Seorang guru Zen
dan muridnya bermaksud menyeberangi sebuah sungai deras.
Satu-satunya
jembatan yang biasa digunakan rusak akibat banjir. Terpaksa mereka harus
berjalan di sungai deras itu.
Ketika mereka
akan melangkah ke dalam sungai, datanglah seorang gadis cantik yang juga
bermaksud menyeberangi sungai. Raut wajahnya tampak cemas. Merasa kasihan pada
gadis itu, sang guru bertanya, "Ada apa nona?"
Jawab gadis
cantik itu sambil terisak-isak, "Guru, aku harus segera pulang. Tapi aku
takut melintasi sungai yang deras ini. Aku tak bisa berenang. Aku takut
tenggelam."
Guru tersenyum
pada gadis itu. Ia menawarkan jasa baik, "Kebetulan kami juga akan
menyeberangi sungai ini. Kalau begitu, mari saya antar nona ke seberang
sana."
Gadis itu
mengangguk setuju. Kemudian guru menggendong gadis itu menyeberangi sungai
deras. Perjalanan itu sungguh tidak mudah. Ketinggian air hampir mencapai dada.
Saking takutnya, si gadis memeluk erat-erat guru. Sedangkan sang murid berjalan
di belakang sambil mengamati gurunya dengan penuh tanda tanya.
Akhirnya mereka
sampai juga di seberang sungai. Gadis itu tersenyum senang. Ia memberi hormat
pada guru dan murid itu sambil mengucapkan beribu-ribu terima kasih. Kemudian
mereka berpisah. Guru dan murid melanjutkan perjalanannya.
Sepanjang
perjalanan berbagai pertanyaan bergolak di benak sang murid, hingga akhirnya,
setelah sekian lama berjalan, ia sudah tak tahan lagi untuk bertanya,
"Guru, kita adalah bhikshu. Bukankah kita tidak boleh dekat-dekat dengan
wanita? Namun mengapa tadi guru melakukan hal itu?
Guru balik
bertanya, " Wanita apa maksudmu, wahai kawan?"
Murid menjawab,
"Wanita yang kau gendong saat menyeberangi sungai."
Lalu sang guru
tersenyum, katanya, "Kawan, saya sudah tidak menggendongnya sejak dari
tadi, tapi mengapa kamu masih menggendongnya dalam pikiranmu."
-------------------------------------------
"Yang
menggendong si gadis ke seberang sungai tidak menggendong disertai nafsu. Ia
berlaku spontan dan masa bodoh. Justru si muridlah satunya yang membawa serta
nafsu sepanjang jalan." demikian ujaran Zen.
("The Book
of ZEN - Freedom of The Mind", Tsai Chih Chung)