Biasanya sepulang sekolah Andy seorang diri
berjalan kaki ke tempat lesnya, sebelum masuk ke ruang les, lebih dahulu
membeli minuman di mini market dekat sana.
Minggu lalu, selama beberapa hari selalu turun
hujan. Hujan sebentar turun sebentar reda. Hari itu seperti biasanya Andy
mampir dulu ke mini market untuk membeli minuman. Setelah membeli minuman, keluar
mini market ternyata hujan telah reda, Andy tidak ingin membawa payungnya dalam
keadaan basah ketempat les. Oleh karena itu dia meninggalkan payung di tempat
yang sudah tersedia depan mini market. Nanti seusai les, setelah ibunya datang
menjemput, ia baru akan mengambil payung itu.
Usai les, ibunya datang menjemput tepat pada
waktunya. Andy berkata pada ibunya, “Ibu, bisakah mampir sebentar di mini
market untuk ambil payung, tadi saya tinggalkan di sana.”
“Benarkah? Payung itu kan bermerek dan mahal harganya,
kalau hilang bagaimana? Ibu sungguh salut padamu bisa meninggalkan payung itu
di sana,” kata ibunya dengan sedikit kesal.
Setibanya di sana, Andy turun dari mobil
sedang ibunya menunggu di mobil. Tak lama kemudian tampak Andy menggerakkan
tangan memberi isyarat kepada ibunya bahwa payungnya telah hilang.
“Heran, payungnya hilang, mana mungkin bisa
hilang. Mana mungkin hilang?” kata Andy dengan penuh keheranan.
Ibunya juga menunjukkan keadaan yang tidak
bisa berbuat apa-apa, terhadap anak kecil yang begitu polos, tidak tahu apakah
harus dipersalahkan atau tidak. Sebuah payung yang begitu ringan dan
praktis . . . .
Jika ada orang ingin mengambilnya tentu dengan sangat mudahnya
bisa dibawa pergi. Sungguh tidak tahu apakah anak kecil yang begitu polos harus
disalahkan atau tidak.
Tetapi Ibunya tidak tahan untuk mengucapkan
beberapa kata kepada Andy, ”Sudah pasti diambil orang, itu adalah payung yang
bermerek, jika seseorang ingin mengambilnya tentu dengan sangat mudah dibawanya
pergi.”
Saat itu Andy mengucapkan kata-kata yang
membuat ibunya merasa senang sekaligus merasa malu.
Andy berkata, ”Si Biru pasti tidak akan sedih
diambil orang.” Andy terbiasa menggunakan warna untuk memberi nama payung.
Ibunya dengan heran bertanya, “Bagaimana kamu
bisa tahu kalau si Biru tidak sedih? Sekarang dia telah meninggalkan kita, kamu
tadi telah melemparkannya di mini market, dia pasti mengira kamu sudah tidak
menginginkannya lagi.”
Andy menjawab, “Tidak akan begitu, sekarang si
Biru pasti gembira. Karena baru saja turun hujan lebat, orang yang membawanya
pergi pasti tidak membawa payung barulah membawa si Biru pergi.”
“Si Biru pasti tahu dia telah menolong orang
yang tidak membawa payung itu, membuat orang itu tidak sampai terguyur basah
oleh hujan. Membantu orang seharusnya bergembira, makanya si Biru tidak mungkin
bersedih.”
Pikiran anak begitu lurus dan murni.
Kehilangan sebuah payung, perasaan hatinya sangatlah positif. Sebaliknya di
dalam benak kita terbersit pertanyaan, mengapa orang itu mengambil barang yang
bukan miliknya. Apakah dia tidak tahu kalau itu bukan milik sendiri tidak boleh
diambil sesuka hati, walaupun hanya sebuah payung.
Tetapi anaknya bisa berpikir bahwa payung itu
sedang memberi pertolongan kepada orang yang tidak membawa payung, untuk
menghindarkan orang tersebut basah kehujanan.
Di saat menghadapi suatu masalah yang sama,
anak kecil dan orang dewasa seringkali punya pandangan yang berbeda juga
perasaan hati yang berbeda.
Dalam masalah ini, nampak pikiran anak kecil
yang begitu tulus dan polos. Ia tidak menggunakan pandangan nilai untuk
menimbang hasil dari sebuah peristiwa, sedang orang dewasa sering kali mudah
menggunakan “untung rugi” untuk melihat proses dan hasilnya dalam suatu
peristiwa.
Saya mengira segala sesuatu kejadian jika kita
menggunakan sudut pandang yang positif untuk berpikir, akibat yang dihasilkan
pastilah berbeda, hasil yang didapatkan pasti juga diluar dugaan orang.
Saya pikir ini adalah apa yang disebut dengan
Pikiran Lurus!
No comments:
Post a Comment