Minggu lalu saya menyempatkan diri menemani anak saya Bunga yang masih duduk di TK dalam festival marching band memperebutkan Piala Presiden. Lomba yang diikuti anak-anak TK se Indonesia ini sangat menarik minat saya. Banyak hal yang saya pelajari dari mengikuti perlombaan ini. Hal yang mengagumkan adalah melihat anak-anak TK ini bermain marching band dengan sangat apik dan penuh disiplin. Kalau dilihat dari keseriusan masing-masing peserta, boleh dikata kemampuannya berimbang. Yang membedakan adalah sang juara menampilkan keunikan yaitu harmonisasi antar alat yang dibawakan dan harmonisasi antar gerakan dan kepiawaian bermain musik secara masal. Hal yang sangat tidak mudah meskipun dilakukan oleh orang dewasa seperti kita.
Sejujurnya saya sempat nervous pada saat sehari sebelumnya
menyaksikan gladi resik penampilan TK Al-Azhar BSD tempat anak saya Bunga
bersekolah. Terlihat pada saat gladi resik, anak-anak TK ini masih belum siap
sehingga dimarah-marahi oleh pengajarnya. Namun di luar dugaan pada saat
perlombaan sesungguhnya mereka bisa tampil luar biasa dan penuh disiplin.
Bahkan Bunga dkk bisa merebut piala Presiden sebagai juara umum melengkapi
gelar ke-4 juara umum lainnya dalam setahun ini! Apa yang bisa kita pelajari
dari kesuksesan anak-anak TK ini?
Masa anak-anak selalu menarik dicermati. Bunga, anak yang baru 6 tahun
ini sangat disiplin. Setiap ada latihan marching band pagi hari dia selalu
bangun pagi saat subuh. Jika latihannya jam 7 pagi dia siap berangkat pada jam
6 pagi. Bersama anak-anak seusianya dia selalu berlomba-lomba untuk hadir
paling pagi di sekolah. Mereka akan selalu belajar dan bekerja keras sampai apa
yang diinginkan pelatih marching bandnya tercapai. Berdisiplin, kepanasan di
bawah terik matahari pun tidak dihiraukan. Ketika saya tanyakan ke Bunga apa
keinginannya kok mau-maunya berpanas-panasan latihan, dengan simpel dia
menjawab kalau keinginannya adalah mendapatkan piala besar di setiap kejuaraan
tanpa pernah terpikirkan mungkin kans untuk menang sangat tipis. Bagaimana
dengan kita orang dewasa? Sejujurnya kita susah berdisiplin dalam segala hal.
Sangat jarang di antara kita yang rajin berolah raga walau kita semua tahu olah
raga itu sangat diperlukan untuk kesehatan kita. Sangat jarang di antara kita
yang datang ”on time” jika ada janji. Terkadang juga kita bekerja atau berkarya
dengan target yang tidak jelas atau bahkan tidak mempunyai target sama sekali.
Terkadang kita terlalu mengecilkan diri kita sendiri, terlalu takut sebelum
”berperang”. Hanya terkesan membatalkan kewajiban. Aneh bukan? Belajar dari
anak kecil, untuk sukses kita harus disiplin dan mempunyai target yang jelas
untuk dicapai!
Kalau kita perhatikan bayi belajar jalan, mungkin kalau dihitung akan
lebih dari 200 kali bayi itu jatuh namun dia bangkit lagi. Hingga dia bisa
berjalan! Sementara kita orang dewasa, jika mengalami kegagalan bertubi-tubi
tentu akan menganggap hal itu sudah menjadi ”nasib jelek” dan sangat susah
diubah. Mungkin Abraham Lincoln adalah contoh terbaik sebagai manusia yang
penuh kegagagalan, namun beliau bangkit dan bangkit terus yang akhirnya mengantarkannya
menjadi Presiden Amerika Serikat. Kegagalan bukanlah kiamat. Kegagalan adalah
proses yang harus kita lalui sebelum menemukan jalan sukses. Kegagalan membantu
kita mengevaluasi diri atas kesalahan-kesalahan yang mungkin ada. Jika kita
amati buah durian, maka di antara duri-duri yang tidak teratur akan terdapat
beberapa ”jalan” yang terbentuk dari duri-duri yang teratur susunannya. ”Jalan”
inilah yang diciptakanNya sebagai pembuka kenikmatan buah durian itu. Sama
halnya kehidupan, jalan menuju kesuksesan sebenarnya terhampar di depan mata
kita, hanya terkadang tersamarkan dengan jalan-jalan menuju kegagalan. Tugas
kitalah untuk menemukan jalan kesuksesan tersebut.
Anak-anak akan selalu polos dan jujur. Jika suatu ketika kita sedang
capek, sementara ada telepon yang terus berdering mungkin kita akan menyuruh
anak kita mengangkat telepon untuk mengatakan bahwa orang tuanya tidak ada.
Tetapi namanya juga anak-anak akan selalu bilang ”Ayah ada, namun lagi capek
jadi saya disuruh bilang kalau ayah tidak ada.” Mungkin anda pernah
mengalaminya bukan? Jujurlah kepada diri sendiri sebelum kita menerapkan jujur
kepada orang lain dan jangan sekali-kali mengajari anak berbohong.
Anak-anak dengan kepolosannya akan selalu bilang ”tidak” jika memang
sesuatu itu tidak berkenan baginya. Bagaimana dengan kita yang sudah merasa
dewasa ini? Terkadang kita sangat sulit mengatakan ”tidak”, hanya karena rasa
tidak enak terhadap atasan atau teman dekat padahal hati kita berontak.
Mayoritas kita orang dewasa akan selalu berbuat manis, apalagi kalau disuruh
atasannya. Jadi kita harus berani bilang ”tidak” kalau nurani kita mengatakan
demikian.
Mungkin kalau kita perhatikan, anak-anak jarang terlihat stress. Mereka
akan berteriak kencang-kencang kalau lagi bermain. Mereka akan bertepuk tangan
gegap gempita kalau lagi gembira. Mereka akan tertawa ngakak kalau ada sesuatu
yang lucu. Sementara kita orang dewasa akan larut dalam masalah pekerjaan dan
masalah rumahtangga sehari-hari tanpa berusaha menyelesaikannya satu persatu. Akibatnya
bisa ditebak kita menjadi stress berkepanjangan. Lepaskan stress anda dengan
berteriak kencang saat anda sendiri di tengah lapangan terbuka. Bertepuk
tanganlah secara ikhlas untuk mengapresiasi seseorang. Tertawalah secara
spontan pada tempat dan waktu yang tepat. Belajarlah bernyanyi. Hal ini
benar-benar membantu kita melepas stress.
Hari itu saya sangat bahagia bisa belajar dari kedisplinan, kejujuran,
semangat pantang menyerah anak-anak yang bisa saya terapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Belajar memang tidak mengenal waktu, tempat, usia dan sumber.
Kepada setiap orang kita belajar, termasuk saya pribadi banyak belajar ke para
kolumnis dan anda pembaca setia kolom www.andriewongso.com
ini.
Salam dahsyat luar biasa!
Final Prajnanta
No comments:
Post a Comment