Alkisah pada zaman dahulu
kala, ada seorang raja tua menderita sakit parah, melihat itu, ketiga puteranya
sangat cemas. Tabib istana mengatakan : “hanya dengan meminum sumber air
kehidupan, baru bisa menyembuhkan penyakit raja.” Lalu di manakah sumber air
kehidupan itu ?
Pangeran pertama merenung, jika ingin menjadi
pewaris tahta raja, maka aku harus mendapatkan sumber air ini dan menyembuhkan
penyakit ayahanda.
Lalu, ia memohon pada raja : “Ayahanda,
izinkanlah aku mencari sumber air kehidupan!”
Setelah merenung sesaat, raja akhirnya
menyetujui permintaan pangeran.
Pangeran menunggang kuda tercepat, meninggalkan
istana, ia berjalan dan terus berjalan bersama kudanya, hingga pada suatu hari,
pangeran bertemu dengan sesosok manusia kerdil, “Pangeran, kau begitu
tergesa-gesa, kau hendak pergi kemana?” manusia kerdil itu bertanya.
Melihat manusia kerdil itu, dengan angkuhnya
pangeran berkata : “aku hendak pergi kemana, apa ada urusannya denganmu?”
Namun akibatnya Pangeran tersesat begitu masuk
ke hutan, berdiri di tengah jalan, ia menjadi bingung, tidak tahu harus ke arah
mana baiknya. Sementara itu di istana keadaan penyakit raja bertambah parah,
tapi pangeran pertama masih belum juga kembali ke istana. Kemudian raja
menyuruh pangeran kedua mencari sumber air kehidupan menyusul kakaknya.
Begitu juga dengan pangeran kedua ditengah
perjalanan ia bertemu dengan manusia kerdil itu lagi, “pangeran kedua kau
begitu terburu-buru, mau kemana?”
Pangeran kedua memandang hina, “hei kerdil,
tidak perlu kau campuri urusanku.”
Lalu akibatnya? Pangeran kedua juga tersesat.
Kini giliran si bungsu pangeran ketiga yang
datang dan tentu saja ia datang karena ayahandanya. Dibanding kedua orang
kakaknya pangeran ketiga lebih memiliki watak yang anggun dan rendah hati. Manusia
kerdil bertemu dengan pangeran ketiga, “pangeran ketiga, mengapa kau
tergesa-gesa, mau kemana ?”
Pangeran ketiga berkata : “Ayahanda saya sakit
parah, tabib bilang harus meminum sumber air kehidupan, baru bisa menyembuhkan
sakitnya, apa kau bisa membantuku?”
Manusia kerdil itu berkata : “”Kau seorang
pemuda, aku hadiahkan padamu 2 potong roti dan sebilah pedang.”
Pangeran ketiga berkata : “aku tidak mau ini,
aku hanya membutuhkan suatu mata air yang dapat menyembuhkan penyakit.”
Manusia kerdil itu lalu berkata : “Baiklah,
sumber air kehidupan ada di dalam sebuah puri yang telah diberi kekuatan sihir,
di depan pintu masuk ada dua ekor singa. Kau bawa semua yang kuberikan ini,
pasti ada gunanya.”
Pangeran ketiga baru mengerti akan maksud
manusia kerdil itu.
Manusia kerdil lalu menjelaskan kepada pangeran
cara memakai roti dan pedang itu, dan terakhir mengatakan : “sumber kehidupan
ada di belakang taman, tapi, sebelum siang kau harus meninggalkan taman itu,
kalau tidak kau tidak bisa keluar lagi selamanya setelah gerbang puri itu
tertutup.”
Setelah mengucapkan terimakasih pada manusia
kerdil, pangeran lalu bergegas ke puri. Dan sesuai dengan petunjuk manusia
kerdil, pangeran mengetuk tiga kali pintu gerbang itu dengan pedangnya,
sebagaimana di duga pintu gerbang puri itu akhinya terbuka dengan sendirinya.
Dua eko singa menerkam, namun, dengan tenang pangeran menjejal mulut kedua
singa itu dengan roti pemberian manusia kerdil, tidak lama kemudian kedua ekor
singa itu lalu berubah menjadi 2 ekor kucing besar.
Ya, akhirnya pangeran mengerti, yang diberikan
manusia kerdil itu adalah sebilah pedang gaib, tidak peduli siapapun yang
ditemuinya, pasti akan dapat menaklukkannya, lalu bagaimana dengan roti ? Itu
juga merupakan roti gaib, roti itu tidak akan pernah habis dimakan bagaimanapun
juga.
Pangeran ketiga bergegas ke taman belakang,
ketika melewat sebuah ruangan, dari dalam ruangan itu muncul seorang putri.
“Pangeran ketiga, begitu kau datang, kekuatan sihir di puri ini langsung
hilang, mari kuantar kau mencari sumber kehidupan itu!”
“Terimakasih, putri yang cantik.”sikap pangeran
ketiga sangat sopan dan bersahaja.
“Tidak, akulah yang seharusnya berterimakasih,
kau telah melepaskan sihir kami. Aku putuskan menikah denganmu, nikahilah aku
tahun depan.”
Di dalam bebatuan taman belakang itu, mengalir
sumber air berwarna hijau, inilah sumber air kehidupan.
Pangeran ketiga mengisi penuh sumber air
kehidupan itu dengan cereknya, lalu lari sebelum sempat mengucapkan terimakasih.
Untung saja! Baru saja kakinya melangkah ke luar pintu gerbang, jam 12 pun
berdentang.
Dalam perjalanan pulangnya ke istana, pangeran
ketiga bertemu dengan kedua kakaknya, lalu menceritakan semua peristiwa yang
dialaminya. Tepat di saat itu, musuh kebetulan menyerang negeri lain, pangeran
ketiga lalu mengusir musuh itu dengan pedangnya, kemudian menyelamatkan menteri
dan rakyat negeri yang kelaparan itu dengan rotinya.
Namun, saat setelah raja meminum sumber air
kehidupan yang dipersembahkan pangeran ketiga, bukan saja penyakitnya tidak
sembuh, malah bertambah parah. Kedua kakaknya memanfaatkan kesempatan itu
dengan mengatakan : “pasti pangeran ketiga telah meracuni raja.”
Raja menjadi murka, lalu memerintahkan
menjatuhkan hukuman mati pada pangeran ketiga.
Ternyata sumber air kehidupan yang ditemukan
pangeran ketiga telah ditukar secara diam-diam oleh kedua kakaknya dalam
perjalanan pulang ke istana. Pengawal istana tidak tega membunuh pangeran
ketiga, karena tahu bahwa pangeran ketiga tidak bersalah, maka pengawal istana
itu melepaskannya.
Raja minum sumber air kehidupan yang
dipersembahkan pangeran pertama dan kedua, setelah itu penyakit raja pun sembuh
dengan cepat, tepat di saat itu, orang-orang dari negeri seberang yang pernah
diselamatkan pangeran ketiga datang ke istana sambil membawa hadiah untuk
mengucapkan terimakasih, mereka kagum akan kebaikan dan keberanian pangeran
ketiga.
Akhirnya raja baru tahu telah keliru menyalahkan
pangeran ketiga, ia sangat berharap mudah-mudahan pangeran ketiga masih hidup.
Setahun kemudian, putri menanti kedatangan
pangeran ketiga di puri. Pangeran ketiga begitu ingin bertemu dengan putri, ia
menunggangi kudanya dan laksana terbang berlari menemui puteri, dan saking
gembiranya puteri berkata : “pangeran ketiga, akhirnya kau datang. Aku ingin
memberitahu sebuah kabar gembira, ayahandamu telah mengampunimu!”
Lalu, pangeran dan putri melangsungkan
pernikahan dan sejak itu hidup bahagia selamanya.
No comments:
Post a Comment