Seringkali orang yang senantiasa mendapatkan perlakuan dan perhatian yang baik dari seseorang, ia akan menganggap kebaikan itu sebagai suatu hal yang biasa, tidak menghargainya dan tidak berterima kasih, karena ketika pagi hari sudah cukup terang, maka keberadaan matahari sudah dianggap tidak diperlukan lagi.
Orang Yahudi mempunyai cerita yang mengatakan begini: Suatu hari ada orang yang bertanya kepada seorang tua, di antara matahari dan rembulan manakah yang lebih penting? Orang tua tersebut berpikir sangat lama sekali lalu dia menjawab, “Rembulan, rembulan lebih penting.”
“Mengapa?”
“Karena rembulan mengeluarkan cahaya pada malam hari, dan saat malam hari kita sangat membutuhkan sinar cahaya itu, sedangkan pada pagi hari sudah cukup terang, dan matahari masih bersinar pada saat itu.”
Mendengarkan cerita ini mungkin Anda akan menertawakan cara berpikir orang tua tersebut, akan tetapi apakah Anda tidak merasakan bahwa kebanyakan orang juga berpikiran demikian?
Seseorang yang setiap hari memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada Anda, Anda akan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, Anda tidak akan merasakannya sebagai sesuatu yang istimewa.
Tetapi jika ada orang asing yang memberikan perhatian kepada Anda, Anda akan menganggap orang tersebut adalah orang yang sangat baik. Terhadap ayah dan ibu, suami atau istri yang selalu berkorban untuk Anda, Anda selalu merasakan pengorbanan itu sudah layak dan sepantasnya, bahkan terkadang masih merasakan tidak puas.
Tetapi begitu ada orang lain melakukan perbuatan yang serupa, Anda akan merasa luar biasa senang, perasaan gembira yang bercampur aduk dengan sedikit gelisah karena secara tak terduga diperlakukan terlalu baik, lalu Anda akan merasa sangat berterima kasih kepada dia. Bukankah hal itu sama kacaunya dengan cara berpikir “Bersyukur kepada rembulan dan menyangkal matahari”?
Ada seorang anak perempuan setelah bertengkar dengan ibunya, dia merasakan sangat kesal lalu dia pergi meninggalkan rumah. Dalam hati dia memutuskan tidak akan pulang ke rumah lagi karena dia sangat membenci rumah itu!
Satu harian penuh, dia berkeliaran di luar tanpa arah tujuan, perutnya mulai merasakan sangat lapar, tetapi saat meninggalkan rumah ia tidak membawa uang sama sekali, dan dia merasa gengsi pulang ke rumah untuk makan.
Keadaan ini berlanjut hingga malam hari, ketika dia berjalan sampai di sebuah warung di pinggir jalan yang menjual mie, dia mencium bau mie yang sangat harum, benar-benar membuatnya bertambah lapar, tetapi sayang sekali dia tidak membawa uang oleh karena itu dia hanya bisa menahan keinginannya itu dengan menelan ludahnya sendiri.
Mendadak, pemilik warung bertanya dengan ramah, “Nona, apakah Anda ingin makan mie?”
Dengan rasa sangat malu dia menjawab, “Ya. Tetapi … saya tidak membawa uang…..”
Mendengarkan jawabannya ini pemilik warung itu lalu tertawa, “Ha ha ha, tidak apa-apa, anggaplah hari ini saya yang mentraktir Anda!”
Anak perempuan itu hampir saja tidak berani mempercayai telinganya sendiri, dia lalu mengambil tempat duduk. Tidak lama kemudian, mie dihidangkan di hadapannya, lalu dia menyantap mie itu dengan nikmat dan lahap, sambil berkata, “Tuan pemilik, Anda sungguh seorang yang baik!”
Pemilik itu berkata, “Ah? Mengapa Anda berkata begitu?”
Anak perempuan itu melanjutkan menjawab, “Memang demikian adanya! Kita tidak saling mengenal, tetapi Anda begitu baik terhadap saya, tidak seperti ibu saya yang sama sekali tidak memahami pikiran dan kebutuhan saya, sungguh menjengkelkan sekali!”
Pemilik kedai mie itu tertawa lagi, “Nona, saya hanya memberikan Anda semangkuk mie saja, Anda sudah merasakan begitu bersyukur kepada saya, kalau begitu kepada ibumu yang telah memasakkan nasi untuk Anda selama dua puluh tahun lebih, bukankah Anda seharusnya lebih berterima kasih kepada dia?”
Mendengar penuturan pemilik kedai itu, anak perempuan itu segera tersadar bagaikan baru terbangun dari tidur, air matanya berderai keluar! Mie yang masih sisa setengah mangkuk sudah tidak sanggup ditelannya lagi, dia segera berlari pulang ke rumah.
Dia baru tiba di depan mulut kampung, sudah nampak ibunya dari kejauhan, yang sedang berdiri di depan rumah menengok ke sana kemari dengan sangat gelisah, hatinya segera menjadi sangat sedih sekali!
Dia mempunyai banyak kata-kata maaf yang ingin sekali disampaikannya kepada ibunya. Mulut belum sempat dia buka, dia sudah melihat ibunya datang menyambut dirinya, “Aduh! Seharian penuh engkau pergi ke mana saja? Sungguh membuat ibu khawatir sekali! Ayo, masuklah dan cuci tanganmu, lalu santaplah makan malammu.”
Malam hari itu, anak perempuan tersebut barulah menyadari secara mendalam kasih sayang ibunya terhadap dirinya.
Matahari selalu berada di sana, senantiasa memberikan sinar terang dan kehangatannya kepada kita semua, tetapi banyak dari kita telah melupakan jasanya.
Demikian pula kita sering mengabaikan orang-orang di sekeliling kita yang mengasihi kita. Tatkala orang-orang yang mengasihi kita itu masih berada di dekat kita, kita seringkali lupa akan kehangatan dan kasih sayang yang telah diberikan oleh mereka.
Biasanya kita baru tersadar saat mereka sudah tidak mendampingi kita lagi, saat itu tentu sudah terlambat untuk membalas budi mereka. Untuk itu cepatlah sadar, waktu tidak akan kembali. Sudahkah kita bersikap sebagaimana mestinya kepada orang-orang yang mengasihi kita?
Orang yang senantiasa mendapatkan perlakuan dan perhatian yang baik dari seseorang, ia akan menganggap kebaikan itu sebagai suatu hal yang biasa, tidak bisa menghargainya dan tidak berterima kasih.
Karena pagi hari sudah cukup terang, mereka lalu menganggap bukankah matahari itu berlebihan?
No comments:
Post a Comment