Suatu
hari, Harry menjadi sangat marah karena saat bermain bola basket teman
sekelasnya tanpa sengaja telah menjatuhkan kaca matanya, dia hampir memukul
temannya itu, beruntung tidak sampai terjadi perkelahian setelah dilerai.
Ketika saya mengajar dalam kelas, saya menceritakan sebuah kisah kepada seluruh
kelas:
Ada seorang anak lelaki berwatak
sangat temperamental, sering kali menjadi marah besar hanya karena permasalahan
yang sepele, oleh karena itu semua teman sekelasnya tidak menyukai dirinya.
Ayah
anak lelaki tersebut sangat ingin sekali merubah tabiat buruk dari anaknya itu,
maka dia menyerahkan sekantung paku kepada anaknya, dan memberitahukan, setiap
saat ketika dia marah, tancapkan sebuah paku di pagar halaman belakang,
kemudian mengingatkan diri sendiri untuk tidak boleh cepat menjadi marah.
Pada
hari pertama, di luar dugaan, anak lelaki tersebut telah menancapkan paku
sebanyak 38 batang! Dia sendiri pun merasa sangat malu, lalu dia memutuskan
bertekad untuk memperbaiki keadaan ini.
Hari
demi hari telah terlewati, anak lelaki ini benar-benar menuruti nasehat
ayahnya, setiap kali menjadi marah, segera menancapkan sebuah paku, serta
berusaha mengendalikan emosinya.
Berangsur-angsur,
jumlah paku yang dia tancapkan berkurang, dan anak lelaki itu juga menemukan
bahwa mengendalikan emosi diri jauh lebih mudah dari pada menancapkan paku-paku
itu.
Akhirnya
pada suatu hari, anak lelaki tersebut sudah tidak butuh menancapkan paku-paku
itu lagi, karena dia sudah tidak bakal kehilang kesabaran untuk menjadi marah.
Dengan
sangat girang anak lelaki ini memberitahukan hal ini kepada ayahnya, sambil
tersenyum ayahnya menepuk-nepuk pundak anaknya dan berkata, “Sangat bagus
sekali, mulai sekarang setiap kali dirimu menemui masalah dan bisa
mengendalikan emosi diri sendiri, cabutlah sebuah paku yang berada di pagar.”
Dua
bulan kemudian, dengan wajah penuh senyuman anak lelaki ini muncul di depan
ayahnya, dia akhirnya berhasil mencabut semua paku yang berada di pagar halaman
belakang.
Ayahnya
menggandeng tangannya pergi ke halaman belakang dan berkata, “Kamu melakukan
dengan sangat baik sekali, kamu benar-benar adalah anak yang baik. Lihatlah,
seringkali jika kita mudah menjadi marah, kita bisa seperti paku-paku ini,
meninggalkan bekas yang dalam. Jika hari ini kamu membawa pisau menusuk
seseorang, maka tidak peduli di kemudian hari bagaimana kamu berusaha menutupi
kesalahan ini, menyampaikan beberapa kali permintaan maaf yang tulus pun, bekas
luka itu tak akan bisa hilang untuk selamanya.
Sakit
hati yang disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan akan melukai orang sama
seperti halnya luka yang disebabkan oleh tusukan pisau, yang akan membuat
banyak orang tidak sanggup menerima bahkan dapat menimbulkan dendam.”
Selesai
menceritakan tentang kisah ini, dan setelah mendiskusikan dengan para murid,
saya membuat suatu kesimpulan sebagai berikut:
Karena
luapan amarah sesaat yang tak terkendali, manusia mempunyai dua konsekuensi:
jika ringan, ia akan kehilangan persahabatan dengan teman karibnya, jika berat maka berarti ia
telah melakukan suatu kesalahan besar yang akan disesali seumur hidup.
Dalam
acara televisi sering diberitakan anak-anak muda yang melakukan kejahatan
perkelahian karena emosi darah muda yang tak terkendali, mereka akhirnya
dijatuhi hukuman penjara.
Menyesal
pun sudah terlambat! Untuk itu kita semua harus melatih kemampuan mengendalikan
diri, segala sesuatu persoalan harus dihadapi dan diselesaikan dengan tenang
dan tanpa emosi.
No comments:
Post a Comment