Beberapa
perusahaan mewajibkan karyawannya untuk tersenyum, terutama bagi yang berada di
posisi front liner alias berhubungan langsung dengan klien atau
pelanggan. Tujuannya tak lain untuk memberi kesan ramah dan bersahabat,
sehingga klien dan pelanggan merasa nyaman.
Namun
penelitian menunjukkan, senyum yang tidak berasal dari hati justru akan memicu
rasa letih secara emosional. Akibatnya karyawan tersebut mudah mengalami
gangguan mood atau suasana hati, lalu memutuskan untuk berhenti bekerja.
“Atasan
selalu berpikir jika karyawan disuruh tersenyum maka kinerjanya akan meningkat.
Padahal kenyataanya tidak selalu demikian”.
Dalam
jangka pendek, senyuman memang bisa memperbaiki suasana hati bagi yang merasa
kurang bersemangat. Namun dalam jangka panjang, perasaan asli tidak akan bisa
dibohongi dan emosi negatif yang dipedam terlalu lama bisa meledak
sewaktu-waktu.
Tersenyum
adalah cara manusia mengungkapkan kebahagiaan. Namun jika dipaksakan, efeknya
justru memicu rasa tertekan bagi siapapun yang melakukannya. Dibandingkan pria,
wanita cenderung lebih menderita ketika harus pura-pura tersenyum.
Membandingkan
senyum asli yang ia sebut dengan ‘deep acting‘ dengan senyum palsu atau
‘surface acting‘ di antara para karyawan dalam waktu 2 pekan. Hasilnya
menunjukkan, karyawan yang melakukan senyum palsu cenderung lebih rentan
depresi di kemudian hari.
Efek
tersebut juga tampak lebih menonjol pada karwayan wanita dibandingkan pria.
wanita cenderung lebih perasa sehingga butuh ruang gerak yang lebih longgar
untuk mengekspresikan beragam emosi yang dirasakannya sewaktu-waktu.
Sumber
: Detik
No comments:
Post a Comment