Tadi siang saya ke bengkel sepeda motor. Kecuali servis rutin juga ada
yang saya keluhkan secara khusus yaitu suara yang mengganggu kenyaman saya
waktu motor saya kendarai di jalan yang banyak lubang. Tentu maksud saya adalah
jalan yang rusak. Karena saya bukan ahli dalam hal memperbaiki sepeda motor
tetapi ingin menikmati berkendaraan dengan motor yang sudah bukan baru lagi
itu, tidak ada cara lain kecuali ke bengkel ahlinya.
Sementara saya menunggu giliran motor saya ditangani, saya berbicara
dengan seseorang yang berkepentingan sama dengan saya. Kebanyakan orang punya
naluri yang sama, yaitu mudah akrab ketika mempunyai kepentingan yang sama.
Demikian juga saya dengan orang ini. Tanpa saling mengenal sebelumnya, bahkan
tahu nama masing-masing sekalipun, kami sudah bisa ngobrol dengan santainya.
Tentu tentang motor yang bermasalah.
Berikut sebagian percakapan kami yang punya kesan khusus:
Dia: “Padahal motor saya masih terhitung baru lho pak. 2015 lho”.
Saya: “Servisnya juga rajin?”
Dia: “Who… terasa kurang enak sedikit saja langsung saya bawa ke sini”.
Saya: “Jadi baikkah kemudian?”
Dia: “Sepertinya nggak mungkin kembali seperti semula”.
Saya: “Sekalipun semua sudah diganti?”
Dia: “Ya. Kecuali ganti STNK dan BPKB-nya…..”, dia tertawa dan saya
mengerti maksudnya, yaitu beli sepeda motor baru.
**************
Mekanik: “Sudah pak (maksudnya perbaikan sudah selesai dilakukan), tapi
tidak bisa kembali seperti baru, paling tidak lebih baik dari tadi lah…..”.
Dia: “Ya…… tidak apa-apa, saya mengerti,” kelihatannya dia seorang sosok
yang bijak.
**************
Akhirnya sepeda motor saya selesai juga. Saya langsung pulang. Dari
percakapan di bengkel tadi saat saya melewati jalan rusak yang harus saya
lewati tanpa ada pilihan lain, saya ingat lagi bincang-bincang santai itu.
Jalan ini entah berapa kali telah diperbaiki. Tetapi rasanya bukan semakin baik
tetapi semakin parah. Mungkin hujaman deras hujan yang sering turun lebih
sering dibandingkan pengaspalan jalan yang hanya beberapa tahun sekali.
Perjalanan saya terhenti karena ada iring-iringan pengantar jenazah yang
berjalan kaki mengangkut keranda. Ekspresi mereka berbeda-beda. Ada yang
bergurau, ada yang berbincang serius entah tentang apa, tetapi juga ada yang
menangis sesegukan. Yang terakhir saya sebut ini pastilah keluarga si jenazah.
**************
Saya tidak mengerti, mengapa hari ini saya begitu sensitif pada beberapa
hal yang saya temui. Sepeda motor yang tidak mungkin kembali seperti baru
walaupun diperbaiki, jalan yang lagi-lagi rusak walaupun berulangkali diperbaiki,
jenasah dan ibu yang menangis dengan anak di gendongannya.
Saya ingat konsep tentang alam semesta yang saya baca dalam buku
tulisan Mr. Li Hongzhi yang berjudul ‘Zhuan Falun’: ‘terbentuk-bertahan-rusak-musnah’.
Segala sesuatu akan musnah setelah tiba waktunya. Memperbaiki hanyalah sebuah
upaya memperpanjang fase ‘bertahan’ menuju ke’musnah’an atau bagi manusia
sebagai individu cuma memperpanjang masa ‘tua dan sakit’ sebelum ke’mati’annya.
Itulah hukum alam yang tidak berjalan mundur.
No comments:
Post a Comment