Cuaca bersalju, buah musim dinginnya justru
pir dan kesemak beku. Dalam cuaca dingin, orang malah mengonsumsi makanan
dingin, ini merupakan kebiasaan penduduk di daerah utara China.
Dalam kehidupan ini, kita menemukan ada banyak
hal yang acapkali bisa membuat orang berasosiasi, khususnya terhadap kenangan
di masa lampau. Karena saat ini, musim makan pir beku, membuat saya teringat
kenangan masa kecil di China.
Saat itu, setiap tahun menjelang tahun baru,
rombongan sekretariat partai setempat akan membawa anggotanya memikul sekantung
buah pir dan kesemak beku untuk kakek, beratnya kira-kira sepuluh atau dua
puluh kilo. Ini dilakukan bukan karena partai beramal kepada rakyatnya, atau
setiap keluarga mendapat jatah, tetapi karena ada pengecualian...
Terus terang dapat dikatakan, kakek telah
menukarkan nyawa anak sulungnya dengan barang-barang itu. Ceritanya demikian.
Seingat saya, di tempat tinggal kakek dipajang
selembar surat tanda jasa pahlawan yang gugur, yang dipigura. Digantung di
dinding sebelah timur. Saat saya belum mengenal huruf, orang dewasa sambil lalu
mengajarkan saya, bagaimana membaca tulisan dalam surat tanda jasa itu. Semua
hurufnya tradisional dan ditulis secara vertikal.
Hingga kini saya masih ingat sebagian
kata-kata yang tertulis didalamnya: Komandan pasukan AD keempat: Pin Biao;
Komisaris: Luo Rong Heng... Masih ada yang lain seperti: Tan Zheng, Tau Zhu....
Sepertinya masih ada lagi, tapi saya sudah tidak ingat. Tentu saja diantara
nama-nama itu terdapat nama paman saya. Kemudian di bawahnya tertera hari,
bulan, tahun, dan cap stempel. Paman saya gugur dalam medan pertempuran di
Korea.
Memang anak kecil sungguh polos, hanya
mendambakan kepuasan mulut saja. Setiap kali rombongan partai mengirimkan
makanan ini, kami cucu kakek, datang mengitari orang-orang tersebut seperti seekor
kucing yang rakus, tanpa memahami perasaan orang dewasa. Seharusnya mendapatkan
buah tangan dari orang lain adalah hal yang mengembirakan, tetapi dalam ingatan
saya, kakek tidak pernah menampakkan senyum di wajahnya. Sekarang saya
mengerti, beberapa biji pir beku itu telah ditukar dengan nyawa anak sulung
kakek.
Di kemudian hari ketika saya sudah agak besar,
kakek pernah berkata dia menyimpan banyak sekali surat dari paman, surat-surat
itu dikirim paman saat masih bergabung di pasukan. Setiap kali menjelang tahun
baru, kakek akan mengeluarkannya dan diam-diam membacanya.
Sifat kakek sangat tertutup, perasaan hati
hampir tidak pernah diutarakan kepada keluarga. Menurut cerita, sewaktu kakek
masih muda ada sebuah foto kakek yang sangat bangga akan dirinya. Kakek naik
kuda dengan mengenakan rompi dan mantel tanpa lengan, dipinggangnya terselip
pedang komandan.
Menurut cerita foto itu diambil saat berada
dalam pasukan Zhao Shang Zhi. Saya menebak mungkin jika ada kesempat-an, semua
orang yang melihat pasti ingin mengenakan seragam seperti kakek untuk difoto.
Saat membaca surat-surat paman, kakek
diam-diam membelakangi sinar lampu untuk mengusap air mata. Beberapa tahun
kemudian, paman kedua mengetahui gelagat kurang baik ini, lalu diam-diam
mencuri dan membakar surat-surat itu, dengan demikian kakek baru bisa menikmati
perayaan tahun baru.
Memang benar bila dikatakan kakek sudah bisa
melupakannya, tetapi perasaan sesal dan rindu tetap membayangi hidupnya.
Merindukan putranya yang meninggal dalam usia muda dan belum menikah namun
sudah terjun di medan perang. Sebenarnya paman sudah bertunangan, tetapi sejak
paman gugur, tunangannya tidak pernah berhubungan dengan keluarga kami lagi.
Seandainya mereka menikah sejak awal, mungkin paman tidak akan masuk militer.
Sekarang saya memahami mengapa saat-saat
menjelang tahun baru, saya jarang sekali melihat kakek gembira.
Setiap kali mereka membagikan pir beku, raut
wajah kakek selalu terlihat serius. Meski tetap dengan santun kakek menuangkan
air, menyulutkan api rokok atau menawarkan rokok kepada tamunya, tetapi
ekspresinya tidak riang. Saya lupa apakah kakek pernah memakan pir beku ini,
dan tak bisa membayangkan bagaimana perasaan kakek jika memakannya.
Sejak awal partai jahat PKC menggunakan
kebohongan menindas rakyatnya. Saat mengirimkan pasukan pada perang Korea, PKC
tidak mempunyai alasan yang masuk akal. Akibat tindakannya ratusan ribu nyawa
melayang, seperti sebuah permainan. PKC bagai menuangkan secangkir air, dituang
dan dibuang di negeri orang. Darah dan daging mereka berhamburan, mayat mereka
tidak ada yang utuh, sungguh tragis!
Mengapa? Itulah watak hakiki PKC yang berandal
dan haus darah.
Memang benar hubungan saling menguntungkan
dari negara yang paling utama, tetapi selama bertahun-tahun saya tidak pernah
melihat AS dan Inggris saling menghujat, atau AS berduel dengan Korsel. Pada
hakikatnya pemerintahan mereka berperi kemanusiaan, gesekan dan perselisihan
diselesaikan di atas meja perundingan, tak perlu bertengkar dan berkelahi
secara terang-terangan lagi.
Jika kita menengok ke kubu komunis, mereka
seperti cucu orang miskin yang berebut harta warisan. Hari ini berbaikan dengan Anda, bukan main mesranya, esok hari
jika bertengkar dengan Anda, meraih benda apapun langsung dipukulkan, memaki
seperti orang histeris hingga ludah dari mulut berhamburan.
Menyengsarakan rakyat yang hidup di RRC,
harta, jiwa, tenaga, kebebasan, hak azasi semuanya dirampas dan disandera oleh
partai jahat, disalahgunakan, diinjak-injak dan diperkosa sesuka hati.
Saya tidak tahu berapa besar santunan yang
diberikan kepada seorang prajurit AS yang gugur dalam medan perang. Tetapi saya
tahu persis mereka mempunyai undang-undang khusus menangani masalah prajurit.
Mereka sangat menghargai nyawa manusia.
Dalam masyarakat partai jahat sebuah nyawa
hanya ditukar dengan selembar kertas piagam dan beberapa biji pir beku. Bagi
saya hasil yang didapatkan sejak kecil sudah mengenal nama-nama seperti Pin
Biao dan lain-lain, masih ada lagi yaitu bisa makan pir dan kesemak beku lebih
banyak.
Saya pernah membaca buku yang berjudul
Mengirim Pasukan ke Korea, yang diterbitkan PKC. Tentu alasan sebenarnya telah
ditutupi, tetapi dalam buku itu juga menceritakan keadaan yang sangat buruk
dalam medan pertempuran, saya sendiri tidak berani membayangkan jika saya
berada dalam keadaan seperti itu. Benar-benar tidak menghargai nyawa manusia,
perlakuannya sangat jauh jika dibandingkan dengan hewan kesayangan zaman
sekarang.
Paman saya berjuang menanggung kesengsaraan
dan meronta dalam keadaan sulit, tapi akhirnya nyawanya juga tidak bisa
terselamatkan. Meski pengorbanannya sedemikian besar, tetap saja tidak bisa
membawakan kebahagiaan bagi rakyat Korut.
Suatu pengorbanan yang sia-sia!
Tahun lalu ketika Korsel merayakan hari
kemerdekannya ke-60. Saat membaca naskah perayaan yang panjang itu, menyebutkan
sangat menyukuri tidak memiliki paham komunis sebagai garis besar haluan
negara. Karena telah melihat bagaimana keadaan rakyat Korut.
Sungguh tidak berharga, nyawa paman saya
melayang tertiup angin yang dingin.
No comments:
Post a Comment