bagaikan
anggrek”.
Dalam
artikel ini membicarakan bahwa moral
seorang yang budiman, harum bagaikan bunga anggrek. Dimana pun dia
berada, keharumannya akan menyenangkan orang.
Dalam
artikel itu saya membicarakan juga bahwa cahaya welas asih yang dikeluarkan
oleh seorang kultivator bagaikan bunga anggrek yang bermekaran dalam lembah,
keharumannya semerbak masuk ke dalam lubuk hati manusia. Hal itu telah
mengundang beberapa anak muda bertanya kepada saya, “Bagaimana dapat melepaskan
keharuman dalam jiwa.”
Sebenarnya
jika kita mengumpamakan jiwa kita dengan segelintir daun teh yang memendam
keharuman, maka kultivasi dalam kehidupan bisa diumpamakan sebagai seteko air
yang mendidih, di mana daun teh hanya bisa timbul dan tenggelam dalam air yang
mendidih, dan setelah direndam beberapa waktu dan beberapa kali baru bisa
mengeluarkan aromanya yang harum.
Dalam
kultivasinya, manusia harus melakukan perbuatan baik, mematut diri dengan baik,
baru bisa meningkatkan taraf batin dirinya sendiri, bersamaan dengan itu ia
akan meninggalkan sepoi-sepoi keharuman bagi orang lain.
Pepatah
mengatakan, “Ketajaman pedang berasal dari asahan, harumnya bunga Mei berasal
dari musim dingin yang menusuk tulang.”
Ketika
semua bunga berguguran dan layu di musim dingin, hanya bunga Mei yang mekar di
udara yang sangat dingin, dalam es dan salju. Semerbak harumnya bunga Mei itu
dilahirkan dan dihasilkan oleh angin kencang yang sangat dingin dan dalam badai
es dan salju. Hanya dengan mengalami terpaan angin dan badai baru bisa
melahirkan dan mengeluarkan keharuman yang benar-benar harum.
Orang
pada umumnya hanya bisa tak henti-hentinya mengagumi, sama sekali tidak
menyadari bahwa di belakang keharuman, dan hasil yang besar ini terkandung
berapa banyak penderitaan dan kesulitan. Keharuman ini keluar setelah mengalami
terpaan angin dan badai, setelah mengalami musim yang sangat dingin.
Dahulu
kala ada seorang pemuda yang telah berkali-kali mengalami kegagalan, dia kagum
akan kemasyuran biksu agung Shi Yuan lalu pergi ke kuil mencari biksu agung
ini.
Dengan
putus asa dia berkata kepada biksu Shi Yuan, “Saya selalu gagal dalam usaha,
hidup juga asal hidup saja, lalu apa gunanya?”
Setelah
mendengarkan kata-kata ini diam-diam sang biksu mengeluarkan sebungkus daun
teh. Kemudian dia memanggil seorang biksu kecil, “Penderma ini datang dari
tempat yang jauh, tolong segera masakkan sepoci air hangat dan hantarkan
kemari.”
Tidak
lama kemudian, biksu kecil telah menghantarkan sepoci air hangat, Shi Yuan lalu
menggenggam daun teh dimasukkan ke dalam cangkir, kemudian dia menyedu teh itu
dengan air hangat lalu disodorkan ke depan pemuda itu dan berkata, “Penderma,
silahkan minum teh.”
Setelah
meneguk dua teguk pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, “Teh apa
ini? Sama sekali tidak ada aroma tehnya.”
Shi
Yuan menjawab sambil tertawa, “Itu adalah teh ternama, mengapa bisa tidak
harum?”
Shi
Yuan memanggil kembali si biksu kecil lagi, “Tolong masakkan lagi sepoci air
yang mendidih dan hantarkan kemari.”
Setelah
air yang telah mendidih itu datang, Shi Yuan mengeluarkan cangkir baru,
mengambil daun teh dan dimasukkan ke dalam cangkir, menuangkan sedikit air
mendidih ke dalam cangkir.
Nampak
oleh pemuda ini daun-daun teh tersebut timbul dan tenggelam dalam cangkir,
sebersit keharuman yang halus merebak keluar dengan diam-diam. Pemuda itu tak
tertahankan hendak mengambil cangkir itu.
Shi
Yuan tersenyum dan berkata, “Tunggulah sebentar penderma.” Sambil berkata dia
menuangkan lagi sedikit air mendidih ke dalam cangkir, beserta dengan itu
segumpal harum teh yang memabukkan perlahan-lahan merebak memenuhi seluruh
ruangan meditasi.
Demikianlah
Shi Yuan menuangkan air mendidih ke dalam cangkir sebanyak lima kali, aroma harum dari secangkir teh itu
semerbak memenuhi ruangan.
Dengan
tertawa Shi Yuan bertanya kepada pemuda itu, “Apakah penderma tahu teh dengan
merek yang sama mengapa rasanya berbeda?”
Pemuda
itu berpikir sejenak lalu berkata, “Satu cangkir diseduh dengan air hangat, dan
satu cangkir diseduh dengan air mendidih.”
Shi
Yuan tertawa-tawa dan berkata, “Penggunaan air yang berbeda, rasa tehnya juga
berbeda. Teh yang diseduh dengan air hangat daun tehnya akan mengambang di atas
air, mana bisa mengeluarkan aromanya? Dan teh yang diseduh dengan air mendidih,
diseduh berkali-kali daun-daun tehnya bergolak timbul dan tenggelam, lalu
mengeluarkan keharuman setelah hujan di musim semi, kehangatan bagai mentari di
musim panas, pekat bagai angin di musim gugur dan jernih bagaikan embun beku di
musim dingin.”
Seseorang
yang tidak memahami kultivasi, sama seperti daun-daun teh yang diseduh dengan
air hangat, selamanya tidak akan mengeluarkan aroma harum yang merebak ke dalam
hati orang lain. Tidak ada semangat kesabaran dan pengasahan dalam hati, tidak
akan mengeluarkan pancaran sinar kehidupan yang dimiliki oleh setiap insan.
No comments:
Post a Comment