Setiap perusahaan seringkali
berupaya untuk menjadi leader dalam pasar produk dan atau jasa yang mereka
sediakan. Akan lebih mudah bila produk atau jasa tersebut adalah hal yang baru
di pasar. Maka ketika produk atau jasa tersebut dapat diterima pasar, maka akan
langsung menjadi leader.
Sebagian besar orang sudah mulai menyarankan agar menjual produk dan atau jasa yang belum ada di pasar sehingga kita dapat menguasai pasar sejak awal dan tidak perlu repot menghadapi tantangan dari pengusaha yang sudah mulai lebih dulu. Tetapi itu tidak bisa cukup menjamin, karena belum tentu juga sebagai yang pertama masuk pasar, otomatis kita akan menjadi market leader.
Tetapi katakanlah bahwa dengan segala cara, baik secara normal maupun karena ada regulasi yang memberikan kesempatan kepada perusahaan Anda untuk melakukan monopoli, maka perusahaan itu kemudian menjadi market leader. Apakah benar Anda akan aman-aman saja?
Tergantung dari cara Anda berfikir. Bila perusahaan tempat Anda bekerja memang sudah menjadi market leader lebih dari 20 tahun dan telah menjadi incumbent company maka mungkin Anda akan merasa aman-aman saja. Karena perusahaan yang demikian memang masih akan lama sampai perusahaan tersebut bangkrut. Apalagi bila memang tempat Anda bekerja adalah incumbent company, di negara ini bukan hanya BUMN saja yang akan dipertahankan untuk tetap hidup, bahkan perusahaan swasta pun bila sudah lama beroperasi maka dapat dianggap sebagai asset negara.
Tetapi benarkah Anda memang lebih ingin perusahaan Anda sekedar tetap hidup daripada dapat menghidupi Anda dengan cukup layak? Memang bila dikatakan syukur, bahwa perusahaan itu dapat tetap hidup saja dan dapat menghidupi Anda dengan taraf hidup berstandar minimal tentu saja semua orang sudah harus bersyukur.
Tetapi setahu saya sudah banyak tulisan yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan diciptakan untuk multiplying wealth bukan hanya creating wealth. Itu berarti semua yang terlibat dalam perusahaan harus mendapatkan kesejahteraan dan setiap kali waktu berlalu maka kesejahteraan tersebut haruslah berlipat ganda.
Lalu apa yang menjadi penyebab sebuah incumbent company dapat kehilangan pangsa pasar mereka bahkan kehilangan banyak penghasilan yang selama ini berhasil mereka raih? Tidak banyak yang menjadi penyebab kecuali satu hal: be a leader.
Jadi, maksudnya be a leader adalah sebuah kesalahan?
Tergantung pada sisi pandang Anda saja. Tetapi buat saya, be a leader adalah api. Ketika kita bisa mengendalikan api untuk tetap menghangatkan dan memberi semangat maka api menjadi sangat berguna. Tetapi tidak ada orang yang berani membiarkan api tanpa pengawasan. Ketika Anda berkemah dan membuat unggun, selalu harus ingat untuk tidak membiarkan api menyala sendiri saat Anda pergi tidur.
Begitu pula dengan be a market leader. Posisi perusahaan Anda sebagai market leader sangat menarik untuk dikejar. Bila usaha yang Anda jalankan belum memiliki kompetitor maka agak sulit untuk menetapkan target atau sasaran perusahaan. Tetapi ketika usaha tersebut sudah memiliki banyak kompetitor, maka menjadi market leader adalah sasaran yang sangat menggairahkan.
Bahkan ketika salah satu kompetitor perusahaan Anda telah menjadi market leader maka semua perusahaan di bidang yang sama akan menjadikan pencapaian perusahaan tersebut sebagai sasaran. Masih ingat tulisan saya berjudul “Kompetisi Formula Satu”?
Pada tulisan tersebut saya menyatakan bahwa akan menjadi lebih baik bila setiap perusahaan berusaha menjadi lebih baik dari kompetitor mereka, ketika mencoba merebut posisi leader. Mendapatkan lebih banyak konsumen dan meraih lebih banyak pendapatan karena memberikan kualitas produk atau jasa yang lebih baik.
Maka, katakanlah suatu saat seluruh perusahaan yang ada di negara tercinta ini, saat berlomba-lomba mendapatkan posisi leader, melakukan upaya untuk menjadi lebih baik dari kompetitor, so what?
Itulah justru masalahnya buat saya dan Anda yang memiliki atau bekerja di sebuah perusahaan. Bahwa perusahaan kita yang mungkin sudah menjadi leader akan kehilangan pangsa pasar. Sama seperti ketika para pembalap F1 itu disalip oleh lawan-lawan mereka.
Tetapi, bukankah itu resiko menjadi leader?
Waduh, Anda mengajukan pertanyaan yang sangat tepat sekali. Memang begitu. Michael Schumacher juga sadar itu. Raikonen, Montoya, Alonso, Massa, Barichello menyadari hal tersebut. Semua pernah menjadi leader paling tidak mungkin untuk satu lap atau pada saat pool position. Dan semua juga bahkan pernah disalip oleh kompetitor saat mereka menjadi leader. Bukan hanya itu, bahkan beberapa di antara mereka kemudian dikalahkan oleh kompetitor yang menyalip mereka tadi.
Lalu mengapa mereka bisa disalip bahkan ditinggalkan kompetitor padahal mereka sudah pernah menjadi leader setelah beberapa lap? Lalu mengapa perusahaan yang menjadi market leader disalip oleh perusahaan kompetitor yang tadinya mungkin tidak diperhitungkan?
Jawaban untuk dua pertanyaan tadi sama saja. Lengah. Bisa berbagai macam jawaban secara detail diajukan tetapi bila Anda ingin dapat satu kata saja sebagai jawaban, ya hanya satu: lengah.
Lengah terhadap kebutuhan konsumen. Kebutuhan konsumen yang berubah, menyebabkan standar kualitas produk dan layanan juga menjadi berubah. Maka ketika kebutuhan konsumen berubah, perusahaan pun perlu segera ikut berubah. Standar kualitas seringkali ditetapkan oleh konsumen. Tidak peduli Anda menjadi black belt dalam konsep Six Sigma, tetapi ketika standar kualitas tidak Anda ubah, maka Anda bukan mendapatkan 3,4 kesalahan per jutaan produk (defect per million opportunities) tetapi Anda bisa-bisa mendapatkan 690.000 kesalahan per jutaan produk (DPMO) atau 1 sigma saja. Itupun masih untung dibanding tidak ada satupun dari produk atau jasa layanan dari perusahaan tempat Anda bekerja yang berada di tingkat kualitas yang dapat diterima konsumen.
Anda dan banyak penulis buku akan punya daftar yang panjang tentang kelengahan apa saja yang dapat terjadi pada market leader sehingga mereka dapat disalip oleh para kompetitor. Persis seperti Sampoerna yang menyalip Gudang Garam, dan daftar yang panjang tentang salip menyalip karena lengah.
Sudah pernah baca The Next Global Stage nya Kenichi Ohmae kan? Sudah lihat bagian paling terakhir bagaimana Ohmae mengakui bahwa 3 C nya tidak lagi bisa dibuat daftar yang pasti mana yang menjadi kompetitor dan mana yang dapat dikatakan sebagai konsumen?
Jadi buat setiap market leader yang paling penting adalah tidak lengah. Perhatikan dengan baik suara konsumen. Konsumen dapat mengubah arah perusahaan. Bahkan perusahaan sekarang tidak lagi mudah mendefinisikan what business are we in. Apa bisnisnya Sony? Radio, Tape, Televisi? Mereka sudah lama jual playstation kan? Elektronik? Mereka malah mengajak Ericsson menjual handphone. Jadi what business are Sony in?
What business are Toshiba in? Mereka jual televisi, kulkas tapi juga jual laptop. Jadi?
Kalau perusahaan tidak lagi bisa dengan mudah mendefinisikan what business are we in, menurut Ohmae, sama susahnya ketika perusahaan ditanya konsumen mereka siapa, sama juga susahnya dengan bertanya siapa kompetitor mereka (silakan cek tulisan saya berjudul “Kompetisi Tidak Lagi Lurus” – di buku bisnis “Kacamata Kuda”).
Jadi tantangan paling utama bagi semua perusahaan adalah jangan lengah. Perusahaan tetap merupakan institusi yang multiplying wealth. Yang berubah sekarang adalah bahwa konsumen yang menentukan what business are we in, dan konsumen pula yang menentukan standar kualitas sehingga perhitungan six sigma kita bahkan harus adaptable.
Jadi, ya tidak ada kata lain: jangan lengah!
Ardian Syam ( Email : ardian.syam@gmail.com )
Sebagian besar orang sudah mulai menyarankan agar menjual produk dan atau jasa yang belum ada di pasar sehingga kita dapat menguasai pasar sejak awal dan tidak perlu repot menghadapi tantangan dari pengusaha yang sudah mulai lebih dulu. Tetapi itu tidak bisa cukup menjamin, karena belum tentu juga sebagai yang pertama masuk pasar, otomatis kita akan menjadi market leader.
Tetapi katakanlah bahwa dengan segala cara, baik secara normal maupun karena ada regulasi yang memberikan kesempatan kepada perusahaan Anda untuk melakukan monopoli, maka perusahaan itu kemudian menjadi market leader. Apakah benar Anda akan aman-aman saja?
Tergantung dari cara Anda berfikir. Bila perusahaan tempat Anda bekerja memang sudah menjadi market leader lebih dari 20 tahun dan telah menjadi incumbent company maka mungkin Anda akan merasa aman-aman saja. Karena perusahaan yang demikian memang masih akan lama sampai perusahaan tersebut bangkrut. Apalagi bila memang tempat Anda bekerja adalah incumbent company, di negara ini bukan hanya BUMN saja yang akan dipertahankan untuk tetap hidup, bahkan perusahaan swasta pun bila sudah lama beroperasi maka dapat dianggap sebagai asset negara.
Tetapi benarkah Anda memang lebih ingin perusahaan Anda sekedar tetap hidup daripada dapat menghidupi Anda dengan cukup layak? Memang bila dikatakan syukur, bahwa perusahaan itu dapat tetap hidup saja dan dapat menghidupi Anda dengan taraf hidup berstandar minimal tentu saja semua orang sudah harus bersyukur.
Tetapi setahu saya sudah banyak tulisan yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan diciptakan untuk multiplying wealth bukan hanya creating wealth. Itu berarti semua yang terlibat dalam perusahaan harus mendapatkan kesejahteraan dan setiap kali waktu berlalu maka kesejahteraan tersebut haruslah berlipat ganda.
Lalu apa yang menjadi penyebab sebuah incumbent company dapat kehilangan pangsa pasar mereka bahkan kehilangan banyak penghasilan yang selama ini berhasil mereka raih? Tidak banyak yang menjadi penyebab kecuali satu hal: be a leader.
Jadi, maksudnya be a leader adalah sebuah kesalahan?
Tergantung pada sisi pandang Anda saja. Tetapi buat saya, be a leader adalah api. Ketika kita bisa mengendalikan api untuk tetap menghangatkan dan memberi semangat maka api menjadi sangat berguna. Tetapi tidak ada orang yang berani membiarkan api tanpa pengawasan. Ketika Anda berkemah dan membuat unggun, selalu harus ingat untuk tidak membiarkan api menyala sendiri saat Anda pergi tidur.
Begitu pula dengan be a market leader. Posisi perusahaan Anda sebagai market leader sangat menarik untuk dikejar. Bila usaha yang Anda jalankan belum memiliki kompetitor maka agak sulit untuk menetapkan target atau sasaran perusahaan. Tetapi ketika usaha tersebut sudah memiliki banyak kompetitor, maka menjadi market leader adalah sasaran yang sangat menggairahkan.
Bahkan ketika salah satu kompetitor perusahaan Anda telah menjadi market leader maka semua perusahaan di bidang yang sama akan menjadikan pencapaian perusahaan tersebut sebagai sasaran. Masih ingat tulisan saya berjudul “Kompetisi Formula Satu”?
Pada tulisan tersebut saya menyatakan bahwa akan menjadi lebih baik bila setiap perusahaan berusaha menjadi lebih baik dari kompetitor mereka, ketika mencoba merebut posisi leader. Mendapatkan lebih banyak konsumen dan meraih lebih banyak pendapatan karena memberikan kualitas produk atau jasa yang lebih baik.
Maka, katakanlah suatu saat seluruh perusahaan yang ada di negara tercinta ini, saat berlomba-lomba mendapatkan posisi leader, melakukan upaya untuk menjadi lebih baik dari kompetitor, so what?
Itulah justru masalahnya buat saya dan Anda yang memiliki atau bekerja di sebuah perusahaan. Bahwa perusahaan kita yang mungkin sudah menjadi leader akan kehilangan pangsa pasar. Sama seperti ketika para pembalap F1 itu disalip oleh lawan-lawan mereka.
Tetapi, bukankah itu resiko menjadi leader?
Waduh, Anda mengajukan pertanyaan yang sangat tepat sekali. Memang begitu. Michael Schumacher juga sadar itu. Raikonen, Montoya, Alonso, Massa, Barichello menyadari hal tersebut. Semua pernah menjadi leader paling tidak mungkin untuk satu lap atau pada saat pool position. Dan semua juga bahkan pernah disalip oleh kompetitor saat mereka menjadi leader. Bukan hanya itu, bahkan beberapa di antara mereka kemudian dikalahkan oleh kompetitor yang menyalip mereka tadi.
Lalu mengapa mereka bisa disalip bahkan ditinggalkan kompetitor padahal mereka sudah pernah menjadi leader setelah beberapa lap? Lalu mengapa perusahaan yang menjadi market leader disalip oleh perusahaan kompetitor yang tadinya mungkin tidak diperhitungkan?
Jawaban untuk dua pertanyaan tadi sama saja. Lengah. Bisa berbagai macam jawaban secara detail diajukan tetapi bila Anda ingin dapat satu kata saja sebagai jawaban, ya hanya satu: lengah.
Lengah terhadap kebutuhan konsumen. Kebutuhan konsumen yang berubah, menyebabkan standar kualitas produk dan layanan juga menjadi berubah. Maka ketika kebutuhan konsumen berubah, perusahaan pun perlu segera ikut berubah. Standar kualitas seringkali ditetapkan oleh konsumen. Tidak peduli Anda menjadi black belt dalam konsep Six Sigma, tetapi ketika standar kualitas tidak Anda ubah, maka Anda bukan mendapatkan 3,4 kesalahan per jutaan produk (defect per million opportunities) tetapi Anda bisa-bisa mendapatkan 690.000 kesalahan per jutaan produk (DPMO) atau 1 sigma saja. Itupun masih untung dibanding tidak ada satupun dari produk atau jasa layanan dari perusahaan tempat Anda bekerja yang berada di tingkat kualitas yang dapat diterima konsumen.
Anda dan banyak penulis buku akan punya daftar yang panjang tentang kelengahan apa saja yang dapat terjadi pada market leader sehingga mereka dapat disalip oleh para kompetitor. Persis seperti Sampoerna yang menyalip Gudang Garam, dan daftar yang panjang tentang salip menyalip karena lengah.
Sudah pernah baca The Next Global Stage nya Kenichi Ohmae kan? Sudah lihat bagian paling terakhir bagaimana Ohmae mengakui bahwa 3 C nya tidak lagi bisa dibuat daftar yang pasti mana yang menjadi kompetitor dan mana yang dapat dikatakan sebagai konsumen?
Jadi buat setiap market leader yang paling penting adalah tidak lengah. Perhatikan dengan baik suara konsumen. Konsumen dapat mengubah arah perusahaan. Bahkan perusahaan sekarang tidak lagi mudah mendefinisikan what business are we in. Apa bisnisnya Sony? Radio, Tape, Televisi? Mereka sudah lama jual playstation kan? Elektronik? Mereka malah mengajak Ericsson menjual handphone. Jadi what business are Sony in?
What business are Toshiba in? Mereka jual televisi, kulkas tapi juga jual laptop. Jadi?
Kalau perusahaan tidak lagi bisa dengan mudah mendefinisikan what business are we in, menurut Ohmae, sama susahnya ketika perusahaan ditanya konsumen mereka siapa, sama juga susahnya dengan bertanya siapa kompetitor mereka (silakan cek tulisan saya berjudul “Kompetisi Tidak Lagi Lurus” – di buku bisnis “Kacamata Kuda”).
Jadi tantangan paling utama bagi semua perusahaan adalah jangan lengah. Perusahaan tetap merupakan institusi yang multiplying wealth. Yang berubah sekarang adalah bahwa konsumen yang menentukan what business are we in, dan konsumen pula yang menentukan standar kualitas sehingga perhitungan six sigma kita bahkan harus adaptable.
Jadi, ya tidak ada kata lain: jangan lengah!
Ardian Syam ( Email : ardian.syam@gmail.com )
No comments:
Post a Comment