Sore hari di akhir bulan lalu merupakan hari
terakhir rekan saya bekerja di perusahaan kami. Setelah 15 tahun be-kerja
akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti bekerja dan pindah ke perusahaan lain. “Kenapa pindah
bu?” tanya saya. “Yah…hidup adalah pilihan, kadang kita harus memilih untuk
melangkah ke tempat lain,” katanya dengan mantap, ”Makanya, kita mesti siap
kalau bekerja di perusahaan orang…lebih enak punya bisnis sendiri.“
Rupanya si ibu ini merasakan adanya ketidak
puasan dan beberapa kekecewaan dalam pekerjaan setelah adanya perubahan
managemen di perusahaan kami. Karir yang
stagnan, perlakuan yang tidak adil dalam organisasi, tidak adanya penilaian
prestasi, rekan kerja yang sangat menjengkelkan, bos yang tidak becus serta
suka merepotkan bawahan, bos yang killer, politik dalam pekerjaan dan masih
banyak lagi segudang masalah yang harus dihadapi dalam kehidupan seorang
karyawan. Karena mengundurkan diri dan sudah bekerja selama lima belas tahun,
beliau mendapat pesangon 2 kali gaji, lebih rendah dibandingkan jika dipecat
secara tidak hormat yang bisa 5 sampai 10 kali gaji pesangonnya. Jadi…..apakah
enak jadi karyawan?
Di lain pihak karena penasaran, saya
menginterview seorang teman yang punya bisnis sendiri. “Pusing…tiap hari harus
memikirkan karyawan, mana bahan baku naik setiap hari…pembeli belum tentu ada
setiap hari, mau jual barang malah rugi, harga pokoknya lebih tinggi dari yang
dijual lagi!”, katanya dengan berapi-api. “Tapi…paling tidak kan mengurusi uang
sendiri? bukan uang milik orang lain?” sergap saya sambil mengintimidasi.
“justru karena duit sendiri, makanya kita harus hati-hati, lebih enak seperti
kamu kerja di perusahaan orang, pendapatan setiap bulan sudah pasti,
tidak perlu memikirkan 24 jam setiap hari,” katanya mengakhiri pembicaraan
kami.
Mengapa dunia ini jadi rumit? Yang karyawan
ingin menjadi pebisnis, tidak tergantung orang lain. Yang berbisnis sendiri
merasa lebih enak jadi karyawan tidak pusing memikirkan penghasilannya setiap
hari. Jadi mana yang benar? Jadi karyawan atau jadi pebisnis? Jika prinsip hidup berlaku seperti pepatah “Rumput
tetangga selalu lebih hijau” maka tidak akan ada habisnya memikirkan “jadi
karyawan atau bisnis sendiri.” Seperti halnya perdebatan antara “telur dan
ayam” mana yang lebih dahulu.
Seakan jawaban tersebut datang dari langit,
saya terkagum saat melihat tayangan pidato Steve Jobs, CEO Apple Inc, di depan
acara wisuda mahasiswa Stanford University, AS pada 2005 lalu. Beliau adalah
satu satunya pebisnis di dunia yang
pernah dipecat dari perusahaannya sendiri. Mengutip pernyataan beliau saat
menghadapi masa sulit kehidupannya tersebut, ”Terkadang-hidup seperti menimpuk batu ke kepala Anda".
Jangan kehilangan keyakinan. Saya yakin bahwa
satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa
yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai (passion). Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun
pasangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup
Anda, dan kepuasan sesungguhnya hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu
yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai.
Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan
mengatakan bila Anda telah menemukannya. Seperti halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin
lama-semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan
berhenti.”
Seakan mengiyakan wejangan beliau, hati saya
berkata “Betul sekali Pak Jobs, kita harus menemukan “apa yang kita sukai”
(passion) dalam kehidupan ini.” Andai passion itu ada dalam pekerjaan kita
sehari hari, tidak peduli apa pun profesi kita baik sebagai “karyawan maupun
sebagai bisnisman” , tidak akan menjadi masalah yang berarti dalam menjalankan
kehidupan ini.
No comments:
Post a Comment