Pemuda adalah penerus bangsa, ditangan merekalah nasib bangsa
ditentukan. Jika kita kerap mendengar pemberitaan negatif tentang perilaku
generasi muda yang seolah tidak peduli dengan kondisi bangsa. Maka Kick Andy
kali ini ingin berbagi inspirasi dari anak-anak muda yang berbuat nyata bagi
dirinya dan lingkungannya.
Amilia Agustin atau akrab disapa Ami adalah remaja berusia 16 tahun
yang menaruh perhatian besar terhadap persoalan sampah. Ami yang mendapat
julukan “Ratu Sampah” ini bahkan turun langsung mengajak teman-temannya untuk
mengelola sampah yang ada di sekolahnya. Saat masih duduk di sekolah menengah
pertama, Ami tergerak untuk membuat komunitas pengelolaan sampah berbasis
sekolah dengan program “Go to Zero Waste School”. Kegiatan ini berkonsentrasi
pada pengelolaan sampah dilingkungan sekolah dan sekitarnya. Tujuan yang ingin
dicapai adalah Zero Waste School yaitu sekolah bebas sampah.
Apa yang dilakukan Ami tentu tidak mudah, ia kerap mendapat ejekan dari
teman-temannya, tukang sampah karena ikut mengurus sampah di sekolahnya. Namun
itu semua tidak membuatnya putus asa. Ami mempunyai slogan yang menjadi
andalannya setiap berbicara tentang pengolahan sampah yaitu, “Jika anda bukan
orang sembarangan maka jangan buang sampah sembarangan!”
Muhammad Farid atau biasa dipanggil Farid, adalah pemuda lulusan
pesantren yang mendirikan sekolah alam Banyuwangi Islamic School. Farid melihat
masih banyak paradigma dimasyarakat yang berpendapat bahwa sekolah yang baik
adalah sekolah yang mahal, mewah, dan
serba lengkap. Sehingga menutup kesempatan bagi
anak-anak yang tidak mampu untuk memperoleh pendidikan yang baik. Oleh
karena itu, ia tidak memungut biaya sekolah bagi murid tidak mampu di
sekolahnya. Para orang tua murid dapat membayar dengan apa saja yang mereka
miliki termasuk sayuran. Bahkan jika memang tidak punya apa-apa baginya doa
saja sudah cukup,
Sekolah alam yang ia dirikan memiliki kurikulum yang sedikit berbeda.
Farid yang sebelumnya sempat mengajar di beberapa sekolah mengaku jenuh dengan
manajemen sekolah yang mahal dan kaku. Oleh karena itu ia kemudian memadukan
konsep pondok pesantren dan lembaga formal. Sekolah ini juga terbilang unik,
sesuai dengan namanya sekolah alam maka sekolah ini tidak memiliki ruang kelas
dan juga bangku. Para siswa cukup belajar di saung-saung dan praktek langsung
di lapangan. Menurut Farid, “belajar itu esensinya bukan pada seragam dan
sepatu, tetapi pada proses pembelajarannya”. Dari segi kualitas, sekolah ini
tidak kalah dengan sekolah bertaraf internasional lainnya. Karena selain para
siswa belajar dengan menggunakan laptop, mereka juga belajar 4 bahasa yaitu
inggris, arab, jepang dan mandarin.
Andi Taufan Garuda Putra atau Taufan adalah sarjana lulusan manajemen
bisnis, Institut Teknologi Bandung yang memutuskan berhenti bekerja sebagai
konsultan di sebuah perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Bermodalkan
uang tabungannya, Taufan kemudian mendirikan Amartha Microfinance sebuah
lembaga keuangan mikro syariah yang menyediakan layanan keuangan bagi
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, terutama kelompok ibu-ibu pedesaan
yang daerahnya jauh dari jangkauan bank. Meski sempat mengalami hambatan,
Amartha akhirnya dapat berkembang hingga sekarang dan memiliki dana lebih dari
1 milyar.
Hayu Dyah Patria atau Hayu adalah seorang sarjana teknologi pangan yang
mensosialisasikan kandungan gizi dari tanaman liar yang ditelitinya. Hayu
menyadari adanya potensi gizi yang luar biasa dalam tanaman liar. Ia khawatir
jika diabaikan, tumbuhan tersebut bisa punah bersama manfaat yang dikandungnya.
Menurut Hayu, pada umumnya tanaman liar mengandung nilai gizi yang lebih baik
dari tanaman-tanaman budidaya karena mereka tumbuh secara natural tanpa
terkontaminasi pestisida, pupuk, herbisida, dll. Banyak tanaman pangan liar
yang jauh lebih bergizi dari tanaman pangan yang biasa kita makan. Hayu memberi
contoh, segenggam daun kelor (Moringa olifiera) ternyata mengandung vitamin A dan
C tujuh kali lebih tinggi dari sebutir jeruk, dan kalsium dua kali lebih tinggi
dari susu. Begitu juga dengan krokot (Portulaca oleracea) kandungan vitamin A
dan C-nya juga lebih tinggi dari jeruk, ditambah lagi mengandung omega-3 yang
baik untuk otak dan jantung. Jadi siapa bilang makanan bergizi itu mahal
harganya.
Anak-anak muda diatas membuktikan bahwa usia muda tidak menghalangi
mereka untuk berbuat sesuatu bagi sesama. Mereka adalah contoh nyata generasi
muda yang membawa semangat dan idealisme serta harapan untuk Indonesia yang
lebih baik kedepannya.
No comments:
Post a Comment