Saya bekerja di sebuah sekolah Taman Kanak-kanak, dan mendapat
fasilitas yang istimewa, yaitu setiap hari boleh membawa “Bayi kecilku”.
Peranku setiap saat dapat berubah-ubah, sesaat menjadi ibu seorang anak, sesaat
lagi menjadi guru. Jadi kisah hidupku menjadi lebih beragam….
Suatu pagi di depan kelas anak saya, ketika saya hendak membalikkan
tubuh meninggalkan dia, saya melihat matanya terus menatap saya dengan kelopak
mata yang penuh air mata, tetapi belum sampai menetes.
Entah mengapa saat itu saya juga tidak bisa menguasai diri, tak terasa
air mataku mengalir keluar. Melihat dia masih begitu kecil berdiri di sana,
maka saya tak kuasa menahan air mata.
Setelah cukup lama bergulat dengan perasaan ini, dengan memaksakan
diri, saya kembali ke kelas tempat saya mengajar, akan tetapi perasaan ini
berubah perlahan menjadi tenang kembali. Kebetulan di dalam kelas, ada anak
seorang sedang menangis dan menarik tangan ibunya, si ibu itu serba salah,
pergi meninggalkan salah, tidak pergi juga salah.
Apabila hal ini terjadi dahulu, dalam hati sedikit banyak pasti ada
perasaan jengkel dan rasa menyalahkan ibu dan anak. Tetapi kini, saya bisa
memahami perasaan ibu itu. Lalu saya maju menghampiri mereka, dengan
perlahan-lahan saya angkat anak laki-laki itu, lalu saya dekap dalam pelukan,
dengan suara pelan saya menenangkannya. Si anak masih terus menangis, tetapi
sang ibu sudah bisa melepaskan tangannya dan pergi, sebelum pergi si ibu
memandang saya dengan penuh terima kasih. Saya mengerti, dia juga mengerti.
Dalam sekejab itu perasaan sesama ibu bisa saling mengerti.
Sekolah Taman kanak kanak di Selandia Baru selama ini terkenal karena
teknik pengajarannya lebih hidup dan penuh semangat. Kami sebagai guru,
tanggung jawab kami juga tidaklah ringan, tidak hanya mengurusi sandang pangan,
akan tetapi masih harus mengerjakan setumpuk laporan pekerjaan.
Setiap hari dari pagi hingga malam tidak bisa santai, kadang juga
dibuat pusing kepala oleh anak anak. Anak berusia 3 – 4 tahun biasanya berlari
kesana kemari, kadang kadang bisa terjatuh, dan tidak dapat dihindari harus
melihat ekpresi wajah orang tua murid tersebut.
Setiap kejadian seperti ini, saya selalu merasa sedih, padahal kita
sudah berusaha semaksimal mungkin. Anak-anak kecil sesekali kali jatuh
sebetulnya juga tidak begitu masalah. Oleh karenanya setiap kali melihat ada
orang tua murid yang seperti itu, hati saya terasa tidak nyaman.
Sungguh tak terduga ternyata peristiwa seperti ini juga menimpa diri
saya sendiri. Pada suatu siang seorang guru anak saya dengan gugup dan
tergesa-gesa mendatangi saya dan memberitahu, bahwa anak saya terjatuh dari
pagar pelindung.
Melihat reaksi guru itu yang sangat kebingungan, saya merasa ingin
marah, tampaknya luka tidak ringan. Melihat anak saya menangis dengan badan
gemetaran kepalanya benjol besar dan hidungnya berdarah.
Pertama-tama yang ingin aku katakan adalah, “Bagaimana kalian menjaga
anak-anak?” Untunglah sebelum terucap keluar, perasaan saya perlahan tenang
kembali, ini adalah situasi yang biasa saya hadapi dan sekarang saya adalah ibu
dari anak.
Harus bagaimana? coba bayangkan jadi seorang guru tidaklah gampang, kita
adalah sesama guru, masak tidak bisa memahami mereka? Menjaga seharian
anak-anak, hanya sekejab terlewatkan, anak sudah mendapatkan masalah. “Tidak
masalah, tidak masalah, anak-anak memang begitu”, kata-kata menghibur keluar
dari mulutku, secara wajar, sangat tenang, guru itu juga sudah merasa agak
tenang, saya kembali menghiburnya dengan beberapa kata, dia rasanya ingin
menangis terharu.
Banyak cerita terjadi. Hanya diriku sendiri yang harus berbesar hati
dan memahami sehingga membuat saya berubah banyak sekali. Juga mengerti kita
jadi orang harus menempatkan diri sendiri pada posisi orang lain.
No comments:
Post a Comment