Awalnya aku iri padamu kawan. Aku
iri pada semua anak di dunia yang memiki orang tua yang menyangi anaknya dan
selalu ada waktu untuk keluarganya. Bisa mengobrol dangan ayah itu pasti asyik.
Atau bisa curhat pada ibu juga pasti lebih melegakan daripada curhat kepada
teman.
Tetapi tidak dengan orangtuaku. Ya,
orangtuaku. Mereka adalah manusia super sibuk. Ibuku setiap pagi harus pergi
mengajar anak anak lain sepertiku, dan pulang di siang hari. Dan malamnya ia
pakai untuk mengerjakan tugas tugasnya sebagai guru, memeriksa tugas dan
ulangan mereka. Dan sisa waktu luangnya ia gunakan untuk meregangkan otot
ototnya.
Tidakkah ia ingat denganku yang
masih remaja dan membutuhkan perhatian lebih? Aku ini remaja labil kawan,
sedikit di sentuh langsung terjatuh. Aku butuh ibu yang bisa mendengarkan semua
cerita dan keluh kesahku. Dan yang lebih menyakitkan bagiku adalah ketika aku
melihat ibuku sedang mengajar anak anak sepertiku, ia terlihat begitu perhatian
kepada anak anak itu. Tetapi tidak denganku. Ya , tidak denganku.
Terlebih lagi ayahku, ia lebih sibuk
dari ibuku. Ia terkadang pergi di pagi buta dan pulang malam hari. Atau
terkadang pulang sore hari atau siang hari, atau … ah sudahlah tak akan
kutuliskan jadwal keseharian ayahku karena aku pun tidak mengerti dengan jadwal
ayahku yang tidak tentu itu. Mengingat pekerjaanya sebagai salah satu orang
yang berwenang di perusahaannya dan tidak memiliki waktu yang mengikat, dan
mengingat perannya yang cukup penting di masyarakat membuatnya harus selalu
menyediakan waktu untuk masyarakatnya. Lalu sisa waktu luangnya di rumah ia
gunakan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Maka di rumah ia hanya duduk
di depan laptop hitamnya atau tidur untuk meregangkan otot ototnya. Ketika aku
mencoba mengobrol dengannya, iya hanya menjawab “hmm” lalu beberapa saat diam,
lalu berkata “tadi bilang apa?’ lalu sibuk mengetik dan manatap layar kaca
laptopnya.
Kawan, sakali lagi kukatakan padamu,
aku ini remaja labil. Aku butuh seorang lelaki yang bisa membuat aku tertawa
dan melupakan tumpukkan tugas dan pr dari sekolahku untuk beberapa saat.
Ya, aku iri padamu kawan. Sampai
suatu saat ketika sebentar lagi umurku akan merubah statusku. Dari remaja
menjadi dewasa. Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesis. Kira kira
berapa umurku saat itu? Yap . 16 tahun kawan.
Saat itu, saat aku berusia 16 tahun.
aku bicara dengan ayah dan ibuku. Kali ini kami saling menatap wajah, aku
mengobrol banyak hal pada mereka. Aku tanyakan semua pertanyaan yang selalu
kupendam selama ini. Rasanya nyaman kawan. Nyaman sekali rasanya bisa mengobrol
dengan ayah dan ibu, tetapi, walaupun aku senang, saat itu aku melihat wajah
ayah dan ibuku dengan seksama. Kau tau kawan? Mata mereka kini tidak lagi cerah
seperti dulu, matanya menyiratkan kelelahan, kulit mereka tidak lagi segar,
kini mulai tumbuh keriput keriput kecil di sisi mata kanan dan kirinya.
Ya Tuhan, saat itu aku berpikir…
apakah wajah kelelahan itu untukku? Ya kawan, semuanya untukku. Setiap hari mereka
berjuang untukku, berjuang agar aku bisa sekolah dan menabung untuk uang
kuliahku. Dan karena aku tidak menyadari semua itu, aku biarkan ayahku
mengambil rapor sekolahku dengan nilaiku yang tidak memuaskan. Tapi apa katanya
kawan? “tak apa apa nak, masih ada semester depan, belajarlah yang rajin ya”
ya, itulah yang ia katakan. Ia selalu memotivasiku.
Maka pantaskah aku berharap untuk
dibuat tertawa oleh mereka? Pantaskah aku jejali hari hari melelahkan mereka
dengan cerita ceritaku yang membosankan? Seharusnya aku yang membuat mereka
bahagia dan membuat mereka tertawa. Ya, aku seharusnya berpikir lebih dewasa.
Ayah, ibu, maafkan aku.
Dan detik itu juga kawan, aku tidak
berpikir bahwa aku iri padamu, tapi aku bangga karena aku punya orangtua
terbaik di dunia.
URL. WWW.PEMULIHAN JIWA.COM