Jun 18, 2013

TANDA SERU KEKAGUMAN



Dalam perjalanan hidup yang panjang ini, keajaiban itu bisa terlihat dimana-mana, sungguh-sungguh penuh dengan tanda seru kekaguman, Apakah Anda pernah menemukannya?

Kring! Kring! Kring! suara telepon berdering, bagai sedang mengingatkan atau berpesan. Begitu telepon diangkat, ternyata penjaga yang akrab dipanggil Pak Joko, tak jemu-jemunya memberikan informasi kepada rekan sejawat bahwa ada bingkisan di pos penjaga yang siap diambil.

Penjaga sekolah tersebut sudah mengabdi empat tahun di sekolah ini, dia rajin bekerja dan memiliki keramahan hati, serius dan bertanggung jawab, bukan saja mendapatkan pujian di sekolah, orang-orang di luar sekolah juga memujinya.

Saat membicarakan lagi dengan seorang teman tentang ketulusan hati, pengertian dan simpati dari penjaga tersebut, saya baru mengetahui bahwa penjaga yang sudah berusia tengah baya tersebut ternyata pernah menjadi seorang penanggung jawab di sebuah perusahaan bangunan. Setelah pensiun, dia mengabdi di sekolah itu.

Dalam hati saya berpikir, bisa jadi Pak Joko ini tidak mengerti puisi yang ditulis Ji Bolun, penyair kenamaan Tiongkok kuno, “Anda yang bekerja tiada henti, barulah benar-benar pecinta kehidupan ini, melalui bekerja mencintai kehidupan ini, adalah arti yang paling dalam dari mendekatkan diri dengan kehidupan.”

Nampaknya Pak Joko seorang pelaku tulen yang bersungguh-sungguh dan mantap, merealisasikan, “Suatu mimpi tanah luas yang paling jauh dan dalam.” Setiap hari dia terlihat sangat bersemangat dan berseri-seri, berjalan mondar-mandir di  koridor yang berliku-liku, dan di halaman sekolah dengan suka ria.

Seperti sebuah tanda seru yang sepenuhnya mengungkap antusiasme, penuh dengan vitalitas dan kegembiraan, membuat orang lain juga tergugah semangatnya, seperti kata-kata dari seorang penyair, “Jika Anda bekerja dengan perasaan cinta dengan pekerjaan itu, maka Anda akan membuat diri sendiri, orang lain dan Dewa, bergabung erat menyatu.”

Guru Irma, sudah pensiun selama beberapa tahun, adalah sebuah tanda seru lain yang menambah kecerdasan. Kebetulan hari itu saya berjumpa dengannya di depan kantor administrasi sekolah, dia hendak menyelesaikan urusan pribadinya.

Penampilannya berbeda sekali dengan dulu yang selalu mengerutkan dahi, tegang dan sibuk. Kini dia berpenampilan sangat ceria, berjalan dengan langkah perlahan dan santai di depan saya, menjadi sangat kontras dengan halaman sekolah yang kacau dan sesak ini, sehingga bisa menarik perhatian orang lain.

Kegembiraan hati ketika bersua kembali setelah lama tidak bertemu, membangkitkan obrolan segala hal di masa lalu dan sekarang. Begitu topik pembicaraan dibuka, obrolan mengalir deras. Dalam seluruh proses pembicaraan, dia bersikap sangat riang dan optimis, membuat tawa kita tiada henti saat berdialog.

Dia bercerita tentang semua hal-hal kecil setelah pensiun. Setiap hari membaca dan menulis, mengurus urusan rumah tangga, saat ada waktu senggang ia akan menemani suami pergi bertamasya, mencicipi segala masakan yang lezat. Kadang kala pergi menjaga cucu, tetapi mutlak tidak mencampuri segala urusan anaknya yang sudah berkeluarga, menjadi “manusia berhati lepas dan tenang” sepenuhnya.
Masa tua yang tenang dan berpandangan luas serta lapang dada adalah demi kehidupan kita di paruh abad yang berikut ini agar tercipta lebih banyak keleluasaan dan kegembiraan. Ternyata waktu selain bisa mengikis masa muda kita, dia juga bisa memperkaya kecerdasan. Bila bisa menua secara bebas dan bersahaja adalah orang yang mempunyai keberuntungan besar, sedangkan Ibu Guru Irma, tepat adalah orang yang memiliki keduanya (bebas dan bersahaja), jadi bagaimana dia tidak membuat orang menjadi kagum dan iri hati?

Setiap kali menjumpai Ibu Hani, seorang relawan pembina, selalu membuat orang merasa hormat dan terharu. Anak Ibu Hani yang bungsu akan lulus dari perguruan tinggi, sedangkan Ibu Hani masih sebagai relawan yang mengatur penyeberangan anak-anak SD dan SMP alumni anaknya dulu.

Ia sudah melakukan pekerjaan itu selama puluhan tahun. Tidak peduli musim hujan atau panas yang terik, pagi atau sore hari, kita selalu dapat melihat bayangan tubuhnya yang lincah dan terlatih, serius dan rajin. Selain itu ia juga menjadi relawan yang mengantar pengunjung yang ingin melihat pameran atau menjaga ketertiban. Ia selalu terlihat sangat sibuk namun dengan ekspresi penuh semangat dan berseri-seri.

Ibu Hani adalah sebuah tanda seru bagi “pengabdian dan pengorbanan”, dia mendatangkan perhatian dan kehangatan. Ji Bolun, sastrawan kuno Tiongkok berkata, “Ada sebagian orang yang mempersembahkan kesenangan, maka kesenangan itu juga adalah imbalan baginya.”

Penyair Ji berkata, “Ada sebagian orang mempersembahkan, bukan hanya tidak mengerti dengan  kesengsaraan dari persembahan itu, juga tidak mengejar kesenangan, lebih-lebih tidak mempunyai pikiran berbuat kebaikan. Persembahan mereka ini bagaikan bunga harum semerbak yang tumbuh di lembah sunyi nan jauh. Para dewa seringkali meminjam tangan orang-orang tersebut untuk berbicara, lewat sepasang mata mereka, tersenyum pada bumi.”

Tidak heran jika selama bertahun-tahun ini dia selalu nampak muda dan bersahaja. Pepatah mengatakan, “Lebih beruntung memberikan daripada menerima.” Diam-diam saya memanjatkan puji syukur, berharap dia akan selalu sehat dan selamat, untuk mempersembahkan pengabdian sepenuhnya!

Semua orang yang mengerti maupun belum, sedang berusaha keras menuliskan bagian kehidupan mereka yang menarik, untuk dibubuhi dengan tanda seru. Jika begitu mengapa kita harus tampil kusut dan kendor, tidak mau melangkah untuk maju ke depan?

Tidak perlu berapi-api, juga tidak perlu yang menggemparkan dunia. Asalkan bisa menampakkan bagian dari kita sendiri yang terbaik dengan teguh dan sebenarnya, sudah cukup untuk menciptakan keindahan dalam dunia ini, menambah corak hidup bagi kehidupan kita!


No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search