Semua orang memiliki senapan
serbu dan pistol. Sebelum mulai, kenalan lamaku dari Suku Nakhi (sebuah suku
yang tinggal di kaki Gunung Himalaya, Tibet) ingin ikut bersama kami. Karena
salju semakin tebal di jalan, truk kami akhirnya tidak dapat berjalan. Kami
tidak bisa bergerak maju atau mundur, karena truk akan meluncur menuruni
gunung. Kami semua turun dari truk dan berusaha mencari cabang pohon untuk
menahan roda belakang.
Pada saat yang sama, kami melihat
gerombolan hewan berwarna kuning cokelat berjarak 200 meter dari kami, perlahan
bergerak mendekat. Kami tidak dapat memastikannya. Mereka pasti bukan hewan ternak ataupun
kumpulan serigala, karena serigala di utara berwarna keabu-abuan.
Tiba-tiba orang Nakhi berteriak,
“Cepat masuk kedalam truk! Mereka kawanan serigala lapar! “
Kami masuk ke truk, dengan roda
masih berputar. Kemudian kami melihat kawanan serigala semakin banyak. Delapan
diantaranya terlihat perutnya kosong dan kakinya kurus. Ketika teman saya, Wu,
mencoba menembak serigala dengan senapan, orang Nakhi itu berteriak, “Apa yang
kamu lakukan?”
Dia merebut senapan dari tangan
Wu dan berkata, “Anda tidak boleh menyulut api. Sia-sia saja karena mereka akan
sembunyi di bawah truk ketika mereka mendengar suara atau masuk ke dalam hutan.
Jika itu terjadi, kita menjadi hidangan empuk. Serigala-serigala itu akan
mengunyah ban truk dan mengumpulkan lebih banyak kawanan untuk menyerang kita.”
“Apa yang harus kita lakukan?”
tanyaku panik.
Orang Nakhi menjawab, “Jangan
cemas, salju memblok gunung dan kawanan serigala kelaparan. Mereka semakin
menggila. Apakah kita memiliki makanan di truk?”
“Ya”, jawab kami serempak.
“OK, buang makanan ke mereka,”
perintah pria Nakhi itu.
Kami semua melemparkan daging
asap, ham, dan dendeng rusa. Serigala-serigala menyerbu dan memakannya dengan
lahap. Mereka kemudian duduk berbaris dan melihat pintu truk. Pria Nakhi itu
berteriak lagi, “Makanan lainnya!”
Kami membuang 100 kilogram lebih
daging dari truk kami! Kemudian melemparkan sekitar 50 kilo lagi. Aku ingin
sekali menangis. Kawanan serigala tersebut kembali menyerbu pasokan daging tapi
kini mereka makan lebih lambat. Kami bisa melihat perut mereka mulai penuh.
Dalam waktu singkat, mereka habis melahap semuanya dan melihat ke arah pintu
truk lagi.
“Ada makanan lagi?” tanya pria
Naxi itu. “Jangan simpan apapun, Habiskan simpanan makanan dalam truk. Kita
bisa membeli lebih banyak lagi saat berada di kota.”
Aku berpikir, “Apakah kami bakal
mendapat kesempatan untuk kembali” Kami melemparkan semua makanan termasuk
dendeng rusa favorit kami. Delapan serigala melahap semua daging, tetapi mereka
hanya mengendus lusinan paket biskuit.
Kami menyadari bahwa perut
kawanan serigala itu cukup penuh, cahaya bersinar lembut di
mata mereka, dan mereka tidak lagi duduk membentuk barisan lurus. Salah satu
dari mereka mengitari truk dua kali dan kemudian berlari ke depan truk. Setelah
beberapa saat, ia memimpin ketujuh serigala lain dan berlari masuk ke hutan.
Kami melupakan rasa kecewa dan
mulai mendorong truk sekali lagi. Tidak membantu, mungkin kami harus bermalam
di sana. Kemudian delapan serigala besar keluar dari hutan dan menuju ke jalan.
Anehnya, setiap serigala membawa ranting di mulutnya. Kami tidak tahu apa yang
mereka lakukan, jadi kami masuk kembali ke truk untuk mengamati mereka.
Dalam sekejap, kawanan serigala
meletakkan ranting-ranting tersebut di belakang roda belakang. Aku berteriak
gembira, “Kawanan serigala datang untuk membantu kita.”
Serigala itu mendengar teriakanku
dan menatapku. Mereka terlihat tidak buas. Kedelapan serigala itu langsung
merangkak di bawah truk. Lalu aku melihat salju keluar dari kedua sisi
truk, butiran salju menuruni gunung dan
beberapa menumpuk di pinggir jalan. Setelah beberapa saat, delapan serigala
keluar dari bawah truk dan berlari ke arah depan. Dengan kepala menghadap satu
arah dan ekor menghadap bagian depan truk sambil berdiri dalam satu baris,
mereka mendorong salju dengan mulut mereka. Lalu saling berhadapan, empat pada
setiap sisi truk, mereka menendang salju-salju keras itu dengan kaki belakang
mereka — perlahan-lahan permukaan jalan terlihat.
Air mata membasahi pipi, dengan
gembira aku berkata pada Wu, “Kawanan serigala membantu kita mengeruk salju.
Cepat nyalakan mesin truk.” Dan truk akhirnya bisa berjalan. Pria Nakhi itu
memeluk kami.
Ketika truk bergerak maju,
serigala-serigala melompat-lompat sambil memungut ranting-ranting dari tanah.
Setiap kali truk berjalan di atas salju tebal, serigala meletakkan
ranting-ranting di bawah dan mengulangi apa yang mereka lakukan sebelumnya. Hal
ini terulang sekitar belasan kali hingga kami melaju lebih dari satu mil dan
mencapai puncak gunung.
Setelah kami berada di puncak
gunung, kawanan serigala tidak lagi memegang ranting di mulut mereka tapi duduk
membentuk satu baris. Tapi kali ini, salah satu dari serigala terlihat lelah.
No comments:
Post a Comment