Dec 26, 2013

MEMPERCAYAI



Jack adalah seorang  pengacara, kali pertama dia datang ke tempat praktek saya, dari sikapnya dia lebih pantas disebut jaksa dari pada seorang pasien, "Sejak kapan Anda jadi Sinshe akupunktur? Lulusan darimana? Sudah sarjana? Anda paling ahli mengobati penyakit apa?"

Serentetan pertanyaan, penuh nada sangsi. Saya dengan sabar menjawab pertanyaannya. Asisten saya berdiri di samping saya menyaksikan hal tersebut dengan tidak sabar menggerutu, "Tak tahu aturan, dia lupa kalau kemari untuk mengobati penyakitnya."

Sambil menahan marah sampai mukanya merah karena saya tidak bereaksi, asisten saya memeras kapas beralkohol dan mencari beberapa jarum untuk pasien itu.

Saya bertanya pada Jack asal-usul penyakitnya, dia berkata karena telapak kakinya sakit, dia sudah lama tidak bisa berjalan dan olahraga, begitu berdiri telapak kaki seperti ditusuk ribuan jarum. Dia sudah ke beberapa rumah sakit  dan mencoba berbagai macam pengobatan, semua tidak ada hasilnya, maka dia coba mencari saya untuk pengobatan akupunktur.

Seperti biasa saya mengobati sakit kakinya, sebelum dia meninggalkan tempat praktek saya, dia dengan sopan berkata, "Setelah satu minggu, jika kaki saya tidak sakit lagi, saya akan mengirim ongkos pengobatan ini."

Saya mengangguk setuju, asisten saya memberi komentar, "Di sini bukan barang, yang bisa dicoba dulu, kalau bagus baru dibayar, kalau jelek diretur."

"Pengacara kali pertama membantu kliennya gratis." Dia membalas dengan sopan dan dingin.

Setelah hari itu tidak ada kabar mengenai telapak kaki lagi.

Setelah satu setengah tahun, Jack datang lagi ke tempat praktek saya, kali ini dengan keluhan diare. Semacam penyakit usus yang tidak dapat sembuh tapi tidak berbahaya. Dia tidak kuasa menahan semenitpun. Seperti yang lalu dia juga sudah ke dokter tapi tetap tidak sembuh, maka dia putuskan untuk datang lagi ke tempat praktek saya. Tapi kali ini berbeda dengan dulu, tidak lagi bernada sombong dan curiga.

Karena biaya ditanggung asuransi, maka dia sering datang ke klinik saya untuk berobat, dan saya semakin memahaminya.

Suatu ketika saya bertanya mengapa dia mencurigai setiap orang, dia bercerita tentang masa kecilnya.

Sewaktu kakeknya berimigrasi ke Amerika, tidak membawa apa-apa, hanya membawa tas kecil. Memulai kehidupan dari nol hingga punya beberapa toko roti, melewati masa-masa yang susah. Ayahnya juga mengalami hidup yang sama, maka harapan satu-satunya adalah pada dirinya untuk mencari uang. Ayahnya mengajarinya tidak boleh mengandalkan dan mempercayai setiap orang.

"Waktu kecil saya bermain sepak bola, ayah sering menjegal saya. Yang paling parah karena takut bertabrakan dengan ayah, saya memilih terjatuh. Saya terjatuh babak belur, masih juga dimarahi oleh ayah, dia bilang saya lebih bodoh dari pada babi," ceritanya.

"Yang tidak bisa saya lupakan, ayah bisa menjatuhkan tangga waktu saya sedang susah payah mendakinya, saat saya bertanya mengapa ayah melakukannya, beliau bilang untuk melatih saya agar tidak mempercayai dan mengandalkan orang lain.

Tapi ayahkan bukan orang lain, protes saya tidak mengerti. Jawab ayah termasuk juga dirinya." Lanjutnya bercerita.

Sampai di sini ceritanya membuat saya tercengang.

Saya menghubungkan dengan penyakitnya, saya mengerti mengapa dia bisa menderita penyakit usus yang bisa kambuh kapan saja dan susah diobati. Bila dia hidup dalam ketakutan, tidak mempercayai semua orang, emosi labil dalam waktu yang panjang, wajar jika menderita kram usus, mengikuti perubahan emosi lambat laun menjadi diare yang tak kunjung sembuh.

Ingin mengobati penyakit terlebih dahulu harus membuka hati dan hal ini tidak mungkin menggunakan obat atau akupunktur.

Bagaimana cara membuka  hatinya? Cara apa yang dapat benar-benar menyembuhkannya? Saya bertanya pada diri sendiri.

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search