Sudah 16 tahun lamanya saya tidak
berjumpa dengan ayah dan ibu. Saat-saat
paling berharga dalam hidup selama 16 tahun ini, hanya saya bisa lewatkan
sendiri, tak dapat berbagi dengan mereka. Ketika ayah dan ibu menghadapi saat
kritis antara hidup dan mati, saya hanya bisa mencemaskan dari tempat nan jauh.
Saya hidup di luar negeri semenjak meneruskan sekolah juga tidak merasa
santai dan bahagia.
Kedua orang tua saya sudah berusia
lanjut, tertimpa penganiayaan selama 11 tahun ini, suasana ‘masyarakat
harmonis’ penuh kedamaian yang digemborkan pemerintah, hanya diperuntukkan bagi
orang lain. Jika kain penutup layar disobek, terlihat kekejamannya, pemandangan
yang terhampar di layar begitu indah dan megah itu, dirajut oleh tetesan darah
dan air mata dari banyak keluarga yang terbungkam, termasuk keluarga saya. Jika
langit dan bumi bisa melihat betapa rindunya saya, maka kerinduan itu sudah
membalut rapat Samudera Pasifik.
Ayah pandai dalam berbagai bidang, beliau
seorang profesor fisika di fakultas pendidikan Jinan Provinsi Shandong, dia
berkepribadian tanpa pamrih, dimana saja dia selalu sebagai pusat perhatian
masyarakat. Ibu penuh bakat, bersikap ceria dan terbuka, di matanya hidup ini
bagai kaledoskop.
Ayah dan ibu bergandengan selama 40
tahun, serasi dan harmonis bagai harpa dan kecapi, senang dan bahagia. Walaupun
saat hidup dalam serba kekurangan, keluarga kami masih penuh dengan muatan
kegembiraan, bukan kemiskinan. Ketika kami beranjak dewasa, adik laki-laki saya
pergi ke Beijing dan saya pergi ke Amerika, kami berdua bagaikan seekor burung
kecil yang terbang ke tempat idaman masing-masing, tetapi tak bisa menahan diri
untuk merindukan kehangatan rumah di kampung halaman, mencemaskan kesehatan
ayah dan ibu.
Hingga pada suatu hari, ayah dan ibu mempelajari Falun Gong, kami sangat penasaran atas keefektifan Falun Gong dalam hal menghalau
penyakit dan menyehatkan tubuh dan teori yang mengharuskan seseorang menjadi
orang baik.
Ketika saya mendengar ayah dan ibu
bertutur harus menjadi seorang manusia yang berakhlak tinggi, berdasarkan
kriteria Sejati,
Baik, Sabar, untuk menuntun segala perilaku kita, kami semua dapat merasakan
keindahan Falun
Gong. Kami bercerita apa yang kami dambakan,
melampaui ruang waktu dan dimensi, hati berubah menjadi semakin murni dan
bersih, seperti kembali ke waktu yang dulu, perasaan kedekatan itu bagai tak
pernah berpisah walau hanya sehari. Kehidupan membentangkan di depan mata
sebuah gambaran yang selama ini tidak pernah kami alami, kami saling bergandeng
tangan dalam perjalanan kembali ke asal dan pulang ke jati diri.
Awan dan angin tiba-tiba berubah, pada 20
Juli 1999, orang kerdil yang berkuasa dalam tubuh PKT (Partai Komunis Tiongkok)
atas kemauannya sendiri memutuskan menganiaya Falun Gong, itu
adalah hari yang tak terlupakan. Mulai saat itu, kesengsaraan dan air mata
darah memadati kalender harian yang ada di rumah kami. Di bawah teror merah
nyawa seseorang bisa dilenyapkan dengan sangat mudah, dengan sekejap mata,
sejumlah besar masyarakat yang berkultivasi ‘Sejati Baik Sabar’, didorong ke arah berlawanan dengan pihak komunis yang selalu
mengatakan dirinya ‘agung dan benar’.
Sejak itu ayah dan ibu kehilangan
kebebasannya, hati saya juga seperti ditekan sebuah batu raksasa, menjadi
hancur. Sama sekali tidak ada kabar dari mereka, tak jelas hidup atau
meninggal, hari-hari berubah menjadi sangat panjang.
Mengapa sepasang orang tua yang
berkultivasi Sejati Baik Sabar harus menerima kesengsaraan tanpa sebab seperti ini? Begitu
terancamkah penguasa oleh masyarakat yang hanya mengejar keyakinan mereka yang
indah, dan haus menjebloskan mereka ke dalam penjara?
Beginilah nyawa dari para pengikut Falun Gong direnggut dengan
kejam, dari usia yang termuda hanya beberapa bulan hingga orang tua yang uzur,
puluhan ribu keluarga menjadi hancur berantakan, banyak sekali tragedi tragis
tak adil yang terjadi membuat langit dan bumi menjadi murka.
Tetapi saya merasa sangat bangga pada
ayah dan ibu, tak peduli dalam lingkungan yang seberapa bahaya, mereka tetap
memegang teguh prinsip menjadi orang baik, mempertahankan dengan teguh
keyakinan, tidak menyerah dengan kekuasaan jahat manapun. Namun sebagai anak,
hati saya sakit sekali, ditilik dari usia mereka yang telah uzur, bagaimana
saya bisa tidak menjadi khawatir?
Dalam dunia saat ini yang menjunjung
tinggi nilai Hak Asasi Manusia, cerita kejam semacam ini yang masih terjadi dan
berulang-ulang terjadi, di negara kuno yang memiliki kebudayaan selama 5.000
tahun, hingga saat ini kekejaman itu masih tetap terjadi.
Bila penganiayaan tidak berhenti sehari,
kesengsaraan banyak orang akan kian bertambah, bila penganiayaan tidak
berhenti, hati saya tak bisa merasa tenang walau hanya sedetik. Ayah dan ibu
yang telah uzur, keteguhan hati Anda bisakah menggugah jiwa mati rasa yang
sedang tertidur?! Kepada orang yang ikut melakukan kejahatan ini, apakah hati
Anda sama sekali tidak ada rasa penyesalan dan takut, telah memberikan
kesengsaraan terhadap orang-orang yang tak berdosa? Hentikanlah penganiayaan
terhadap Falun Gong.
No comments:
Post a Comment