Dec 23, 2013

TABIAT BURUK DAN MENCABUT PAKU



Suatu hari, Harry menjadi sangat marah karena saat bermain bola basket teman sekelasnya tanpa sengaja telah menjatuhkan kaca matanya, dia hampir memukul temannya itu, beruntung tidak sampai terjadi perkelahian setelah dilerai. Ketika saya mengajar dalam kelas, saya menceritakan sebuah kisah kepada seluruh kelas:

Ada seorang anak lelaki berwatak sangat temperamental, sering kali menjadi marah besar hanya karena permasalahan yang sepele, oleh karena itu semua teman sekelasnya tidak menyukai dirinya.

Ayah anak lelaki tersebut sangat ingin sekali merubah tabiat buruk dari anaknya itu, maka dia menyerahkan sekantung paku kepada anaknya, dan memberitahukan, setiap saat ketika dia marah, tancapkan sebuah paku di pagar halaman belakang, kemudian mengingatkan diri sendiri untuk tidak boleh cepat menjadi marah.

Pada hari pertama, di luar dugaan, anak lelaki tersebut telah menancapkan paku sebanyak 38 batang! Dia sendiri pun merasa sangat malu, lalu dia memutuskan bertekad untuk memperbaiki keadaan ini.

Hari demi hari telah terlewati, anak lelaki ini benar-benar menuruti nasehat ayahnya, setiap kali menjadi marah, segera menancapkan sebuah paku, serta berusaha mengendalikan emosinya.

Berangsur-angsur, jumlah paku yang dia tancapkan berkurang, dan anak lelaki itu juga menemukan bahwa mengendalikan emosi diri jauh lebih mudah dari pada menancapkan paku-paku itu.

Akhirnya pada suatu hari, anak lelaki tersebut sudah tidak butuh menancapkan paku-paku itu lagi, karena dia sudah tidak bakal kehilang kesabaran untuk menjadi marah.

Dengan sangat girang anak lelaki ini memberitahukan hal ini kepada ayahnya, sambil tersenyum ayahnya menepuk-nepuk pundak anaknya dan berkata, “Sangat bagus sekali, mulai sekarang setiap kali dirimu menemui masalah dan bisa mengendalikan emosi diri sendiri, cabutlah sebuah paku yang berada di pagar.”

Dua bulan kemudian, dengan wajah penuh senyuman anak lelaki ini muncul di depan ayahnya, dia akhirnya berhasil mencabut semua paku yang berada di pagar halaman belakang.

Ayahnya menggandeng tangannya pergi ke halaman belakang dan berkata, “Kamu melakukan dengan sangat baik sekali, kamu benar-benar adalah anak yang baik. Lihatlah, seringkali jika kita mudah menjadi marah, kita bisa seperti paku-paku ini, meninggalkan bekas yang dalam. Jika hari ini kamu membawa pisau menusuk seseorang, maka tidak peduli di kemudian hari bagaimana kamu berusaha menutupi kesalahan ini, menyampaikan beberapa kali permintaan maaf yang tulus pun, bekas luka itu tak akan bisa hilang untuk selamanya.

Sakit hati yang disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan akan melukai orang sama seperti halnya luka yang disebabkan oleh tusukan pisau, yang akan membuat banyak orang tidak sanggup menerima bahkan dapat menimbulkan dendam.”

Selesai menceritakan tentang kisah ini, dan setelah mendiskusikan dengan para murid, saya membuat suatu kesimpulan sebagai berikut:
Karena luapan amarah sesaat yang tak terkendali, manusia mempunyai dua konsekuensi: jika ringan, ia akan kehilangan persahabatan dengan  teman karibnya, jika berat maka berarti ia telah melakukan suatu kesalahan besar yang akan disesali seumur hidup.

Dalam acara televisi sering diberitakan anak-anak muda yang melakukan kejahatan perkelahian karena emosi darah muda yang tak terkendali, mereka akhirnya dijatuhi hukuman penjara.

Menyesal pun sudah terlambat! Untuk itu kita semua harus melatih kemampuan mengendalikan diri, segala sesuatu persoalan harus dihadapi dan diselesaikan dengan tenang dan tanpa emosi.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search