidup manusia. Sedemikian
adaptif dan begitu nyaman, masihkah memerlukan komentar tidak bertanggung jawab
dan petunjuk orang lain?!
Ternyata, dapat hidup bersama sampai usia tua,
mau berkorban dan bersedia mengalah untuk kepentingan bersama juga merupakan
kebahagiaan!
No comments:
Post a Comment