Feb 5, 2017

PIR BEKU YANG PAHIT

Cuaca bersalju, buah musim dinginnya justru pir dan kesemak beku. Dalam cuaca dingin, orang malah mengonsumsi makanan dingin, ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah utara China.

Dalam kehidupan ini, kita menemukan ada banyak hal yang acapkali bisa membuat orang berasosiasi, khususnya terhadap kenangan di masa lampau. Karena saat ini, musim makan pir beku, membuat saya teringat kenangan masa kecil di China.

Saat itu, setiap tahun menjelang tahun baru, rombongan sekretariat partai setempat akan membawa anggotanya memikul sekantung buah pir dan kesemak beku untuk kakek, beratnya kira-kira sepuluh atau dua puluh kilo. Ini dilakukan bukan karena partai beramal kepada rakyatnya, atau setiap keluarga mendapat jatah, tetapi karena ada pengecualian...

Terus terang dapat dikatakan, kakek telah menukarkan nyawa anak sulungnya dengan barang-barang itu. Ceritanya demikian.

Seingat saya, di tempat tinggal kakek dipajang selembar surat tanda jasa pahlawan yang gugur, yang dipigura. Digantung di dinding sebelah timur. Saat saya belum mengenal huruf, orang dewasa sambil lalu mengajarkan saya, bagaimana membaca tulisan dalam surat tanda jasa itu. Semua hurufnya tradisional dan ditulis secara vertikal.

Hingga kini saya masih ingat sebagian kata-kata yang tertulis didalamnya: Komandan pasukan AD keempat: Pin Biao; Komisaris: Luo Rong Heng... Masih ada yang lain seperti: Tan Zheng, Tau Zhu.... Sepertinya masih ada lagi, tapi saya sudah tidak ingat. Tentu saja diantara nama-nama itu terdapat nama paman saya. Kemudian di bawahnya tertera hari, bulan, tahun, dan cap stempel. Paman saya gugur dalam medan pertempuran di Korea.

Memang anak kecil sungguh polos, hanya mendambakan kepuasan mulut saja. Setiap kali rombongan partai mengirimkan makanan ini, kami cucu kakek, datang mengitari orang-orang tersebut seperti seekor kucing yang rakus, tanpa memahami perasaan orang dewasa. Seharusnya mendapatkan buah tangan dari orang lain adalah hal yang mengembirakan, tetapi dalam ingatan saya, kakek tidak pernah menampakkan senyum di wajahnya. Sekarang saya mengerti, beberapa biji pir beku itu telah ditukar dengan nyawa anak sulung kakek.

Di kemudian hari ketika saya sudah agak besar, kakek pernah berkata dia menyimpan banyak sekali surat dari paman, surat-surat itu dikirim paman saat masih bergabung di pasukan. Setiap kali menjelang tahun baru, kakek akan mengeluarkannya dan diam-diam membacanya.

Sifat kakek sangat tertutup, perasaan hati hampir tidak pernah diutarakan kepada keluarga. Menurut cerita, sewaktu kakek masih muda ada sebuah foto kakek yang sangat bangga akan dirinya. Kakek naik kuda dengan mengenakan rompi dan mantel tanpa lengan, dipinggangnya terselip pedang komandan.

Menurut cerita foto itu diambil saat berada dalam pasukan Zhao Shang Zhi. Saya menebak mungkin jika ada kesempat-an, semua orang yang melihat pasti ingin mengenakan seragam seperti kakek untuk difoto.

Saat membaca surat-surat paman, kakek diam-diam membelakangi sinar lampu untuk mengusap air mata. Beberapa tahun kemudian, paman kedua mengetahui gelagat kurang baik ini, lalu diam-diam mencuri dan membakar surat-surat itu, dengan demikian kakek baru bisa menikmati perayaan tahun baru.

Memang benar bila dikatakan kakek sudah bisa melupakannya, tetapi perasaan sesal dan rindu tetap membayangi hidupnya. Merindukan putranya yang meninggal dalam usia muda dan belum menikah namun sudah terjun di medan perang. Sebenarnya paman sudah bertunangan, tetapi sejak paman gugur, tunangannya tidak pernah berhubungan dengan keluarga kami lagi. Seandainya mereka menikah sejak awal, mungkin paman tidak akan masuk militer. 

Sekarang saya memahami mengapa saat-saat menjelang tahun baru, saya jarang sekali melihat kakek gembira.

Setiap kali mereka membagikan pir beku, raut wajah kakek selalu terlihat serius. Meski tetap dengan santun kakek menuangkan air, menyulutkan api rokok atau menawarkan rokok kepada tamunya, tetapi ekspresinya tidak riang. Saya lupa apakah kakek pernah memakan pir beku ini, dan tak bisa membayangkan bagaimana perasaan kakek jika memakannya.

Sejak awal partai jahat PKC menggunakan kebohongan menindas rakyatnya. Saat mengirimkan pasukan pada perang Korea, PKC tidak mempunyai alasan yang masuk akal. Akibat tindakannya ratusan ribu nyawa melayang, seperti sebuah permainan. PKC bagai menuangkan secangkir air, dituang dan dibuang di negeri orang. Darah dan daging mereka berhamburan, mayat mereka tidak ada yang utuh, sungguh tragis!

Mengapa? Itulah watak hakiki PKC yang berandal dan haus darah.

Memang benar hubungan saling menguntungkan dari negara yang paling utama, tetapi selama bertahun-tahun saya tidak pernah melihat AS dan Inggris saling menghujat, atau AS berduel dengan Korsel. Pada hakikatnya pemerintahan mereka berperi kemanusiaan, gesekan dan perselisihan diselesaikan di atas meja perundingan, tak perlu bertengkar dan berkelahi secara terang-terangan lagi.

Jika kita menengok ke kubu komunis, mereka seperti cucu orang miskin yang berebut harta warisan. Hari ini berbaikan  dengan Anda, bukan main mesranya, esok hari jika bertengkar dengan Anda, meraih benda apapun langsung dipukulkan, memaki seperti orang histeris hingga ludah dari mulut berhamburan.

Menyengsarakan rakyat yang hidup di RRC, harta, jiwa, tenaga, kebebasan, hak azasi semuanya dirampas dan disandera oleh partai jahat, disalahgunakan, diinjak-injak dan diperkosa sesuka hati.

Saya tidak tahu berapa besar santunan yang diberikan kepada seorang prajurit AS yang gugur dalam medan perang. Tetapi saya tahu persis mereka mempunyai undang-undang khusus menangani masalah prajurit. Mereka sangat menghargai nyawa manusia.

Dalam masyarakat partai jahat sebuah nyawa hanya ditukar dengan selembar kertas piagam dan beberapa biji pir beku. Bagi saya hasil yang didapatkan sejak kecil sudah mengenal nama-nama seperti Pin Biao dan lain-lain, masih ada lagi yaitu bisa makan pir dan kesemak beku lebih banyak.

Saya pernah membaca buku yang berjudul Mengirim Pasukan ke Korea, yang diterbitkan PKC. Tentu alasan sebenarnya telah ditutupi, tetapi dalam buku itu juga menceritakan keadaan yang sangat buruk dalam medan pertempuran, saya sendiri tidak berani membayangkan jika saya berada dalam keadaan seperti itu. Benar-benar tidak menghargai nyawa manusia, perlakuannya sangat jauh jika dibandingkan dengan hewan kesayangan zaman sekarang.

Paman saya berjuang menanggung kesengsaraan dan meronta dalam keadaan sulit, tapi akhirnya nyawanya juga tidak bisa terselamatkan. Meski pengorbanannya sedemikian besar, tetap saja tidak bisa membawakan kebahagiaan bagi rakyat Korut.  Suatu pengorbanan yang sia-sia!

Tahun lalu ketika Korsel merayakan hari kemerdekannya ke-60. Saat membaca naskah perayaan yang panjang itu, menyebutkan sangat menyukuri tidak memiliki paham komunis sebagai garis besar haluan negara. Karena telah melihat bagaimana keadaan rakyat Korut.


Sungguh tidak berharga, nyawa paman saya melayang tertiup angin yang dingin.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search