Sep 19, 2019

Kisah Pemuda Boros dan Seorang Pendeta Tao


Pada masa akhir Dinasti Zhou Utara (557-581) dan awal masa Dinasti Sui (581-671), hiduplah seorang pemuda bernama Du Zhicun. Dia adalah seorang pemuda yang sangat malas sekaligus sangat boros. Parahnya lagi, dia juga kurang bermoral dan sangat suka berfoya-foya.
Setiap hari, siang dan malam dia akan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, akibatnya hanya dalam beberapa tahun, semua harta kekayaan peninggalan orangtuanya ludes.
Du kemudian mulai meminjam uang ke banyak orang namun tetap tidak bisa berubah, akibatnya semua uang pinjamannya juga ludes.
Terakhir dia mencoba meminta bantuan kepada keluarga dan saudara-saudaranya, namun mereka juga bukan orang yang kaya raya, disamping itu mereka juga tahu sifat buruk Du, akibatnya tidak ada yang mau memberi pinjaman kepada Du.
Akhirnya Du meninggalkan istrinya dan membiarkannya kembali ke rumah orangtuanya, sementara Du sendiri menjadi gelandangan.
Pada suatu malam yang dingin, Du sedang berjalan gontai tanpa arah dan tujuan, dia sangat kelaparan hingga akhirnya memutuskan untuk mulai mengemis. Saat sedang duduk mengemis, ada seorang tua yang menghampirinya, orang tua itu bertanya kepadanya: “Hei, kamu masih muda dan terlihat masih kuat, mengapa kamu mengemis?”
Du menjawab dan mulai menceritakan apa yang terjadi dalam kehidupannya, namun di akhir ucapannya, Du mengatakan bahwa kalau saja dia bisa memiliki kembali semua uang yang pernah dia miliki, dia akan berubah dan menjalani hidup dengan baik.
Orang tua itu bertanya, “Hmm.. kalau begitu, berapa uang yang kamu butuhkan?”
Du ragu-ragu dan malu-malu untuk menjawab, dia juga berpikir bahwa itu semua sia-sia, tidak mungkin seorang tua yang baru saja ditemuinya akan mau memberikan sejumlah uang yang sangat besar kepadanya.
Namun orang tua itu bersikeras dan terus mendesaknya, akhirnya Du menjawab, “Sepuluh juta.”
Kemudian orang tua itu mengambil sejumlah uang dari lengan bajunya dan memberikannya kepada Du sambil berkata, “Ini saya berikan untukmu malam ini. Besok jam dua belas siang saya akan menunggumu di Penginapan Persia di Pasar Barat. Pastikan bahwa kamu datang tepat waktu!”
Keesokan harinya Du pergi kesana tepat waktu, orang tua itu ada disana dan memberikannya sejumlah uang seperti yang dia ucapkan pada malam sebelumnya, setelah itu, orang tua tersebut pergi tanpa memberitahukan namanya.
Karena telah menjadi kaya, sifat boros Du kembali kambuh, dia mulai menjalani hidup dengan foya-foya, membeli baju bagus, perhiasan, serta kuda yang mahal.
Tak dirasa satu tahun berlalu dan akibat gaya hidupnya yang boros, Du harus menjual semua baju bagusnya dan hanya mengenakan baju lusuh, menjual semua perhiasan, serta menjual kudanya dan menggantinya dengan keledai. Tidak lama, dia juga harus menjual keledainya dan harus berjalan kaki. Akhirnya Du kembali menjadi gelandangan, dan dia kembali menjadi pengemis.
 Pada suatu malam ketika sedang mengemis, ada seorang tua yang berjalan melewatinya, orang tua ini lalu berhenti, mengamatinya sejenak, kemudian berkata, “Hei! Bukankah kamu pemuda yang satu tahun lalu saya berikan uang? Kenapa sekarang kamu ada di sini?”
Du merasa malu, dan setelah terus ditanya, akhirnya Du menceritakan “kebodohan”-nya yang pada akhirnya membuat dia harus kembali menjadi pengemis.
Orang tua itu menarik napas panjang, dan kemudian berkata, “Baiklah, bagaimana kalau saya berikan kamu uang lagi, apakah kamu akan berubah?”
Du sendiri ragu pada awalnya, namun akhirnya dia berkata. “Saya janji akan berubah.”
“Baiklah, kali ini biar saya tambahkan jumlah uangnya, supaya kamu bisa memulai usaha yang besar. Besok pada jam dua belas siang, datanglah ke tempat kita bertemu dulu!”
Keesokan harinya Du datang dan orang tua itu, kini bahkan memberinya uang 100 juta!
Du merasa ragu, tapi akhirnya dia menerima uang itu dan berjanji bahwa dia akan menjalani hidupnya dengan sangat baik.
Namun melihat begitu banyaknya uang, Du mulai tergoda untuk menggunakan sedikit uangnya untuk bersenang-senang, dia berpikir bahwa tidak akan menjadi masalah jika sedikit uang itu digunakan untuk bersenang-senang, toh sisanya masih sangat banyak.
Du mulai bersenang-senang kembali, dan perlahan-lahan sifat borosnya kembali muncul, dia mulai lupa pada janjinya untuk berubah, dia mulai menjalani hari, siang dan malam, dengan berfoya-foya.
Akhirnya setelah lima tahun berlalu, semua uangnya kembali ludes tak bersisa, dan Du kembali menjadi gelandangan dan kembali mengemis. (lpc/jul)
Akhirnya setelah lima tahun berlalu, semua uangnya kembali ludes tak bersisa, dan Du kembali menjadi gelandangan dan kembali mengemis.
Saat mengemis di suatu malam, dia melihat di kejauhan, ada orang yang sedang berjalan, ketika orang itu semakin dekat, dalam cahaya api temaram malam, dia tahu bahwa itu adalah seorang pria tua, dan yang lebih mengejutkan, itu adalah pria tua yang sama yang telah memberinya uang sebanyak dua kali.
Du merasa malu dan buru-buru berbalik badan dan berlari pergi. Tak disangka, orang tua itu mengejarnya, orang tua itu berhasil mengejarnya dan menepuk pundaknya, “Hei! Anak muda, kenapa lari?”
Du berhenti berlari dan sedikit heran karena merasa bahwa dia sudah berlari cukup cepat namun masih bisa dikejar oleh orang tua tersebut. Du tidak menjawab dan hanya menunduk malu.
Orang tua itu berkata, “Loh, kamu kan… kenapa kamu jadi pengemis lagi?” Orang tua itu ternyata mengenali Du.
Du menceritakan semuanya dan dia mengatakan bahwa alasan dia lari adalah karena dia merasa sangat malu.
Orang tua itu akhirnya berkata, “Saya akan membantumu mendapatkan kesempatan sekali lagi, kalau kamu masih tidak berubah, kamu benar-benar tidak punya harapan, besok datanglah ke tempat kita pernah bertemu dulu!”
Du ragu, namun juga berpikir bahwa ini adalah harapan terakhir baginya, maka diapun datang. Ternyata disitu, orang tua tersebut memberinya uang 1 milyar!
Du berpikir, “Saya telah menjalani hidup yang tak bermoral, boros dan malas, semua harta saya bahkan sudah habis, keluarga saya berantakan, bahkan saudara saya juga tidak mau membantu, kini di depan saya berdiri seorang tua yang telah tiga kali memberi saya uang yang begitu banyak, bagaimana bisa saya membalasnya?”
Kemudian Du berkata kepada orang tua itu, “Dengan uang sebanyak ini, saya bisa menyelesaikan semua masalah duniawi saya, bahkan merubah nasib saudara-saudara saya yang miskin dan menunaikan semua kewajiban saya terhadap keluarga. Saya benar-benar berhutang budi kepada Anda. Setelah urusan saya selesai, saya akan melakukan apa saja yang Anda minta.”
“Bagus, itulah yang saya inginkan.” Kata orang tua tersebut. “Setelah kamu menyelesaikan semua urusanmu, pada tanggal lima belas bulan tujuh tahun depan, temuilah saya di bawah pohon jintan kembar, di depan kuil Tao!” Du-pun mengangguk tanda mengerti.
Dengan uang yang dia miliki, Du mulai membayar semua hutang yang masih belum dia bayar, kemudian membelikan rumah dan ladang untuk semua saudara-saudaranya, membiayai sekolah keponakan-keponakannya, membeli tanah khusus untuk pemakaman keluarga dan memindahkan makam anggota-anggota keluarga yang terpisah ke tanah pemakaman tersebut.
Dia merenovasi rumah, juga memberikan uang yang sangat banyak kepada istri serta mertuanya, memastikan mereka tidak akan pernah mengalami kekurangan uang.
Dia juga menemui orang-orang yang punya masalah dengannya, dan berdamai dengan mereka.
Du membangun jalan dan jembatan. Dia membayarkan biaya pengobatan untuk orang-orang yang sakit, membelikan makanan, membelikan ladang, terus sampai semua uangnya habis.
Tanpa disadari saat uangnya habis, saat itu sudah tanggal empat belas bulan tujuh, dan dia ingat untuk menemui pria tua yang pernah membantunya, besok di tanggal lima belas bulan tujuh.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Du pergi ke tempat yang telah ditentukan, dia melihat orang tua itu sedang bernyanyi di bawah pohon jintan yang rindang.
Orang tua itu bertanya, “Kamu sudah datang, bagaimana dengan semua urusan duniawimu?”
“Semua sudah beres, semua hutang saya sudah lunas, saya sudah berdamai dengan semua musuh saya, saya sudah meninggalkan uang yang sangat banyak untuk keluarga saya, memastikan mereka tidak akan kekurangan uang.” Jawabnya.
“Baguslah kalau begitu, sekarang mari kita berangkat!” Kata orang tua tersebut.
Setelah itu mereka berdua sama-sama mendaki Gunung Hua, menuju Puncak Yuntai.
Mereka terus mendaki, setelah cukup lama mendaki, akhirnya tibalah mereka di puncak, disana ada sebuah bangunan megah yang indah, itu jelas bukan bangunan biasa, di atasnya ada awan yang menjuntai, selain itu ada banyak burung bangau dan phoenix yang berterbangan.
Orang tua itu mengajaknya masuk, di dalam aula utama, ada sebuah panci besar yang tingginya sekitar tiga meter, di dalamnya ada berbagai macam obat yang sedang direbus. Api berwarna keunguan ada di bawahnya, memanaskan panci tersebut. Di sekeliling panci terdapat patung ajaib, Perawan Giok, Naga Hijau dan Harimau Putih.
Saat itu matahari sudah hampir terbenam, orang tua itu tiba-tiba berubah menjadi seorang tua dengan jubah pendeta Tao, dia memberi Du tiga buah pil dan secangkir arak, kemudian dia berkata, “Kamu duduklah di tengah sini, di depan panci, dan berjanjilah untuk tidak mengatakan apa-apa, apapun yang terjadi, apapun yang kamu lihat, dewa, iblis, binatang, setan, neraka yang menakutkan, apapun itu, kamu harus tetap diam, mengerti?”
Du mengangguk tanda mengerti
“Bahkan sekalipun kamu melihat orang yang kamu sayangi menderita, atau melihat orang yang kamu benci menghinamu, kamu harus berjanji untuk tetap diam, karena semua itu hanyalah ilusi, mengerti?”
Du sekali lagi mengangguk.
“Satu lagi, apapun yang terjadi, kamu tidak boleh beranjak dari tempat dudukmu. Dan semua ini harus kamu lakukan, sampai nanti saya kembali, mengerti?”
Du mengangguk kembali.
“Bagus, sekarang duduklah dan ingat janjimu untuk tetap diam walau apapun yang terjadi, sampai nanti saya kembali!”
Kemudian orang tua itu menghilang, meninggalkan Du duduk sendirian disana. (lpc/jul)
Kemudian orang tua itu menghilang, meninggalkan Du duduk sendirian disana.
Saat malam mulai tiba, datanglah serombongan bandit, kepala bandit itu bertanya pada Du, apakah disitu ada barang berharga, Du diam tidak bergeming. Kepala bandit mulai marah, sambil mengacungkan golok, dia mengancam Du, “Orang bodoh! Kalau kamu tidak menjawab, saya akan penggal kepalamu!”
Namun Du tetap diam. Akhirnya para bandit itupun menyerah dan pergi.
Kemudian hujan deras disertai petir mulai datang, semakin lama hujan itu semakin deras, suara petir menggelegar dengan sangat menakutkan.
Satu suara gelegar petir yang sangat keras disertai angin kencang, membuat pintu bangunan terbuka tiba-tiba, Du sangat kaget namun tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya.
 Air deras mulai naik memasuki aula gedung, dengan sangat deras membentuk ombak, namun Du tetap diam, ombak itu ternyata berhenti, tepat satu inci di depan kaki Du, dan perlahan-lahan airpun surut.
Lalu datanglah serombongan pasukan iblis, dengan wajah yang sangat menyeramkan, raja pasukan iblis itu memberi salam kepada Du, namun Du tidak menyahut dan hanya diam.
Raja pasukan iblis marah dan mendekati Du, dia berkata, “Berani sekali kamu? Kamu tidak membalas salam saya.” Tiba-tiba kepala raja pasukan iblis itu berubah, gigi taringnya bertambah panjang dan secara tiba-tiba menyerang ke arah Du. Du tetap diam, sama sekali tidak ada pekikan yang keluar dari mulutnya.
Raja pasukan iblis itu berkata, “Hmm… hebat juga kamu, siapa namamu? “
Du diam tidak menjawab.
“Hmm… saya tahu kamu tidak bisu, masih tidak mau berbicara? Baiklah, saya punya ide.”
Seluruh pasukan iblis itupun kemudian pergi.
Kemudian datanglah sesosok dewa yang tinggi dan besar, dia berkata pada Du dengan suara yang sangat berwibawa “Du Zhicun, kamu telah menjadi manusia yang buruk dan hidup dengan berfoya-foya, beruntung kamu telah dibantu tiga kali oleh murid tertua saya, kamu telah berhasil melewati ujian dan tidak mengucapkan sepatah katapun, selamat sekarang kamu bisa menjadi dewa dan ikut ke dunia saya, apakah kamu mau pergi ke dunia dewa?”
Du masih diam dan tidak menjawab.
Dewa itupun tertawa, “Hahaha, jika kamu tidak menjawab mau, saya tidak bisa membawamu ke dunia dewa. Ujianmu sudah selesai nak, cukup bilang mau maka kamu bisa ke dunia dewa.”
Ilustrasi. Kredit: chinawhisper.com
Du berpikir bahwa orang tua itu berpesan supaya dia tidak berbicara sampai orang tua itu kembali, jadi dia tetap diam.
Tiba-tiba dewa itu berubah menjadi raja pasukan iblis yang sebelumnya telah datang, “Dasar manusia sial, lihat saja apa yang bisa saya lakukan.”
Raja pasukan iblis itu kemudian memberi perintah kepada anak buahnya, “Bawa masuk!”
Dua sosok iblispun masuk dan menaruh sebuah kuali besar yang berisi minyak, yang panas mendidih, disusul dengan dua hantu lagi yang masuk sambil memegangi seorang wanita, wanita itu ternyata adalah istri Du.
“Bicaralah dan dia akan kami lepaskan!”
Du tetap diam.
Iblis-iblis itu mulai menyiksa istri Du, memukuli, mencambuk, terus menerus sampai tubuh istri Du berlumuran darah.
Iblis-iblis itu kemudian menyayat daging di punggung istri Du, seiris demi seiris, membuat istri Du menjerit kesakitan, suaranya sangat memilukan.
“Suamiku, aku tahu aku bukan istri yang baik, aku punya banyak kekurangan dan sering membuatmu marah, tapi bagaimanapun aku ini istrimu, aku mohon, sekali ini saja, hanya satu kata saja maka aku akan bebas, aku mohon suamiku, rasanya sakit sekali, tolonglah.” Kata istri Du sambil menangis pilu.
“Kalau kamu tidak berbicara, istrimu akan kami rebus di dalam minyak mendidih!” Kata si raja iblis.
Du tetap tidak mengeluarkan sedikitpun suara dari mulutnya.
Kemudian istri Du dilemparkan ke dalam kuali yang berisi minyak mendidih, diiringi dengan jerit kesakitan yang sangat memilukan, yang perlahan-lahan hilang bersama dengan kematian istri Du.
“Sudah lihat? Jangan dikira saya tidak berani membunuhmu, kamu akan bernasib sama jika tidak mau berbicara!” Kata si raja iblis.
Du tetap diam dan akhirnya dua sosok iblis mengangkatnya, lalu mengancam akan melemparkannya ke dalam kuali jika dia tidak mau berbicara.
Du tetap diam dan akhirnya mereka melemparkannya ke dalam kuali panas, panas yang menyakitkan menjalar ke seluruh tubuh Du, dia sangat kesakitan, namun tetap tidak ada satu suarapun yang keluar dari mulutnya, dan akhirnya diapun mati disitu.
Roh Du terbang dan kemudian sampai di hadapan raja akherat. 

Raja akherat bertanya, “Siapa namamu?”

Du tidak menjawab.
Satu penjaga disana membentak Du, “Manusia bodoh, jawab! Cari masalah kamu? Berani tidak menjawab pertanyaan raja!”
Kemudian penjaga itu mencambuk Du berkali-kali, tapi tetap tidak ada satu suarapun yang keluar dari mulut Du.
Raja akherat berkata, “Saya tahu kamu tidak bisu, dengar, kamu ini sudah mati, kamu tidak perlu lagi mengikuti permainan bodoh pendeta Tao yang menyuruhmu diam, bagaimana dia bisa datang jika kamu sudah berada di akherat?”
Du tetap diam.
“Baiklah, sekali bodoh tetap bodoh, bawa dia dan buat supaya dia berbicara!” Kata raja akherat.
Penjaga disana membawa Du dan mulai menyiksanya, mereka menuangkan air mendidih ke mulut Du, mencambuknya, menusuknya dengan besi panas, menggilas kakinya di bawah roda, menyayat dagingnya, menuangkan minyak panas ke tubuhnya.
Mereka menyiksanya dengan beragam cara, namun Du tetap diam.
Akhirnya dia dibawa kembali ke hadapan raja akherat.
“Masih tidak mau berbicara? Baiklah kalau begitu, sekarang kamu akan bereinkarnasi, tapi kamu akan reinkarnasi menjadi seorang wanita yang hidupnya penuh musibah!”
Du bereinkarnasi sebagai seorang wanita dalam sebuah keluarga yang miskin, tubuhnya lemah dan akibatnya dia sering terjatuh, dia juga sering mengalami kecelakaan kecil dan besar, selain itu dia juga kerap menderita penyakit, namun dalam semua penderitaan yang dia rasakan, Du masih ingat akan janjinya kepada sang orang tua pendeta Tao, jadi dia tidak sekalipun mengeluarkan suara, bahkan mengerang sedikitpun tidak.
Bukan hanya itu, saudara serta teman-temannya juga sering mengolok-oloknya, dan menghinanya karena berpikir bahwa dia adalah orang bisu. Walau dia sering mendapat ejekan, namun dia tidak pernah melawan ataupun membalas, dia hanya diam saja.
Akhirnya dia tumbuh dewasa, dan menjadi seorang wanita yang cantik. Seorang mahasiswa dari daerah yang sama bernama Lu Gui mendengar perihal kecantikan gadis bisu itu dan bermaksud memperistrinya, jadi dia mengirimkan seorang mak comblang untuk melamarnya.
Keluarga gadis itu menolak karena merasa bahwa anak gadisnya adalah seorang yang bisu, namun saat itu Lu Gui berkata, “Untuk menjadi seorang istri yang baik, seseorang tidak harus bisa berbicara. Dia akan menjadi contoh yang baik bagi perempuan yang terlalu banyak bicara.”
Akhirnya keluarga gadis itupun setuju dan Lu menikah dengan Du, mereka menjalani kehidupan suami istri yang harmonis, dan setelah beberapa tahun merekapun memiliki seorang anak.
Lu bermaksud ingin menyembuhkan ketidakmampuan berbicara yang dialami istrinya, dia lalu memanggil seorang tabib terkenal yang mampu menyembuhkan orang bisu.
Setelah diperiksa, tabib itu mengatakan bahwa istrinya baik-baik saja, seharusnya dia tidak bisu, sama sekali tidak ada masalah pada istrinya.
Lu merasa heran dan terus meminta Du untuk berbicara, namun Du tetap diam, akhirnya dengan marah, dan sambil menggendong bayi mereka, Lu berkata “Saya pernah tahu ada seorang menteri yang mempunyai seorang istri yang sangat membencinya, sampai istrinya tidak mau tersenyum ataupun berbicara sama sekali kepadanya. Kali ini kamu juga terus diam dan tidak mau berbicara kepada saya, apa guna rumah tangga kita jika sang istri terus saja membenci suaminya, apa artinya kehadiran buah hati kita ini?”
Kemudian Lu memegang satu kaki bayi mereka, dan membenturkan kepala bayi itu ke dinding batu dengan keras. Tengkorak bayi itu langsung hancur dan darah menyembur kencang dari kepalanya.
Cintanya kepada anaknya membuat Du lupa akan janjinya, dan diapun berteriak ketakutan.
Teriakan itu belum juga selesai, ketika tiba-tiba ruangan sekeliling berubah kembali menjadi aula megah, Du menemukan bahwa dirinya sedang duduk di depan sebuah panci besar.
Saat itu fajar mulai menyingsing.
Api di bawah panci perebusan tiba-tiba membesar dan menjulang tinggi ke atas, sampai menyentuh langit-langit bangunan, dan kemudian seluruh bangunan itu terbakar menjadi abu.
Si orang tua datang kepadanya dan berkata, “Dasar bodoh! Lihat apa yang sudah kamu lakukan! kamu sudah mengacaukan pekerjaan saya, pekerjaan yang saya lakukan menjadi sia-sia!”
Orang tua itu menjambak rambut Du kemudian melemparkannya ke dalam sebuah guci air, dan api di bawah panci perebusanpun padam.
Dia berkata “kamu telah berhasil menaklukkan kesenangan, kemarahan, kesedihan, ketakutan, kebencian dan hasrat, hanya cinta yang belum mampu kamu taklukkan.”
Orang tua itu melanjutkan, “Jika tadi kamu tidak berteriak, ramuan obat saya sudah selesai dan kamu juga bisa hidup abadi. Hanya tinggal satu langkah saja, cukup satu langkah terakhir dan semua akan selesai. Bodoh sekali kamu!”
Du menyesal dan meminta untuk diberi kesempatan sekali lagi, dan berjanji bahwa selanjutnya dia tidak akan berbicara sedikitpun.
Namun orang tua itu mengatakan bahwa sudah tidak mungkin, sudah tidak ada lagi kesempatan kedua untuknya.
Ilustrasi. Kredit: techinasia.com
Orang tua itu kemudian menyuruh Du untuk pergi, Du kembali ke kota dan kembali menjalani kehidupan, sebagai seorang pengemis. (lpc/jul)

No comments:

Post a Comment

Bookmark and Share
Custom Search