Dalam perjalanan hidup yang panjang ini,
keajaiban itu bisa terlihat dimana-mana, sungguh-sungguh penuh dengan tanda
seru kekaguman, Apakah Anda pernah menemukannya?
Kring! Kring! Kring! suara telepon berdering,
bagai sedang mengingatkan atau berpesan. Begitu telepon diangkat, ternyata
penjaga yang akrab dipanggil Pak Joko, tak jemu-jemunya memberikan informasi
kepada rekan sejawat bahwa ada bingkisan di pos penjaga yang siap diambil.
Penjaga sekolah tersebut sudah mengabdi empat
tahun di sekolah ini, dia rajin bekerja dan memiliki keramahan hati, serius dan
bertanggung jawab, bukan saja mendapatkan pujian di sekolah, orang-orang di
luar sekolah juga memujinya.
Saat membicarakan lagi dengan seorang teman
tentang ketulusan hati, pengertian dan simpati dari penjaga tersebut, saya baru
mengetahui bahwa penjaga yang sudah berusia tengah baya tersebut ternyata
pernah menjadi seorang penanggung jawab di sebuah perusahaan bangunan. Setelah
pensiun, dia mengabdi di sekolah itu.
Dalam hati saya berpikir, bisa jadi Pak Joko
ini tidak mengerti puisi yang ditulis Ji Bolun, penyair kenamaan Tiongkok kuno,
“Anda yang bekerja tiada henti, barulah benar-benar pecinta kehidupan ini,
melalui bekerja mencintai kehidupan ini, adalah arti yang paling dalam dari
mendekatkan diri dengan kehidupan.”
Nampaknya Pak Joko seorang pelaku tulen yang
bersungguh-sungguh dan mantap, merealisasikan, “Suatu mimpi tanah luas yang
paling jauh dan dalam.” Setiap hari dia terlihat sangat bersemangat dan
berseri-seri, berjalan mondar-mandir di
koridor yang berliku-liku, dan di halaman sekolah dengan suka ria.
Seperti sebuah tanda seru yang sepenuhnya
mengungkap antusiasme, penuh dengan vitalitas dan kegembiraan, membuat orang
lain juga tergugah semangatnya, seperti kata-kata dari seorang penyair, “Jika
Anda bekerja dengan perasaan cinta dengan pekerjaan itu, maka Anda akan membuat
diri sendiri, orang lain dan Dewa, bergabung erat menyatu.”
Guru Irma, sudah pensiun selama beberapa
tahun, adalah sebuah tanda seru lain yang menambah kecerdasan. Kebetulan hari
itu saya berjumpa dengannya di depan kantor administrasi sekolah, dia hendak
menyelesaikan urusan pribadinya.
Penampilannya berbeda sekali dengan dulu yang
selalu mengerutkan dahi, tegang dan sibuk. Kini dia berpenampilan sangat ceria,
berjalan dengan langkah perlahan dan santai di depan saya, menjadi sangat
kontras dengan halaman sekolah yang kacau dan sesak ini, sehingga bisa menarik
perhatian orang lain.
Kegembiraan hati ketika bersua kembali setelah
lama tidak bertemu, membangkitkan obrolan segala hal di masa lalu dan sekarang.
Begitu topik pembicaraan dibuka, obrolan mengalir deras. Dalam seluruh proses
pembicaraan, dia bersikap sangat riang dan optimis, membuat tawa kita tiada
henti saat berdialog.
Dia bercerita tentang semua hal-hal kecil
setelah pensiun. Setiap hari membaca dan menulis, mengurus urusan rumah tangga,
saat ada waktu senggang ia akan menemani suami pergi bertamasya, mencicipi
segala masakan yang lezat. Kadang kala pergi menjaga cucu, tetapi mutlak tidak
mencampuri segala urusan anaknya yang sudah berkeluarga, menjadi “manusia
berhati lepas dan tenang” sepenuhnya.
Masa tua yang tenang dan berpandangan luas
serta lapang dada adalah demi kehidupan kita di paruh abad yang berikut ini
agar tercipta lebih banyak keleluasaan dan kegembiraan. Ternyata waktu selain
bisa mengikis masa muda kita, dia juga bisa memperkaya kecerdasan. Bila bisa
menua secara bebas dan bersahaja adalah orang yang mempunyai keberuntungan
besar, sedangkan Ibu Guru Irma, tepat adalah orang yang memiliki keduanya
(bebas dan bersahaja), jadi bagaimana dia tidak membuat orang menjadi kagum dan
iri hati?
Setiap kali menjumpai Ibu Hani, seorang
relawan pembina, selalu membuat orang merasa hormat dan terharu. Anak Ibu Hani
yang bungsu akan lulus dari perguruan tinggi, sedangkan Ibu Hani masih sebagai
relawan yang mengatur penyeberangan anak-anak SD dan SMP alumni anaknya dulu.
Ia sudah melakukan pekerjaan itu selama
puluhan tahun. Tidak peduli musim hujan atau panas yang terik, pagi atau sore
hari, kita selalu dapat melihat bayangan tubuhnya yang lincah dan terlatih,
serius dan rajin. Selain itu ia juga menjadi relawan yang mengantar pengunjung
yang ingin melihat pameran atau menjaga ketertiban. Ia selalu terlihat sangat
sibuk namun dengan ekspresi penuh semangat dan berseri-seri.
Ibu Hani adalah sebuah tanda seru bagi
“pengabdian dan pengorbanan”, dia mendatangkan perhatian dan kehangatan. Ji
Bolun, sastrawan kuno Tiongkok berkata, “Ada sebagian orang yang
mempersembahkan kesenangan, maka kesenangan itu juga adalah imbalan baginya.”
Penyair Ji berkata, “Ada sebagian orang
mempersembahkan, bukan hanya tidak mengerti dengan kesengsaraan dari persembahan itu, juga tidak
mengejar kesenangan, lebih-lebih tidak mempunyai pikiran berbuat kebaikan. Persembahan
mereka ini bagaikan bunga harum semerbak yang tumbuh di lembah sunyi nan jauh.
Para dewa seringkali meminjam tangan orang-orang tersebut untuk berbicara,
lewat sepasang mata mereka, tersenyum pada bumi.”
Tidak heran jika selama bertahun-tahun ini dia
selalu nampak muda dan bersahaja. Pepatah mengatakan, “Lebih beruntung
memberikan daripada menerima.” Diam-diam saya memanjatkan puji syukur, berharap
dia akan selalu sehat dan selamat, untuk mempersembahkan pengabdian sepenuhnya!
Semua orang yang mengerti maupun belum, sedang
berusaha keras menuliskan bagian kehidupan mereka yang menarik, untuk dibubuhi
dengan tanda seru. Jika begitu mengapa kita harus tampil kusut dan kendor,
tidak mau melangkah untuk maju ke depan?
Tidak perlu berapi-api, juga tidak perlu yang
menggemparkan dunia. Asalkan bisa menampakkan bagian dari kita sendiri yang
terbaik dengan teguh dan sebenarnya, sudah cukup untuk menciptakan keindahan
dalam dunia ini, menambah corak hidup bagi kehidupan kita!
No comments:
Post a Comment